Minggu, 18 Maret 2012

PERSIAPAN PERANG RIDDAH


PERSIAPAN PERANG RIDDAH
Kabilah-kabilah Abs, Zubyan, Banu Bakr dan semua yang bersekutu
dengan mereka oleh Abu Bakr dihancurkan dan dikeluarkan dari
Abraq. Mereka sekarang bergabung kepada Tulaihah bin Khuwailid al-
Asadi di Buzakhah. Abu Bakr sudah mengumumkan bahwa Allah sudah
menganugerahkan negeri-negeri itu dan tidak akan dikembalikan kepada
pemiliknya. Abraq ditempati oleh pasukan berkuda Muslimin, dan negerinegeri
Rabazah yang lain dibiarkan untuk tempat gembala dan sebagai
sedekah kepada orang-orang beriman. Abu Bakr kembali kc Medinah
sambil bcrpikir-pikir mencari jalan hendak membasmi mereka yang
murtad dari Islam itu sampai tuntas. la tidak akan membiarkan mereka
di segenap Semenanjung itu membangkang kepadanya dan kepada agama
Allah. la tidak akan bcrdamai atau berkompromi dengan mereka
sebelum mereka kembali kepada Allah dan menjadi Muslim kembali.
Membagi brigade untuk memerangi kaum murtad
Abu Bakr tinggal di Medinah sampai bcnar-benar ia merasa yakin
bahwa pasukan Usamah sudah berkumpul semua, kemudian bersama mereka
ia berangkat ke Zul-Qassah. Pasukan itu dibaginya menjadi sebelas
brigade dengan masing-masing di bawah pimpinan satu orang. Kemudian
ia mengeluarkan perintah kepada mereka masing-masing agar memobilisasi
Muslimin yang kuat-kuat dan dipersiapkan untuk berangkat menghadapi
kaum murtad. Untuk melindungi kota Medinah Abu Bakr memperkuatnya dengan
brigade yang lebih kecil. Soalnya ketika itu Medinah sudah aman dari
kemungkinan adanya serangan dari luar. Kota yang makmur membuat
penduduk hidup lebih tenteram. Bagaimana mungkin kabilah itu akan
dapat menyerang Medinah sementara serangan kota itu diarahkan ke
segenap penjuru. Berita kemenangan pasukannya sudah terdengar ke
mana-mana di samping kekuatan dan keberaniannya, yang selama sangat
didambakan oleh para pemberontak.
Abu Bakr di Medinah, markas komando tertinggi
Sejak itu Abu Bakr tidak lagi menginggalkan Medinah. Bukan karena
tidak ingin bersama-sama dengan Muslimin dalam segala perjuangan itu,
tetapi karena Medinah sudah menjadi markas komando tertinggi seluruh
kabilah-kabilah itu dalam melakukan kemurtadan. Karenanya ia menempatkan Khalid
bin Walid memimpin brigade pertama untuk menggempur Tulaihah bin Khuwailid dari
Banu Asad. Selesai dari sana ia harus berangkat menghadapi Malik bin Nuwairah, pemimpin
Banu Tamim di Butah. Banu Asad dan Banu Tamim ini kabilah-kabilah murtad
yang terdekat ke Medinah. Wajar sekali bila Muslimin harus memulai dari mereka untuk
memperlihatkan kehancuran mereka di mata kekuatan-kekuatan yang lain. Khalid adalah
komandan yang paling pantas untuk memperoleh kemenangan.
Ikrimah bin Abi Jahl oleh Abu Bakr ditempatkan sebagai komandan brigade kedua
untuk menghadapi Musailimah dari Banu Hanifah di Yamamah, dan Syurahbil bin Hasanah
pada brigade ketiga dengan perintah untuk membantu Ikrimah dalam menghadapi
Musailimah. Setelah tugas itu selesai Syurahbil diperintahkan menyusul Amr bin As
sebagai bala bantuan dalam menghadapi Quda'ah. Buat Ikrimah dan Syurahbil tampaknya
Yamamah cukup alot, yang kemudian datang Khalid bin Walid yang akhirnya dapat
menumpas kaum murtad setelah Musailimah terbunuh dalam pertempuran 'Aqriba'.
