Minggu, 18 Maret 2012

MEMBERANTAS PEMBANGKANG ZAKAT



MEMBERANTAS PEMBANGKANG ZAKAT
Sementara Usamah sedang dalam perjalanan menuju perbatasan Rumawi,
berita yang tersiar bahwa Nabi telah wafat mendorong orangorang
Arab di luaran itu untuk memberontak terhadap kekuasaan Medinah.
Pemberontakan di Yaman makin berkobar meski Aswad sudah
terbunuh. Musailimah dari Banu Hanifah dan Tulaihah dari Banu Asad
kemudian mulai pula mendakwakan diri nabi dan mengajak orang supaya
mempercayai kenabian mereka. Seruan itu berhasil, sehingga orang
semacam Uyainah bin Hisn berkata mengenai Tulaihah: "Nabi dari persekutuan  yakni Asad dan Gatafan lebih kami sukai daripada Nabi
yang dari Kuraisy. Muhammad sudah meninggal, sedang Tulaihah masih hidup."
Tanda-tanda pembangkangan
Baru saja Abu Bakr memangku jabatan Khalifah, para utusan iti
datang kepadanya membawa berita-berita ini dan yang berita lebih gawat
lagi dari itu. la berkata kepada mereka: "Jangan dulu meninggalkan
tempat sebelum para utusan pejabat-pejabat itu dan yang lain datang
membawa berita yang lebih terinci mengenai gejala pembangkangan
itu." Tak lama kemudian memang datang surat-surat dari para kuasa
Nabi di berbagai daerah di Semenanjung itu tentang adanya pembangkangan
yang sifatnya umum atau sendiri-sendiri. Surat-surat itu
juga menyebutkan tentang adanya permusuhan para pembangkang terhadap
orang yang ada di tengah-tengah mereka, yang masih bertahan
dengan keislamannya. Juga di tempat-tempat sekitar Abu Bakr api mulai
berkobar. Hal ini perlu diatasi, yang sejak dibebaskannya Mekah
dan masuknya Ta'if ke dalam Islam belum pernah terjadi hal serupa itu.
Para kabilah yang enggan menunaikan zakat
Kekacauan yang menimpa kawasan Arab itu berkesudahan dengan
berbaliknya mereka dari Islam, sementara yang lain tetap dalam Islam
tapi tak mau membayar zakat kepada Abu Bakr. Keengganan membayar
zakat itu baik karena kikir dan kelihaian mereka seperti kelihaiannya
dalam mencari dan menyimpan uang, dan pergi kian ke mari sampai
mengorbankan hidupnya demi memperolehnya, atau karena anggapan
bahwa pembayaran itu sebagai upeti yang sudah tak berlaku lagi sesudah
Rasulullah tiada, dan boleh dibayarkan kepada siapa saja yang
mereka pilih sendiri sebagai pemimpinnya di Medinah. Mereka mogok
tak mau membayar zakat dengan menyatakan bahwa dalam hal ini mereka
tidak tunduk kepada Abu Bakr.
Demikian yang terjadi dengan kabilah-kabilah yang dekat dengan
Medinah, terutama kabilah Abs dan Zubyan. Apa kiranya yang harus
dilakukan kaum Muslimin terhadap mereka? Untuk memerangi mereka
tidak mudah setelah Abu Bakr melaksanakan perintah mengirimkan
Usamah, sebab sudah tak ada lagi pasukan untuk mempertahankan
Medinah. Setujukah mereka membiarkan para pembangkang itu tidak
menunaikan zakat,,yang dengan demikian diharapkan dapat mengambil
hati mereka, kalau-kalau mereka dapat membantu menghadapi orangorang
yang sudah melanggar janji dan jadi murtad meninggalkan Islam?
Ataukah memerangi mereka, yang dengan demikian berarti pula
menambah jumlah musuh, yang tanpa angkatan bersenjata mereka tidak
akan mampu berperang?
