PERSIAPAN PERANG RIDDAH
Kabilah-kabilah Abs, Zubyan, Banu Bakr
dan semua yang bersekutu
dengan mereka oleh Abu Bakr dihancurkan
dan dikeluarkan dari
Abraq. Mereka sekarang bergabung kepada
Tulaihah bin Khuwailid al-
Asadi di Buzakhah. Abu Bakr sudah
mengumumkan bahwa Allah sudah
menganugerahkan negeri-negeri itu dan
tidak akan dikembalikan kepada
pemiliknya. Abraq ditempati oleh pasukan berkuda Muslimin,
dan negerinegeri
Rabazah yang lain dibiarkan untuk tempat gembala dan sebagai
sedekah kepada orang-orang beriman. Abu Bakr kembali kc
Medinah
sambil bcrpikir-pikir mencari jalan hendak membasmi mereka
yang
murtad dari Islam itu sampai tuntas. la tidak akan
membiarkan mereka
di segenap Semenanjung itu membangkang kepadanya dan kepada
agama
Allah. la tidak akan bcrdamai atau berkompromi dengan mereka
sebelum mereka kembali kepada Allah dan menjadi Muslim kembali.
Membagi brigade untuk memerangi kaum murtad
Abu Bakr tinggal di Medinah sampai bcnar-benar ia merasa
yakin
bahwa pasukan Usamah sudah berkumpul semua, kemudian bersama
mereka
ia berangkat ke Zul-Qassah. Pasukan itu dibaginya menjadi
sebelas
brigade dengan masing-masing di bawah pimpinan satu orang.
Kemudian
ia mengeluarkan perintah kepada mereka masing-masing agar
memobilisasi
Muslimin yang kuat-kuat dan dipersiapkan untuk berangkat
menghadapi
kaum murtad. Untuk melindungi kota Medinah Abu Bakr
memperkuatnya dengan
brigade yang lebih kecil. Soalnya ketika itu Medinah sudah
aman dari
kemungkinan adanya serangan dari luar. Kota yang makmur
membuat
penduduk hidup lebih tenteram. Bagaimana mungkin kabilah itu
akan
dapat menyerang Medinah sementara serangan kota itu
diarahkan ke
segenap penjuru. Berita kemenangan pasukannya sudah
terdengar ke
mana-mana di samping kekuatan dan keberaniannya, yang selama
sangat
didambakan oleh para pemberontak.
Abu Bakr di Medinah, markas komando tertinggi
Sejak itu Abu Bakr tidak lagi menginggalkan Medinah. Bukan
karena
tidak ingin bersama-sama dengan Muslimin dalam segala
perjuangan itu,
tetapi karena Medinah sudah menjadi markas komando tertinggi
seluruh
kabilah-kabilah itu dalam melakukan kemurtadan. Karenanya ia
menempatkan Khalid
bin Walid memimpin brigade pertama untuk menggempur Tulaihah
bin Khuwailid dari
Banu Asad. Selesai dari sana ia harus berangkat menghadapi
Malik bin Nuwairah, pemimpin
Banu Tamim di Butah. Banu Asad dan Banu Tamim ini
kabilah-kabilah murtad
yang terdekat ke Medinah. Wajar sekali bila Muslimin harus
memulai dari mereka untuk
memperlihatkan kehancuran mereka di mata kekuatan-kekuatan
yang lain. Khalid adalah
komandan yang paling pantas untuk memperoleh kemenangan.
Ikrimah bin Abi Jahl oleh Abu Bakr ditempatkan sebagai
komandan brigade kedua
untuk menghadapi Musailimah dari Banu Hanifah di Yamamah,
dan Syurahbil bin Hasanah
pada brigade ketiga dengan perintah untuk membantu Ikrimah
dalam menghadapi
Musailimah. Setelah tugas itu selesai Syurahbil
diperintahkan menyusul Amr bin As
sebagai bala bantuan dalam menghadapi Quda'ah. Buat Ikrimah
dan Syurahbil tampaknya
Yamamah cukup alot, yang kemudian datang Khalid bin Walid
yang akhirnya dapat
menumpas kaum murtad setelah Musailimah terbunuh dalam
pertempuran 'Aqriba'.