Abu Bakr menempatkan Muhajir bin Abi Umayyah al-Makhzumi memimpin brigade
keempat untuk menghadapi pasukan Aswad di Yaman, Amr bin Ma'di Karib az-Zubaidi
dan Qais bin Maksyuh al-Muradi. Bila tugas ini sudah diselesaikan, mereka harus
berangkat ke Kindah dan Hadramaut untuk menghadapi Asy'as bin Qais serta para pemberontaknya.
Brigade kelima ditugaskan ke Tihamah Yaman, dipimpin oleh Suwaid bin
Muqarrin al-Awsi. Brigade keenam dipimpin oleh Ala' bin al-Hadrami untuk menyerbu Hutam bin
Dabi'ah sekutu Banu Qais bin Sa'labah yang murtad di Bahrain. Huzaifah bin Mihsan
al-Gilfani dari Himyar memimpin brigade ketujuh untuk memerangi Zut-Taj Laqit bin
Malik al-Azdi yang mengaku nabi di Oman. Brigade kedelapan dipimpin oleh Arfajah
bin Harsamah menuju Mohrah. Sudah wajar sekali bila brigade-brigade itu dikerahkan ke selatan mengingat kekuatan ada di bagian ini serta kegigihannya yang bertahan sebagai kaum murtad. Sedangkan Semenanjung bagian utara cukup dihadapi oleh tiga brigade, salah satunya dipimpin
oleh Amr bin As untuk menghadapi Quda'ah, yang kedua dipimpin oleh.Mi'an bin
Hajiz as-Sulami untuk menghadapi Banu Sulaim dan sekutu-sekutunya di Hawazin, dan
yang ketiga dipimpin oleh Khalid bin Sa'id bin As untuk membebaskan dataran Syam.
pasukan, dan sumber semua pengiriman perintah untuk bergerak dari
tempat ke tempat yang lain. Abu Bakr mengeluarkan perintah kepada
semua komandan pasukan agar jangan ada yang pindah dari perang berkelompok
yang sudah dimenangkan untuk bergerak ke tempat lain sebelum
mendapat izin. Dia yakin sekali bahwa kesatuan komando dalam
perang merupakan salah satu taktik yang paling kuat dan tepat, dan jaminan
untuk mencapai kemenangan.
Memilih komandan brigade dari kalangan Muhajirin
Ada sekelompok orang dari kalangan Ansar yang menilai bahwa
Abu Bakr telah menyerahkan pimpinan brigade itu hanya kepada kaum
Muhajirin, tanpa ada seorang pun dari Ansar. Tetapi ia melakukan itu
sebenarnya dengan tujuan supaya orang-orang Medinah (Ansar) tetap sebagai
kekuatan pertahanan dalam kota, karena mereka lebih mengetahui
keadaan di dalam, dan cintanya dalam menjaga daerahnya itu melebihi
siapa pun. Anggapan sebagian orang bahwa mereka tidak diikutsertakan
karena adanya kekhawatiran setelah melihat sikap yang mereka dulu di
Saqifah Banu Sa'idah, samasekali tak beralasan. Brigade-brigade itu dibentuk
hanya untuk menghadapi kaum murtad. Dalam keimanan kepada
Allah dan Rasul-Nya kaum Ansar tidak kurang dari Muhajirin, sehingga
kekhawatiran terhadap pihak Ansar dalam memerangi kaum murtad
juga tidak beralasan. Andaikata penafsiran semacam itu terhadap Ansar
dapat dibenarkan, tentu hal yang sama dapat juga dibenarkan terhadap
sahabat besar lainnya seperti Ali, Talhah dan Zubair, yang juga tinggal
di Medinah, seperti juga Umar bin Khattab, untuk memberikan pendapat
dan saran kepada Abu Bakr, sehingga segala perencanaan darr strategi
yang disusun oleh pusat komando tertinggi itu akan bertambah kuat.