Saran Umar dan sebagian sahabat tak setuju
Abu Bakr mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna
meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan
zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk
tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama.
Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang
menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan
mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan
berkepanjangan. Abu Bakr terpaksa melibatkan diri mendukung golongan
minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak
dari kata-katanya ini: "Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan
zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Sallallahu
'alaihi wasallam, akan kuperangi."
Tanpa mengurangi penghargaannya atas apa yang dikatakan Abu
Bakr itu Umar khawatir sekali bahwa jalan kekerasan demikian akibatnya
akan sangat berbahaya buat Muslimin. Umar menjawab dengan nada
agak keras juga:
"Bagaimana kita akan memerangi orang yang kata Rasulullah Sallallahu
'alaihi wasallam. 'Aku diperintah memerangi orang sampai
mereka berkata: Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul-nya.
Barang siapa berkata demikian darah.dan hartanya terjamin, kecuali
dengan alasan, dan masalahnya kembali kepada Allah.'"
Tanpa ragu Abu Bakr langsung menjawab Umar:
"Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan
salat dengan zakat. Zakat adalah harta. Dikatakan: "kecuali dengan
alasan." Dalam menyimpulkan pembicaraan itu sumber-sumber menyebutkan
bahwa Umar kemudian berkata: "Demi Allah, tiada lain yang harus kukatakan, semoga Allah melapangkan
dada Abu Bakr dalam berperang. Aku tahu dia benar."
Peristiwa ini mengingatkan kita pada apa yang pernah terjadi antara
Rasulullah dengan delegasi Saqif yang datang dari Ta'if, bahwa
mereka menyatakan bersedia masuk Islam dengan permintaan agar dibebaskan
dari kewajiban salat. Waktu itu Muhammad menolak permintaan
mereka dengan mengatakan:
"Tidak baik agama yang tidak disertai salat."
Barangkali itu juga yang dimaksudkan oleh Abu Bakr ketika berkata:
"Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan
salat dengan zakat." Kabilah-kabilah Abs dan Zubyan serta Banu Kinanah; Gatafan dan
Fazarah yang bergabung dengan mereka mengirim beberapa orang. Mereka
mengambil tempat tidak jauh dari Medinah. Orang-orang itu kemudian
terbagi ke dalam dua kelompok: satu kelompok mengambil tempat di
Abraq di bilangan Rabazah, dan yang lain di Zul-Qassah, tempat terdekat
dari Medinah di jalan menuju ke Najd. Para pemimpin kelompokkelompok
itu kemudian mengutus delegasi ke Medinah. Mereka menuju
ke rumah orang-orang terkemuka dan meminta kepercayaan Abu Bakr
bahwa mereka akan menjalankan salat tetapi tidak akan memberikan
zakat. Jawab Abu Bakr seperti yang sudah kita lihat: "Demi Allah, orang
yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, akan kuperangi."
Perintah Abu Bakr kepada penduduk Medinah
Delegasi itu masing-masing kembali kepada yang mengutus mereka
sesudah mengetahui rahasia Medinah yang terbuka tanpa pengawalan.
Menyadari keadaan yang demikian itu Abu Bakr segera meminta orang
berkumpul dan ia berkata: "Kota kita ini dikelilingi oleh orang-orang kafir.
Delegasi mereka telah melihat jumlah kita yang kecil. Kita tidak tahu,
mereka akan menyerbu kita malam hari atau di waktu siang. Mereka
yang terdekat dari kita berjarak dua belas mil. Mereka mengharapkan
kita mau menerima mereka dan berkompromi dengan mereka. Tetapi
permintaan mereka kami tolak dan delegasi mereka kami suruh pulang.
Maka bersiap-siaplah dan persiapkanlah."
Setelah itu ia memanggil Ali, Zubair, Talhah dan Abdullah bin
Mas'ud supaya bersiap di pintu-pintu masuk Medinah dan yang lain
berkumpul di mesjid dalam keadaan siap tempur.