Abu Bakr menempatkan Muhajir bin Abi Umayyah al-Makhzumi
memimpin brigade
keempat untuk menghadapi pasukan Aswad di Yaman, Amr bin
Ma'di Karib az-Zubaidi
dan Qais bin Maksyuh al-Muradi. Bila tugas ini sudah
diselesaikan, mereka harus
berangkat ke Kindah dan Hadramaut untuk menghadapi Asy'as
bin Qais serta para pemberontaknya.
Brigade kelima ditugaskan ke Tihamah Yaman, dipimpin oleh
Suwaid bin
Muqarrin al-Awsi. Brigade keenam dipimpin oleh Ala' bin
al-Hadrami untuk menyerbu Hutam bin
Dabi'ah sekutu Banu Qais bin Sa'labah yang murtad di
Bahrain. Huzaifah bin Mihsan
al-Gilfani dari Himyar memimpin brigade ketujuh untuk
memerangi Zut-Taj Laqit bin
Malik al-Azdi yang mengaku nabi di Oman. Brigade kedelapan
dipimpin oleh Arfajah
bin Harsamah menuju Mohrah. Sudah wajar sekali bila
brigade-brigade itu dikerahkan ke selatan mengingat kekuatan ada di bagian ini
serta kegigihannya yang bertahan sebagai kaum murtad. Sedangkan Semenanjung
bagian utara cukup dihadapi oleh tiga brigade, salah satunya dipimpin
oleh Amr bin As untuk menghadapi Quda'ah, yang kedua
dipimpin oleh.Mi'an bin
Hajiz as-Sulami untuk menghadapi Banu Sulaim dan
sekutu-sekutunya di Hawazin, dan
yang ketiga dipimpin oleh Khalid bin Sa'id bin As untuk
membebaskan dataran Syam.
pasukan, dan sumber semua pengiriman perintah untuk bergerak
dari
tempat ke tempat yang lain. Abu Bakr mengeluarkan perintah
kepada
semua komandan pasukan agar jangan ada yang pindah dari
perang berkelompok
yang sudah dimenangkan untuk bergerak ke tempat lain sebelum
mendapat izin. Dia yakin sekali bahwa kesatuan komando dalam
perang merupakan salah satu taktik yang paling kuat dan
tepat, dan jaminan
untuk mencapai kemenangan.
Memilih komandan brigade dari kalangan Muhajirin
Ada sekelompok orang dari kalangan Ansar yang menilai bahwa
Abu Bakr telah menyerahkan pimpinan brigade itu hanya kepada
kaum
Muhajirin, tanpa ada seorang pun dari Ansar. Tetapi ia
melakukan itu
sebenarnya dengan tujuan supaya orang-orang Medinah (Ansar)
tetap sebagai
kekuatan pertahanan dalam kota, karena mereka lebih
mengetahui
keadaan di dalam, dan cintanya dalam menjaga daerahnya itu
melebihi
siapa pun. Anggapan sebagian orang bahwa mereka tidak
diikutsertakan
karena adanya kekhawatiran setelah melihat sikap yang mereka
dulu di
Saqifah Banu Sa'idah, samasekali tak beralasan.
Brigade-brigade itu dibentuk
hanya untuk menghadapi kaum murtad. Dalam keimanan kepada
Allah dan Rasul-Nya kaum Ansar tidak kurang dari Muhajirin,
sehingga
kekhawatiran terhadap pihak Ansar dalam memerangi kaum
murtad
juga tidak beralasan. Andaikata penafsiran semacam itu terhadap
Ansar
dapat dibenarkan, tentu hal yang sama dapat juga dibenarkan
terhadap
sahabat besar lainnya seperti Ali, Talhah dan Zubair, yang
juga tinggal
di Medinah, seperti juga Umar bin Khattab, untuk memberikan
pendapat
dan saran kepada Abu Bakr, sehingga segala perencanaan darr
strategi
yang disusun oleh pusat komando tertinggi itu akan bertambah
kuat.