Abu Bakr tak dapat diragukan
Apa yang dikhawatirkan Abu Bakr dan membuatnya lebih berhatihati?
Ia menduduki jabatan Khalifah iru bukan atas keinginannya sendiri,
tetapi karena kalangan terkemuka di Medinah berpendapat dialah yang
paling tepat untuk itu. Sejak pertama ia memegang jabatan itu ia sudah
menyatakan perkiraannya mengenai beban yang dihadapinya bahwa penerimaannya
itu adalah suatu pengorbanan di jalan Allah. Begitu selesai
dibaiat ia berpidato yang antara lain katanya: "Saya diserahi jabatan
ini, tetapi saya menerimanya karena terpaksa. Demi Allah, saya sangat
mengharapkan sekiranya ada yang lain saja." Pada kesempatan lain ia
pernah berpidato, setelah mengucapkan hamdalah: "Manusia yang paling
malang di dunia dan di akhirat ialah raja-raja." Melihat orang banyak
menengadah dan terkejut ia berkata:
"Kenapa Saudara-saudara, kalian adalah orang-orang yang cepat membuat
kecaman, cepat membuat kritik. Ada raja yang bila sudah menjadi
raja oleh Allah ditarik apa yang ada di tangannya itu, dan mengingini
apa yang ada di tangan orang lain... tak ubahnya seperti fatamorgana,
dari luar tampak gembira, batinnya menderita."
Rumah Abu Bakr ketika itu di Sunh, tempat istrinya, Habibah bint
Kharijah, sebuah rumah desa di pedalaman yang kecil. Setelah ia dibaiat
sebagai Khalifah sedikit pun tidak mengalami perubahan, juga rumahnya
yang di Medinah. Bahkan selama enam bulan ia berjalan kaki dari Sunh
ke Medinah. Adakalanya ia naik kuda miliknya. Ia seorang pedagang
pakaian. Setelah dilihatnya beban negara akan lebih berat untuk dirangkap
dengan perdagangan, ia berkata: "Tugas ini tak sesuai dengan urusan
dagang! Untuk tugas ini dan mengurus umat seharusnya ditekuni secara
khusus, dan untuk keluargaku dapat disediakan yang seperlunya." Urusan
dagangnya itu lalu ditinggalkannya dan ia hanya menerima gaji dari perbendaharaan
Muslimin (baitulmal) yang sekadar cukup untuk keperluannya
dan keperluan keluarganya. Menjelang saat kematiannya ia berkata: "Kembalikanlah harta Muslimin
yang masih ada pada kami. Jangan ada yang tertinggal pada saya.
Tanah saya di tempat anu untuk Muslimin, yang saya peroleh dari harta mereka."
Umar bin Khattab yang menguasai tanah .itu setelah ia menjadi Khalifah
berkata: "Abu Bakr meninggalkan beban buat orang yang sesudahnya."
Begitu berhati-hati dia sebagai manusia! Betapa pula berhati-hatinya
ketika ia membentuk sebelas brigade, ketika kedudukannya sudah
begitu kuat di kalangan Muslimin. Bahkan di kalangan orang Arab semuanya,
dengan segala keteguhan hati, pandangannya yang tepat serta
iman yang sungguh-sungguh, di samping kesediaannya suka berkorban.
Semua itu adalah sebagian dari sifat-sifat Abu Bakr dalam segala kegiatan
hidupnya. Kemudian kekuatan dan kebersihan pribadinya pada
saat-saat semacam itu, pada saat kepala sudah mulai beruban setelah
usianya di atas enam puluh tahun dan menjabat sebagai pengganti Rasulullah.
Karena itu tak ada orang yang masih meragukan segala niat
baiknya, tak ada orang yang akan merasa ragu dalam melaksanakan perintahnya.