Pertempuran pertama di masa Abu Bakr
Perkiraan Abu Bakr tidak meleset. Belum selang tiga malam, para
pembangkang zakat itu sudah menyerbu Medinah dengan tujuan hendak
melemahkan semangat mereka bila menghadapi perang, dan supaya Khalifah
mau mengalah mengenai salah satu ketentuan Islam itu. Patroli di
pintu-pintu masuk kota itu sudah memperkirakan dari arah mana musuh
akan datang. Mereka memberitahukan Ali, Zubair, Talhah dan Abdullah
bin Mas'ud serta tokoh-tokoh yang lain. Mereka meneruskan berita itu
kepada Abu Bakr dan Abu Bakr memerintahkan untuk tidak meninggalkan
tempat. Dengan naik unta ia memberitahukan orang-orang yang
berada di mesjid. Kemudian bersama-sama mereka semua ia berangkat
untuk menghadapi para pembangkang yang hendak menyusup di malam
gelap itu.
Dalam pikiran kabilah-kabilah itu tak terlintas bahwa mereka akan
menghadapi perlawanan setelah mereka mengenai situasi Medinah dan
penduduknya.
Baru setelah Abu Bakr dan anak buahnya menyergap mereka,
mereka pun terkejut dan lari tunggang langgang. Mereka dikejar sampai
ke Zul-Husa. Di tempat ini kabilah-kabilah itu meninggalkan sepasukan
bala bantuan sebagai cadangan kalau-kalau pada waktunya kelak diperlukan.
Tetapi mereka merasakan kabilah-kabilah itu kini kembali
dalam keadaan porak-poranda dan sedang dikejar oleh pihak Muslimin.
Mereka mencoba mengadakan perlawanan dan dalam malam gelap itu
terjadi pertempuran antara kedua pihak, yang hasilnya tidak diketahui.
Kabilah-kabilah yang tinggal di Zul-Husa itu membawa kantong-kantong
kulit yang setelah ditiup diikat dengan tali lalu ditendang ke muka untaunta
yang dinaiki pihak Medinah. Unta-unta itu bukan yang sudah terlatih
untuk perang. Hewan-hewan itu malah berbalik lari dalam ketakutan
bersama penunggangnya kembali ke Medinah.
Muslimin berbalik ke Medinah
Pihak Abs dan Zubyan serta sekutunya bersorak kegirangan melihat
pihak Muslimin melarikan diri, yang menurut dugaan mereka karena
sudah lemah. Peristiwa ini oleh mereka dilaporkan ke Zul-Qassah. Orangorang
dari tempat itu berdatangan dan mereka saling bertukar pikiran
untuk tidak membiarkan Medinah sebelum Abu Bakr bersedia memenuhi
tuntutan mereka. Abu Bakr dan kaum Muslimin yang lain malam
itu tidak tidur. la bersiap-siap dan memobilisasi mereka. Menjelang akhir
malam ia keluar memimpin mereka dengan mengatur barisan sayap kanan
dan kiri serta barisan belakang, dan cepat-cepat berangkat. Begitu
terbit fajar tanpa dirasakan dan tanpa diketahui musuh, mereka sudah
berada di daerah lawan itu. Bagaimana mereka akan tahu, karena mereka
sudah begitu puas dengan kemenangan yang mereka peroleh dan
malam itu mereka tidur nyenyak.
Kemenangan gemilang pagi itu juga
Pihak Muslimin sudah menghunus pedang berhadapan dengan musuh,
yang kini juga menyerang dalam ketakutan. Tetapi anak buah Abu
Bakr tak mengenal ampun menghantam mereka, sementara dalam pagi
buta itu mereka jadi kacau balau. Sampai ketika matahari sudah mulai
memancarkan sinarnya, mereka masih berlarian tanpa melihat ke belakang
lagi. Tetapi Abu Bakr terus mengejar mereka sampai ke Zul-
Qassah dan mereka terus berlari. Sampai di situ mereka dibiarkan lari
dan Abu Bakr kembali ke markasnya di tempat itu juga. Nu'man bin
Muqarrin pimpinan barisan kanan bersama beberapa orang ditempatkan
di daerah itu untuk mengusir mereka yang bermaksud menyerang Abu
Bakr tetapi mereka sudah dipatahkan.