Abu Bakr tak dapat diragukan
Apa yang dikhawatirkan Abu Bakr dan membuatnya lebih
berhatihati?
Ia menduduki jabatan Khalifah iru bukan atas keinginannya
sendiri,
tetapi karena kalangan terkemuka di Medinah berpendapat
dialah yang
paling tepat untuk itu. Sejak pertama ia memegang jabatan
itu ia sudah
menyatakan perkiraannya mengenai beban yang dihadapinya
bahwa penerimaannya
itu adalah suatu pengorbanan di jalan Allah. Begitu selesai
dibaiat ia berpidato yang antara lain katanya: "Saya
diserahi jabatan
ini, tetapi saya menerimanya karena terpaksa. Demi Allah,
saya sangat
mengharapkan sekiranya ada yang lain saja." Pada
kesempatan lain ia
pernah berpidato, setelah mengucapkan hamdalah:
"Manusia yang paling
malang di dunia dan di akhirat ialah raja-raja."
Melihat orang banyak
menengadah dan terkejut ia berkata:
"Kenapa Saudara-saudara, kalian adalah orang-orang yang
cepat membuat
kecaman, cepat membuat kritik. Ada raja yang bila sudah
menjadi
raja oleh Allah ditarik apa yang ada di tangannya itu, dan
mengingini
apa yang ada di tangan orang lain... tak ubahnya seperti
fatamorgana,
dari luar tampak gembira, batinnya menderita."
Rumah Abu Bakr ketika itu di Sunh, tempat istrinya, Habibah
bint
Kharijah, sebuah rumah desa di pedalaman yang kecil. Setelah
ia dibaiat
sebagai Khalifah sedikit pun tidak mengalami perubahan, juga
rumahnya
yang di Medinah. Bahkan selama enam bulan ia berjalan kaki
dari Sunh
ke Medinah. Adakalanya ia naik kuda miliknya. Ia seorang
pedagang
pakaian. Setelah dilihatnya beban negara akan lebih berat
untuk dirangkap
dengan perdagangan, ia berkata: "Tugas ini tak sesuai
dengan urusan
dagang! Untuk tugas ini dan mengurus umat seharusnya
ditekuni secara
khusus, dan untuk keluargaku dapat disediakan yang
seperlunya." Urusan
dagangnya itu lalu ditinggalkannya dan ia hanya menerima
gaji dari perbendaharaan
Muslimin (baitulmal) yang sekadar cukup untuk keperluannya
dan keperluan keluarganya. Menjelang saat kematiannya ia
berkata: "Kembalikanlah harta Muslimin
yang masih ada pada kami. Jangan ada yang tertinggal pada
saya.
Tanah saya di tempat anu untuk Muslimin, yang saya peroleh
dari harta mereka."
Umar bin Khattab yang menguasai tanah .itu setelah ia
menjadi Khalifah
berkata: "Abu Bakr meninggalkan beban buat orang yang
sesudahnya."
Begitu berhati-hati dia sebagai manusia! Betapa pula
berhati-hatinya
ketika ia membentuk sebelas brigade, ketika kedudukannya
sudah
begitu kuat di kalangan Muslimin. Bahkan di kalangan orang
Arab semuanya,
dengan segala keteguhan hati, pandangannya yang tepat serta
iman yang sungguh-sungguh, di samping kesediaannya suka
berkorban.
Semua itu adalah sebagian dari sifat-sifat Abu Bakr dalam segala
kegiatan
hidupnya. Kemudian kekuatan dan kebersihan pribadinya pada
saat-saat semacam itu, pada saat kepala sudah mulai beruban
setelah
usianya di atas enam puluh tahun dan menjabat sebagai
pengganti Rasulullah.
Karena itu tak ada orang yang masih meragukan segala niat
baiknya, tak ada orang yang akan merasa ragu dalam
melaksanakan perintahnya.