Brigade Khalid bin Walid
Brigade Khalid bin Walid adalah yang terkuat dari antara sebelas
brigade yang dibentuknya. Anggotanya terdiri atas para pejuang pilihan
dari Muhajirin dan Ansar. Dan barangkali Khalid sendiri yang memilih
mereka. Nanti akan kita lihat bahwa dalam Perang Riddah mereka telah
benar-benar berjuang mati-matian. Kemudian dalam menghadapi Irak
dan Syam perjuangan mereka juga tiada taranya, tiada celanya.
Khalid bin Walid panglima genius dan Pedang Allah
Tidak heran jika demikian keadaan brigade yang dipimpin oleh Khalid
bin Walid. Allah telah memberi karunia berupa bakat kepadanya, seperti
yang diberikan kepada Iskandar Agung, Jengiz Khan, Julius Caesar,
Hannibal dan Napoleon. Ia seorang pahlawan lapangan yang berani dan
nekat, penilaiannya cepat dan tepat, tak pernah mundur menghadapi
bahaya, pandai mengelak dan menyerang dalam perang. Sudah banyak
orang yang menyaksikan kejelian dan kehebatannya di medan perang.
Rasulullah pernah memberikan gelar Saifullah — "Pedang Allah" kepadanya
tatkala ia memimpin pasukan di Mu'tah setelah terbunuhnya
Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Dalam
menghadapi pasukan Rumawi ia pandai mengelak dan menyerang, kemudian
ia berbalik dan dapat melepaskan diri dengan selamat. Meskipun
tidak membawa kemenangan, tetapi juga tidak dalam kekalahan yang
memalukan. Khalid Saifullah selalu berada dalam medan pertempuran
sampai akhir hayatnya. Sebelum menganut Islam Khalid adalah seorang pahlawan Kuraisy
yang ditakuti dan penunggang kuda yang hebat. Dalam Perang Badr,
Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam barisan kaum musyrik. Ia
mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak kasar, cenderung
pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan. Kalau tidak karena punya
penilaian yang tepat dan cepat, wataknya akan membahayakan dirinya
sendiri. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan perang, tak
pernah takut kepada siapa pun. Ketika Rasulullah pergi ke Mekah dalam
menunaikan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah kemudian kembali ke
Medinah, di hadapan orang-orang Kuraisy Khalid berkata: "Bagi orang
berpikiran sehat sudah jelas sekarang bahwa Muhammad bukan tukang
sihir dan bukan penyair. Yang dikatakannya itu ialah firman Allah seru
sekalian alam. Sudah seharusnya orang yang punya hati nurani akan
mengikutinya." Pernah terjadi diskusi dia dengan Ikrimah bin Abi Jahl, tetapi tak
sampai terjadi kekerasan karena khawatir akan akibatnya. Dalam pertemuan
itu Abu Sufyan tidak hadir. Tetapi ketika mendengar Khalid sudah
masuk Islam, dipanggilnya Khalid dan ditanya: Benarkah demikian?
Khalid menjawab bahwa memang benar, dia sudah masuk Islam dan
bersaksi tentang kerasulan Muhammad. Abu Sufyan berang, lalu katanya:
"Demi Lat dan Uzza, kalau aku tahu apa yang kaukatakan itu benar, sebelum
Muhammad tentu kaulah yang akan kumulai." Tetapi sebagai orang
yang punya harga diri Khalid menjawab dengan nada keras: "Demi Allah,
orang suka atau tidak, sungguh dia benar." Khalid lalu pergi ke Medinah.
la segera mendapat tempat di hati
Muslimin sebagai seorang panglima perang. Ketika terjadi perang Mu'tah,
dialah Pedang Allah di sana, dan Pedang Allah sesudah itu. Di tangannya
Allah memberi kemenangan atas Irak dan Syam dan menundukkan
Persia dan imperium Rumawi, dua adikuasa yang menguasai dunia saat
itu. Tidak heran jika Abu Bakr menempatkannya untuk memimpin brigadenya
yang paling tangguh. Tidak pula heran jika juga Khalid yang
harus menghadapi perang Riddah dan yang sesudahnya, seperti yang
akan kita uraikan nanti lebih lanjut.