Di sini orang harus merenung sejenak sebagai tanda kagum terhadap
Abu Bakr, dengan imannya yang begitu kuat, dengan ketabahan
dan keteguhan hatinya. Sikap itu mengingatkan kita pada sikap Rasulullah
'alaihis-salam. Sungguh agung ekspedisi Abu Bakr yang pertama
ini, tak ubahnya seperti agungnya perang Badr. Dalam perang Badr itu
jumlah pihak Muslimin yang dipimpin Muhammad tidak lebih dari tiga
ratus orang, berhadapan dengan kekuatan musyrik Mekah yang jumlahnya
lebih dari seribu orang. Orang-orang Medinah ini terdiri dari tentara
dan bukan tentara, dipimpin oleh Abu Bakr dalam jumlah kecil, berhadapan
dengan sebuah gabungan besar terdiri dari Abs, Zubyan, Gatafan
dan kabilah-kabilah lain. Ketika itu Muhammad berbenteng iman dan
iman sahabat-sahabatnya, dan dengan pertolongan Allah kepada mereka
dalam menghadapi kaum musyrik. Di sini pun Abu Bakr berbentengkan
imannya dan iman para sahabat dan memperoleh kemenangan seperti
kemenangan yang diperoleh Rasulullah. Kemenangan ini menanamkan
pengaruh besar ke dalam hati kaum Muslimin.
Kekaguman orang kepada Abu Bakr dalam peristiwa ini memang
pada tempatnya. Sejak semula ia sudah bertekad untuk tidak meninggalkan
apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah. Kalau memang itu
pendiriannya yang sudah tak dapat ditawar-tawar lagi, tidak heran jika
segala tawar-menawar yang berhubungan dengan ketentuan Allah dalam
Qur'an ditolaknya. Setiap ada permintaan agar ia mau mengalah
mengenai sesuatu yang oleh Rasulullah sendiri tidak akan dilakukannya,
orang akan selalu ingat pada kata-kata abadi yang pernah diucapkan
Rasulullah:"Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan
kananku dan meletakkan bulan di tangan diriku, dengan maksud supaya
meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah
Yang akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa
karenanya."Ini juga yang dilakukan Abu Bakr ketika sahabat-sahabatnya memintanya
ia mengubah sikap dalam pengiriman pasukan Usamah. Dan ini
juga sikapnya ketika orang-orang Arab minta dikecualikan dalam hal
kewajiban zakat. Itulah iman yang sebenarnya yang tak dapat dikalahkan
oleh siapa dan oleh apa pun. Buat dia maut itu bukan soal, dibandingkan
dengan iman yang berada di atas segalanya.
Iman yang begitu kuat itu, yang tak dapat dikalahkan oleh maut
dan oleh gemerlapnya kehidupan dunia, itulah yang menjaga Islam dalam
kemurnian dan keutuhannya pada saat yang sangat genting, yang
ketika itu harus dilaluinya. Boleh saja kita bertanya kepada diri sendiri: gerangan apa jadinya
keadaan kaum Muslimin sekiranya Abu Bakr ketika itu menerima saran
Umar dan sahabat-sahabatnya mengenai tuntutan mereka yang ingin dibebaskan
dari kewajiban membayar zakat itu dan mau berkompromi
dengan mereka? Rasanya tidak perlu saya menunjukkan bagaimana
jawabannya, sebab, seperti saya, pembaca juga tentu sudah tahu. Sampai
pada waktu itu, kabilah-kabilah Arab banyak sekali, yang cara hidup
mereka tidak jauh dari kehidupan jahiliah dan paganisma. Sekiranya
Abu Bakr mau berkompromi mengenai segala ketentuan agama, tentu
sudah terjadi tawar-menawar, dan orang-orang semacam Tulaihah dan
Musailimah serta' pengaku-pengaku nabi yang lain akan mendapat jalan
untuk menanamkan kebimbangan terhadap ajaran Muhammad yang datang
dari Allah. Kemudian dari kabilah-kabilah yang belum begitu selang
lama dari suasana kehidupan jahiliah akan mendapat orang yang mau
mempercayai dan mematuhi, bahkan percaya kepada mereka sehingga
bersedia mati untuk itu dalam melawan agama yang benar.