Brigade Khalid bin Walid
Brigade Khalid bin Walid adalah yang terkuat dari antara
sebelas
brigade yang dibentuknya. Anggotanya terdiri atas para
pejuang pilihan
dari Muhajirin dan Ansar. Dan barangkali Khalid sendiri yang
memilih
mereka. Nanti akan kita lihat bahwa dalam Perang Riddah
mereka telah
benar-benar berjuang mati-matian. Kemudian dalam menghadapi
Irak
dan Syam perjuangan mereka juga tiada taranya, tiada
celanya.
Khalid bin Walid panglima genius dan Pedang Allah
Tidak heran jika demikian keadaan brigade yang dipimpin oleh
Khalid
bin Walid. Allah telah memberi karunia berupa bakat
kepadanya, seperti
yang diberikan kepada Iskandar Agung, Jengiz Khan, Julius
Caesar,
Hannibal dan Napoleon. Ia seorang pahlawan lapangan yang
berani dan
nekat, penilaiannya cepat dan tepat, tak pernah mundur
menghadapi
bahaya, pandai mengelak dan menyerang dalam perang. Sudah
banyak
orang yang menyaksikan kejelian dan kehebatannya di medan
perang.
Rasulullah pernah memberikan gelar Saifullah — "Pedang Allah" kepadanya
tatkala ia memimpin pasukan di Mu'tah setelah terbunuhnya
Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin
Rawahah. Dalam
menghadapi pasukan Rumawi ia pandai mengelak dan menyerang,
kemudian
ia berbalik dan dapat melepaskan diri dengan selamat.
Meskipun
tidak membawa kemenangan, tetapi juga tidak dalam kekalahan
yang
memalukan. Khalid Saifullah selalu berada dalam medan
pertempuran
sampai akhir hayatnya. Sebelum menganut Islam Khalid adalah
seorang pahlawan Kuraisy
yang ditakuti dan penunggang kuda yang hebat. Dalam Perang
Badr,
Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam barisan kaum musyrik.
Ia
mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak kasar,
cenderung
pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan. Kalau tidak karena
punya
penilaian yang tepat dan cepat, wataknya akan membahayakan
dirinya
sendiri. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan
perang, tak
pernah takut kepada siapa pun. Ketika Rasulullah pergi ke
Mekah dalam
menunaikan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah kemudian
kembali ke
Medinah, di hadapan orang-orang Kuraisy Khalid berkata:
"Bagi orang
berpikiran sehat sudah jelas sekarang bahwa Muhammad bukan
tukang
sihir dan bukan penyair. Yang dikatakannya itu ialah firman
Allah seru
sekalian alam. Sudah seharusnya orang yang punya hati nurani
akan
mengikutinya." Pernah terjadi diskusi dia dengan
Ikrimah bin Abi Jahl, tetapi tak
sampai terjadi kekerasan karena khawatir akan akibatnya.
Dalam pertemuan
itu Abu Sufyan tidak hadir. Tetapi ketika mendengar Khalid
sudah
masuk Islam, dipanggilnya Khalid dan ditanya: Benarkah
demikian?
Khalid menjawab bahwa memang benar, dia sudah masuk Islam
dan
bersaksi tentang kerasulan Muhammad. Abu Sufyan berang, lalu
katanya:
"Demi Lat dan Uzza, kalau aku tahu apa yang kaukatakan
itu benar, sebelum
Muhammad tentu kaulah yang akan kumulai." Tetapi
sebagai orang
yang punya harga diri Khalid menjawab dengan nada keras:
"Demi Allah,
orang suka atau tidak, sungguh dia benar." Khalid lalu
pergi ke Medinah.
la segera mendapat tempat di hati
Muslimin sebagai seorang panglima perang. Ketika terjadi
perang Mu'tah,
dialah Pedang Allah di sana, dan Pedang Allah sesudah itu.
Di tangannya
Allah memberi kemenangan atas Irak dan Syam dan menundukkan
Persia dan imperium Rumawi, dua adikuasa yang menguasai
dunia saat
itu. Tidak heran jika Abu Bakr menempatkannya untuk memimpin
brigadenya
yang paling tangguh. Tidak pula heran jika juga Khalid yang
harus menghadapi perang Riddah dan yang sesudahnya, seperti
yang
akan kita uraikan nanti lebih lanjut.