Gerakan damai sebelum Perang Riddah
Adakah Abu Bakr memberangkatkan kesebelas brigade itu ke medan
perang begitu persiapannya selesai? Adakah pemberangkatan itu dilakukan
sekaligus? Itulah yang disebutkan oleh beberapa sumber meski kenyataan
menunjukkan yang sebaliknya. Tetapi bagaimanapun juga, sebelum
pemberangkatan pertama, sudah lebih dulu dipersiapkan suatu
gerakan damai dengan sebaik-baiknya. Ke seluruh Semenanjung itu terlebih
dulu disiarkan surat pengumuman yang ditujukan kepada siapa saja
yang mengetahui isi surat itu, yang awam atau yang khas, yang tetap
dalam Islam atau yang murtad. Surat itu dimulai dengan ucapan hamdalah
dan puji-pujian kepada Allah. Kemudian menyebutkan bahwa risalah
Muhammad itu benar datang dari Yang Mahakuasa sebagai berita baik
dan peringatan. Kemudian menyebutkan bahwa Rasulullah telah wafat
setelah selesai menyampaikan apa yang diperintahkan Allah kepada
umat manusia, dan Allah sudah menjelaskan itu kepada umat Islam
dengan firman-Nya:
"Sungguh, engkau akan mati, dan mereka pun akan mati." (Qur'an, 39. 30).
"Kami tidak menjadikan manusia sebelummu hidup kekal; kalaupun
kau mati, adakah mereka akan hidup kekal?" (Qur'an, 21. 34).
"Muhammad hanyalah seorang rasul; sebelumnya pun telah berlalu
rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh, kamu akan berbalik
belakang (menjadi murtad)? Barang siapa berbalik belakang, samasekali
takkan mertigikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orangorang
yang bersyukur. " (Qur'an, 3. 144).
Surat Abu Bakr kepada kaum murtad
Maksud Abu Bakr menyebutkan ayat-ayat itu untuk menangkis pangkal
fitnah dan kekacauan karena mereka mengatakan: Kalau Muhammad
benar seorang rasul, tentu ia tidak akan mati. Kemudian setelah
mengingatkan supaya orang tetap bertakwa kepada Allah dan bertahan
dengan agama-Nya, ia berkata: "Kepada saya diberitahukan adanya orangorang
yang telah meninggalkan agamanya setelah berikrar dalam Islam
dan menjalankan segala syariatnya, berbalik tidak lagi mengindahkan
Allah Subhanahu wa ta 'ala dan perintah-Nya, tetapi sebaliknya telah
mengikuti kehendak setan... Saya sudah mengeluarkan perintah kepada
polan memimpin pasukan bersenjata yang terdiri atas kaum Muhajirin,
Ansar dan para pengikut yang baik, kepadamu sekalian, dan saya perintahkan
untuk tidak memerangi dan membunuh siapa pun sebelum diajak
mematuhi ajaran Allah. Barang siapa memenuhi ajakan itu, mengakui
dan meninggalkan kesesatan, lalu kembali mengerjakan pekerjaan yang
baik, harus diterima dan dibantu. Tetapi barang siapa tetap membangkang,
maka harus diperangi dan jangan ada yang ditinggalkan. Mereka harus
dihujani dan dibakar dengan api, dibunuh; perempuan dan anak-anak
ditawan, dan siapa pun janganlah diterima kecuali ke dalam Islam. Barang
siapa setuju, itulah yang baik untuk dirinya dan barang siapa mengelak
Allah tidak akan lemah karenanya. Aku sudah memerintahkan utusanku
untuk membacakan surat ini kepada setiap kelompok dari kamu sekalian.