Kita dapat menghargai keteguhan hati Abu Bakr, kemudian pengaruh
kemenangannya di Zul-Qassah setelah kita mengetahui, bahwa
kaum musyrik dari Banu Zubyan dan Abs menyerbu Muslimin dan
membunuhi mereka secara kejam. Gejala yang didorong oleh amarah
dan perasaan hina serta membalas dendam secara rendah itu menambah
agungnya kemenangan Muslimin dan setiap Muslim dalam setiap kabilah
itu akan makin teguh dalam beragama.
Itulah yang membuat mereka kemudian berlomba dalam menunaikan
zakat kepada Khalifah. Mereka melihat Abu Bakr dapat mengalahkan
orang-orang murtad itu dengan kekuatan imannya, sementara pasukannya
dan Usamah bertugas di perbatasan dengan Rumawi, dan mereka
yakin bahwa kemenangan akan berada di pihak agama yang benar dan
karena imannya yang kuat pada agama itu. Cara balas dendam yang
rendah dan murah yang dijadikan sandaran kabilah-kabilah itu tidak
akan menghilangkan aib kekalahannya yang sangat memalukan, dan
harga balas dendamnya itu harus dibayar mahal.
Bagaimana mereka masih akan ragu padahal Abu Bakr sudah bersumpah
akan membunuh siapa pun dari setiap kabilah musyrik yang
membunuhi Muslimin, bahkan akan lebih banyak lagi. Tentu ia akan
melaksanakannya bila pasukan Usamah sudah kembali dan akan menghukum
mereka yang telah melakukan kejahatan.
Kabilah-kabilah menunaikan zakat kepada Abu Bakr
Kaum Muslimin pada setiap kabilah itu sekarang cepat-cepat menunaikan
zakat kepada Khalifah Rasulullah setelah kemenangannya di
Zul-Qassah itu. Yang mula-mula datang membayar zakat ialah Safwan
dan Zabriqan, pemimpin-pemimpin Banu Tamim, Adi bin Hatim at-Ta'i
atas nama kabilahnya Tayyi'. Orang menyambut kedatangan delegasi
atas nama golongan masing-masing itu dengan penuh gembira. Orang
sering berkata jika bertemu satu sama lain: 'Ini suatu peringatan.' Tetapi
Abu Bakr berkata: 'Bukan, ini kabar gembira, sebagai pelindung,
bukan kelemahan.' Orang banyak membalas kata-kata Abu Bakr itu
dengan mengatakan: "Kau selalu memberikan yang terbaik."
Abu Bakr tidak berlebihan ketika menyebut mereka pelindung dan
pembawa berita gembira. Kaum Muslimin di Medinah dan sekitarnya
ketika itu memang memerlukan sekali dukungan yang akan menopang
mereka setelah melihat bahaya yang akan menghancurkan keberadaan
mereka. Disebutkan bahwa Abdullah bin Mas'ud mengatakan:
"Setelah ditinggalkan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam keadaan
kami hampir binasa kalau tidak karena karunia Allah dengan Abu
Bakr kepada kami. Kami sudah sepakat tidak akan memerangi anakanak
unta betina itu. Kami akan beribadah kepada Allah hingga benarbenar
yakin. Tetapi Allah telah memberi keteguhan hati kepada Abu
Bakr untuk memerangi mereka. Demi Allah, yang mereka kehendaki
adalah cara yang sangat keji atau jalan perang dengan kemenangan.