Gerakan damai sebelum Perang Riddah
Adakah Abu Bakr memberangkatkan kesebelas brigade itu ke
medan
perang begitu persiapannya selesai? Adakah pemberangkatan
itu dilakukan
sekaligus? Itulah yang disebutkan oleh beberapa sumber meski
kenyataan
menunjukkan yang sebaliknya. Tetapi bagaimanapun juga,
sebelum
pemberangkatan pertama, sudah lebih dulu dipersiapkan suatu
gerakan damai dengan sebaik-baiknya. Ke seluruh Semenanjung
itu terlebih
dulu disiarkan surat pengumuman yang ditujukan kepada siapa
saja
yang mengetahui isi surat itu, yang awam atau yang khas,
yang tetap
dalam Islam atau yang murtad. Surat itu dimulai dengan
ucapan hamdalah
dan puji-pujian kepada Allah. Kemudian menyebutkan bahwa
risalah
Muhammad itu benar datang dari Yang Mahakuasa sebagai berita
baik
dan peringatan. Kemudian menyebutkan bahwa Rasulullah telah
wafat
setelah selesai menyampaikan apa yang diperintahkan Allah
kepada
umat manusia, dan Allah sudah menjelaskan itu kepada umat
Islam
dengan firman-Nya:
"Sungguh, engkau akan mati,
dan mereka pun akan mati." (Qur'an,
39. 30).
"Kami tidak menjadikan
manusia sebelummu hidup kekal; kalaupun
kau mati, adakah mereka akan
hidup kekal?" (Qur'an, 21. 34).
"Muhammad hanyalah seorang
rasul; sebelumnya pun telah berlalu
rasul-rasul. Apabila dia mati
atau terbunuh, kamu akan berbalik
belakang (menjadi murtad)?
Barang siapa berbalik belakang, samasekali
takkan mertigikan Allah tetapi
Allah akan memberi pahala kepada orangorang
yang bersyukur. " (Qur'an, 3. 144).
Surat Abu Bakr kepada kaum murtad
Maksud Abu Bakr menyebutkan ayat-ayat itu untuk menangkis
pangkal
fitnah dan kekacauan karena mereka mengatakan: Kalau
Muhammad
benar seorang rasul, tentu ia tidak akan mati. Kemudian
setelah
mengingatkan supaya orang tetap bertakwa kepada Allah dan
bertahan
dengan agama-Nya, ia berkata: "Kepada saya
diberitahukan adanya orangorang
yang telah meninggalkan agamanya setelah berikrar dalam
Islam
dan menjalankan segala syariatnya, berbalik tidak lagi
mengindahkan
Allah Subhanahu
wa ta 'ala dan perintah-Nya, tetapi sebaliknya
telah
mengikuti kehendak setan... Saya sudah mengeluarkan perintah
kepada
polan memimpin pasukan bersenjata yang terdiri atas kaum
Muhajirin,
Ansar dan para pengikut yang baik, kepadamu sekalian, dan
saya perintahkan
untuk tidak memerangi dan membunuh siapa pun sebelum diajak
mematuhi ajaran Allah. Barang siapa memenuhi ajakan itu,
mengakui
dan meninggalkan kesesatan, lalu kembali mengerjakan
pekerjaan yang
baik, harus diterima dan dibantu. Tetapi barang siapa tetap
membangkang,
maka harus diperangi dan jangan ada yang ditinggalkan.
Mereka harus
dihujani dan dibakar dengan api, dibunuh; perempuan dan
anak-anak
ditawan, dan siapa pun janganlah diterima kecuali ke dalam
Islam. Barang
siapa setuju, itulah yang baik untuk dirinya dan barang
siapa mengelak
Allah tidak akan lemah karenanya. Aku sudah memerintahkan
utusanku
untuk membacakan surat ini kepada setiap kelompok dari kamu
sekalian.