Dan ajakan itu ialah dengan azan." Ketika itu bila Muslimin menyerukan
azan dan orang menyambut azan itu, mereka dibiarkan, dan kalau tidak
menyerukan ditanya apa sebabnya. Kalau menolak cepat-cepat ditindak.
Abu Bakr menyiarkan seruannya itu di segenap penjuru Semenanjung.
Dengan itu tujuannya supaya mereka yang masih ragu, mendapat
kesempatan berpikir. Ternyata banyak orang yang mengikuti penganjur-
penganjur golongan murtad itu karena mereka takut akibatnya bila
tetap bertahan dalam Islam. Jika melihat dirinya berada di antara dua
kekuatan, mereka lebih cenderung kepada Islam, atau setidak-tidaknya
diam tidak membela pemimpin-pemimpin kaum murtad itu. Mereka sudah
tidak berdaya, dan tidak sedikit dari mereka yang tidak mengadakan
perlawanan. Pengaruh rencana Abu Bakr dengan gerakan damainya itu
hasilnya akan kita lihat jelas sekali.
Kesungguhan Abu Bakr dalam gerakan damainya
Dengan gerakan damainya itu Abu Bakr tidak bermaksud hendak
mencoba-coba, kalau berhasil syukur, kalau tidak akan dicari cara lain
untuk membuat gerakan damai baru lagi. Samasekali tidak! Tiap kata
dan tiap bentuk ancaman dalam suratnya itu memang ditulis dengan
sungguh-sungguh. Selesai membuat surat itu segera ia menulis pula kepada
para komandan brigade mengenai batas waktu untuk memerangi
siapa saja yang berbalik dari Islam. Ia tidak akan memaafkan lagi kaum
murtad yang pernah mengancam itu, setelah diberi maaf dan diajak
kembali kepada Islam. Kalau mereka bersedia menerima ajakan pasukan
Muslimin hentikanlah, kalau tidak, teruskan serangan itu sampai mereka
bersedia mengakui. Kemudian beritahukanlah hak dan kewajiban mereka:
ambil apa yang menjadi kewajiban mereka, dan berikan apa yang menjadi
hak mereka, jangan ditangguhkan. Barang siapa memenuhi ajakan itu,
maka kebebasannya tak boleh diganggu dan setelah itu segala persoalannya
hanya Allah yang tahu. Tetapi barang siapa tetap menolak seruan Allah,
boleh dibunuh dan diperangi di mana pun mereka berada, dan tak ada
kompromi kecuali Islam. Perangi mereka dengan senjata dan api.
Politik Abu Bakr: sebuah analisis tentang keteguhan hatinya
Dengan dua pucuk surat serta brigade-brigade yang dibentuk oleh
Abu Bakr itu persiapan memerangi kaum murtad selesai sudah. Semua
ini kita lihat sebagai gambaran yang lengkap tentang ketegasan politik
yang diterapkan oleh Abu Bakr dalam pemerintahannya. Sebagian orang
menganggap semua ini aneh sekali, mengingat Abu Bakr yang terkenal
dengan perangainya yang sangat halus, lemah lembut dan biasanya banyak
mengalah demi kebaikan bersama.