Adapun cara yang keji, mereka mengakui bahwa barang siapa mati di
antara mereka bagiannya adalah neraka, dan barang siapa di antara
kami yang mati masuk surga. Kami dapat menebus korban, dapat
mengambil rampasan perang dari mereka. Tetapi apa yang mereka ambil
dari kami, kembali lagi kepada kami, sedang perang yang membawa
kemenangan ialah dengan terusirnya mereka dari tempat tinggal mereka itu."
Usamah kembali dari kawasan Rumawi
Orang di Medinah merasa senang dan aman dengan pertolongan
Allah kepada Abu Bakr itu. Kaum Muslimin dari semua kabilah berdatangan
kepada Abu Bakr dengan membawa harta zakat, tatkala Usamah
kembali dari daerah Rumawi dengan membawa kemenangan dan harta
rampasan perang, diikuti oleh pasukannya dari belakang. Abu Bakr dan
sahabat-sahabat besar lainnya menyambut mereka di Jurf. Orang ramai
pun berdatangan mengikuti Abu Bakr dan sahabat-sahabatnya itu, sambil
menyanyikan lagu-lagu keagungan dan kemenangan. Usamah langsung
menuju ke mesjid, menancapkan bendera yang dipercayakan Rasulullah
kepadanya, dan salat sebagai pernyataan syukur kepada Allah atas pertolongan
dan kemenangan yang telah dikaruniakan kepadanya dan kepada
pasukan Muslimin dalam menjunjung kebenaran dan menegakkan
agama yang mulia itu. Apa arti semua ini?! Bukankah itu suatu mukjizat yang dikehendaki
Allah untuk menolong agama-Nya? Adakah secara kebetulan saja takdir
menolongnya demikian rupa, yang gemanya sampai mendengung ke segenap
penjuru Semenanjung? Pada semua kabilah tekad Muslimin makin
teguh, dan mereka dapat menegakkan kepala di mata musuh. Orangorang
yang murtad itu sudah tak tahu lagi akan berkata apa.
Sekali lagi Abu Bakr memerangi para pembangkang zakat
Dengan kebijaksanaan dan ketelitian perkiraannya Abu Bakr berpendapat
tidak akan memberi kelonggaran kepada musuh-musuhnya itu,
bahkan akan membuat mereka lebih hina lagi. Kepada Usamah dan anak
buahnya ia berkata: Beristirahatlah kalian. Kemudian setelah mewakilkan
Usamah untuk Medinah, ia memanggil sahabat-sahabatnya yang
dulu untuk bersama-sama pergi ke Zul-Qassah. Tetapi kaum Muslimin
menyampaikan permohonan dengan mengatakan: "Khalifah Rasulullah,
janganlah mempertaruhkan diri. Kalau Anda mengalami bencana, orang
akan kacau. Dan Anda tinggal di sini akan lebih kuat menghadapi musuh.
Maka kirim sajalah yang lain. Kalaupun ia mengalami musibah, Anda
dapat menunjuk yang lain."
Tetapi Abu Bakr bila menghendaki sesuatu tidak akan pernah mundur.
"Tidak," jawabnya kepada mereka. "Aku tidak akan mundur. Aku
tidak akan menghibur kalian dengan diriku."