Dan ajakan itu ialah dengan azan." Ketika itu bila
Muslimin menyerukan
azan dan orang menyambut azan itu, mereka dibiarkan, dan
kalau tidak
menyerukan ditanya apa sebabnya. Kalau menolak cepat-cepat
ditindak.
Abu Bakr menyiarkan seruannya itu di segenap penjuru
Semenanjung.
Dengan itu tujuannya supaya mereka yang masih ragu, mendapat
kesempatan berpikir. Ternyata banyak orang yang mengikuti
penganjur-
penganjur golongan murtad itu karena mereka takut akibatnya
bila
tetap bertahan dalam Islam. Jika melihat dirinya berada di
antara dua
kekuatan, mereka lebih cenderung kepada Islam, atau
setidak-tidaknya
diam tidak membela pemimpin-pemimpin kaum murtad itu. Mereka
sudah
tidak berdaya, dan tidak sedikit dari mereka yang tidak
mengadakan
perlawanan. Pengaruh rencana Abu Bakr dengan gerakan
damainya itu
hasilnya akan kita lihat jelas sekali.
Kesungguhan Abu Bakr dalam gerakan damainya
Dengan gerakan damainya itu Abu Bakr tidak bermaksud hendak
mencoba-coba, kalau berhasil syukur, kalau tidak akan dicari
cara lain
untuk membuat gerakan damai baru lagi. Samasekali tidak!
Tiap kata
dan tiap bentuk ancaman dalam suratnya itu memang ditulis
dengan
sungguh-sungguh. Selesai membuat surat itu segera ia menulis
pula kepada
para komandan brigade mengenai batas waktu untuk memerangi
siapa saja yang berbalik dari Islam. Ia tidak akan memaafkan
lagi kaum
murtad yang pernah mengancam itu, setelah diberi maaf dan
diajak
kembali kepada Islam. Kalau mereka bersedia menerima ajakan
pasukan
Muslimin hentikanlah, kalau tidak, teruskan serangan itu
sampai mereka
bersedia mengakui. Kemudian beritahukanlah hak dan kewajiban
mereka:
ambil apa yang menjadi kewajiban mereka, dan berikan apa
yang menjadi
hak mereka, jangan ditangguhkan. Barang siapa memenuhi
ajakan itu,
maka kebebasannya tak boleh diganggu dan setelah itu segala
persoalannya
hanya Allah yang tahu. Tetapi barang siapa tetap menolak
seruan Allah,
boleh dibunuh dan diperangi di mana pun mereka berada, dan
tak ada
kompromi kecuali Islam. Perangi mereka dengan senjata dan
api.
Politik Abu Bakr: sebuah analisis tentang keteguhan hatinya
Dengan dua pucuk surat serta brigade-brigade yang dibentuk
oleh
Abu Bakr itu persiapan memerangi kaum murtad selesai sudah.
Semua
ini kita lihat sebagai gambaran yang lengkap tentang
ketegasan politik
yang diterapkan oleh Abu Bakr dalam pemerintahannya.
Sebagian orang
menganggap semua ini aneh sekali, mengingat Abu Bakr yang
terkenal
dengan perangainya yang sangat halus, lemah lembut dan
biasanya banyak
mengalah demi kebaikan bersama.