Tetapi sebenarnya bukan hal yang mengherankan. Dengan imannya
yang kuat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Abu Bakr tak pernah
mengenai arti ragu. Orang yang berwatak lembut memang tidak menyukai
kekerasan dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi bila sudah berhubungan dengan soal yang sudah menjadi keyakinannya,
ia tidak lagi mengukur kekerasan dan kekuatan itu dengan kekerasannya
dan kekuatannya sendiri. Pada setiap pribadi manusia sifatsifat
itu seolah sudah tersusun dengan ukuran yang hampir berimbang
antara kekerasan dengan kelembutan. Kemudian dalam mengukur waktu
dan kesempatan, harus dengan kekerasan atau harus dengan kelembutan,
terdapat peringkat yang berbeda-beda. Ada yang wataknya lebih sering
dikuasai oleh kekerasan, sehingga kita mengira ia tidak akan pernah
mengendur. Kebalikannya, ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh
sifat lemah lembut, dan kita mengira ia tidak akan pernah menggunakan
kekerasan. Tetapi dalam kenyataan, orang yang kita lihat sering dikuasai
oleh kekerasan kadang jadi lemah lembut sedemikian rupa, sehingga
pada orang lain yang biasa begitu halus dan lembut pun tidak kita
jumpai. Orang yang lebih sering begitu halus perasaannya, sampai ia
merasa pilu dan menangisi penderitaan orang lain, kadang menjadi orang
yang sangat tegar dan keras tak mengenal ampun, sehingga tak akan
kita jumpai pada orang yang berwatak keras sekalipun.
Adakah orang yang akan mengira bahwa Abu Bakr akan bersikap
demikian tegas menentang sahabat-sahabat besar lainnya, yang Muhajirin
dan yang Ansar, ketika hendak mengirim pasukan Usamah? Atau
akan bersikap begitu keras menghadapi mereka yang enggan menunaikan
zakat tanpa pedulikan pasukannya yang sedang tidak di kota Medinah?
Kita nanti akan melihat sikap serupa ini, yang akan membuat
kita heran dan kagum karena wataknya yang begitu keras dan tegar,
watak yang biasa selalu halus dan lembut hati itu.
Baru saja kita bicara tentang Abu Bakr yang sangat kuat imannya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Buat dia, kebenaran itu hanya iman, tak
ada kebenaran yang lain, tiada diselubungi kebatilan dari depan atau
dari belakangnya. Semuanya benar, telah dijelaskan oleh Allah dalam
Kitab-Nya yang telah diwahyukan kepada Muhammad, hamba dan Rasul-
Nya itu. Kalau orang masih boleh tawar-menawar satu dengan yang lain
dalam masalah dunia, maka tak ada tawar-menawar mengenai kebenaran
yang berhubungan dengan Allah Mahaagung, dan siapa pun tak akan
mampu mempersoalkan-Nya selain menerima dan tunduk kepada-Nya.
Jika ada orang bermaksud hendak melawan kebenaran-Nya tak ada cara
lain buat Abu Bakr selain harus memeranginya sampai ia kembali kepada
kebenaran itu. Abu Bakr akan tetap memeranginya, walau hanya seorang
diri, walau di kota sudah tak ada orang lain lagi. Demikianlah
halnya dalam menghadapi mereka yang menolak menunaikan zakat,
apalagi yang sampai murtad atau bermaksud hendak beriman kepada
seorang rasul selain Muhammad Rasulullah.
Perang Riddah sangat menentukan hidupnya Islam
Selesai mengadakan persiapan untuk menghadapi kaum murtad itu,
kini tiba waktunya buat Abu Bakr untuk melancarkan perang yang sangat
menentukan dalam sejarah Islam. Memang tak dapat diragukan lagi,
memang itu perang yang sangat menentukan. Jika perang itu tidak dimenangkan
oleh Muslimin, pasti akan merupakan ancaman kembalinya
orang-orang Arab ke dalam kehidupan jahiliah yang pertama. Tetapi
Allah Subhanahu wa ta 'ala menghendaki agama-Nya mengalahkan
semua agama, dan Abu Bakr menjadi bukti yang dapat diuji apa yang
sudah dikehendaki dan ditentukan itu. Oleh karena itu, orang tidak mengenal
dan tidak akan pernah mengenal sejarah Islam dan berbagai perang
Riddah seperti yang dihadapi oleh Abu Bakr, dan dapat diatasi dengan
kekuatan imannya. Kemudian, itulah awal tersebarnya Islam di Timur
dan di Barat.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. tiada gelar pahlawan akn tersemat tanpa pengorbana yg ikhlas

    BalasHapus