Tetapi sebenarnya bukan hal yang mengherankan. Dengan
imannya
yang kuat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Abu Bakr tak
pernah
mengenai arti ragu. Orang yang berwatak lembut memang tidak
menyukai
kekerasan dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi bila sudah berhubungan dengan soal yang sudah menjadi
keyakinannya,
ia tidak lagi mengukur kekerasan dan kekuatan itu dengan
kekerasannya
dan kekuatannya sendiri. Pada setiap pribadi manusia
sifatsifat
itu seolah sudah tersusun dengan ukuran yang hampir
berimbang
antara kekerasan dengan kelembutan. Kemudian dalam mengukur
waktu
dan kesempatan, harus dengan kekerasan atau harus dengan
kelembutan,
terdapat peringkat yang berbeda-beda. Ada yang wataknya
lebih sering
dikuasai oleh kekerasan, sehingga kita mengira ia tidak akan
pernah
mengendur. Kebalikannya, ada yang wataknya lebih sering
dikuasai oleh
sifat lemah lembut, dan kita mengira ia tidak akan pernah
menggunakan
kekerasan. Tetapi dalam kenyataan, orang yang kita lihat
sering dikuasai
oleh kekerasan kadang jadi lemah lembut sedemikian rupa,
sehingga
pada orang lain yang biasa begitu halus dan lembut pun tidak
kita
jumpai. Orang yang lebih sering begitu halus perasaannya,
sampai ia
merasa pilu dan menangisi penderitaan orang lain, kadang
menjadi orang
yang sangat tegar dan keras tak mengenal ampun, sehingga tak
akan
kita jumpai pada orang yang berwatak keras sekalipun.
Adakah orang yang akan mengira bahwa Abu Bakr akan bersikap
demikian tegas menentang sahabat-sahabat besar lainnya, yang
Muhajirin
dan yang Ansar, ketika hendak mengirim pasukan Usamah? Atau
akan bersikap begitu keras menghadapi mereka yang enggan
menunaikan
zakat tanpa pedulikan pasukannya yang sedang tidak di kota
Medinah?
Kita nanti akan melihat sikap serupa ini, yang akan membuat
kita heran dan kagum karena wataknya yang begitu keras dan
tegar,
watak yang biasa selalu halus dan lembut hati itu.
Baru saja kita bicara tentang Abu Bakr yang sangat kuat
imannya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Buat dia, kebenaran itu hanya
iman, tak
ada kebenaran yang lain, tiada diselubungi kebatilan dari depan atau
dari belakangnya. Semuanya benar, telah dijelaskan oleh Allah dalam
Kitab-Nya yang telah diwahyukan kepada Muhammad, hamba dan
Rasul-
Nya itu. Kalau orang masih boleh tawar-menawar satu dengan
yang lain
dalam masalah dunia, maka tak ada tawar-menawar mengenai
kebenaran
yang berhubungan dengan Allah Mahaagung, dan siapa pun tak
akan
mampu mempersoalkan-Nya selain menerima dan tunduk
kepada-Nya.
Jika ada orang bermaksud hendak melawan kebenaran-Nya tak
ada cara
lain buat Abu Bakr selain harus memeranginya sampai ia
kembali kepada
kebenaran itu. Abu Bakr akan tetap memeranginya, walau hanya
seorang
diri, walau di kota sudah tak ada orang lain lagi. Demikianlah
halnya dalam menghadapi mereka yang menolak menunaikan
zakat,
apalagi yang sampai murtad atau bermaksud hendak beriman
kepada
seorang rasul selain Muhammad Rasulullah.
Perang Riddah sangat menentukan hidupnya Islam
Selesai mengadakan persiapan untuk menghadapi kaum murtad
itu,
kini tiba waktunya buat Abu Bakr untuk melancarkan perang
yang sangat
menentukan dalam sejarah Islam. Memang tak dapat diragukan
lagi,
memang itu perang yang sangat menentukan. Jika perang itu
tidak dimenangkan
oleh Muslimin, pasti akan merupakan ancaman kembalinya
orang-orang Arab ke dalam kehidupan jahiliah yang pertama.
Tetapi
Allah Subhanahu
wa ta 'ala menghendaki agama-Nya mengalahkan
semua agama, dan Abu Bakr menjadi bukti yang dapat diuji apa
yang
sudah dikehendaki dan ditentukan itu. Oleh karena itu, orang
tidak mengenal
dan tidak akan pernah mengenal sejarah Islam dan berbagai
perang
Riddah seperti yang dihadapi oleh Abu Bakr, dan dapat diatasi
dengan
kekuatan imannya. Kemudian, itulah awal tersebarnya Islam di
Timur
dan di Barat.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapustiada gelar pahlawan akn tersemat tanpa pengorbana yg ikhlas
BalasHapus