Dia pun berangkat dengan barisan sayap kanan dan kiri serta barisan
belakang, seperti sebelum itu, hingga mencapai Rabazah di Abraq
yang terletak di belakang Zul-Qassah. Di situ ia menghadapi kabilahkabilah
Abs, Banu Zubyan dan Banu Bakr dan berhasil mereka dikalahkan
dan tempat itu dibebaskan dari mereka. Daerah Abraq milik
Banu Zubyan. Setelah mereka dikeluarkan, Abu Bakr mengumumkan
bahwa daerah itu sudah di bawah kekuasaannya dan kekuasaan sahabatsahabatnya,
dan katanya: "Haram bagi Banu Zubyan memiliki daerah
ini yang oleh Allah sudah dianugerahkan kepada kita." Dan daerahdaerah
itu kemudian tetap ditempati kaum Muslimin. Abu Bakr menolak
permintaan Banu Sa'laba ketika datang ke daerah itu setelah
keadaan sudah stabil akan menempati kembali rumah-rumah mereka.
Penumpasan kaum pembangkang yang menolak menunaikan zakat
itu selesai sudah. Sekali ini keadaan kota Medinah sudah sangat kukuh
setelah diperkuat dengan pasukan Usamah, dan cukup makmur dengan
rampasan perang yang diperolehnya di samping zakat kaum Muslimin
yang sudah dibayar setelah Khalifah mendapat kemenangan. Bukankah
sudah waktunya sekarang bagi Banu Zubyan, Abs, Gatafan, Banu Bakr
dan kabilah-kabilah lain yang berdekatan dengan Medinah untuk
kembali sadar dari pembangkangannya, dan tunduk kepada Abu Bakr
serta ketentuan Islam dengan perintah Allah dan Khalifah Rasulullah?
Pemberontakan yang dipimpin oleh Aswad di Yaman sudah hancur,
Muslimin sudah mendapat kemenangan di perbatasan Rumawi. Abu
Bakr kini tampil dengan kekuatan imannya yang tak terkalahkan. Sampai
pada saat Rasulullah kembali ke rahmatullah kabilah-kabilah itu adalah
umat Muslimin yang masih teguh berpegang pada agamanya, dan mereka
kini akan kembali ke pangkuan Islam dan menyatakan setia kepada Abu
Bakr dan bersama-sama memerangi musuh Allah.
Yang demikian ini tentu menurut pikiran yang sehat dan sesuai
dengan kenyataan. Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Ansar,
mereka itulah yang telah menundukkan segenap Semenanjung dengan
kekuatan iman mereka. Mereka sekarang dalam puncak kekuatannya,
yang belum dialami waktu perang Badr atau pada bentrokan-bentrokan
pertama masa Rasulullah. Mekah dan Ta'if sudah di pihak Medinah dan
penguasa-penguasa di segenap penjuru sudah memberikan pengakuan.
Di samping itu pula, warga kabilah-kabilah yang memberontak kepada
Abu Bakr itu adalah Muslimin juga. Kalau kabilah-kabilah itu mampu
mengacaukan, mereka tidak akan kuasa atas kalangan yang kuat di
antara mereka, khawatir akan timbul kegelisahan dan kekacauan di kalangan
suku-suku dan kelompok-kelompok terpandang. Maukah mereka
kembali kepada kesadaran berpikir dan akal sehat?
Yang kalah bergabung dengan Tulaihah
Tidak! Malah dengan kejahatannya itu mereka merasa bangga, dan
ia tertipu tentang Allah. Benar jugalah bunyi peribahasa: Keras kepala
mendatangkan kekafiran. Mereka keluar dari daerahnya sendiri dan
bergabung dengan Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad yang mengaku
nabi. Nikmat yang diberikan Allah kepada mereka berupa agama
Islam mereka tinggalkan. Orang-orang beriman yang berpegang teguh
pada agama Allah di tengah-tengah mereka, sudah tidak mampu lagi
melawan sikap keras kepala dan kekufuran mereka itu. Ada yang pergi
meninggalkan tempat itu dengan perasaan benci dan jemu tanpa dapat
berbuat sesuatu. Penggabungan kabilah-kabilah itu memperkuat kedudukan Tulaihah
dan Musailimah juga memperkuat semangat pembangkangan di Yaman.
Oleh karena itu, Abu Bakr tetap pada pendiriannya semula untuk memerangi
mereka sampai tuntas. Sekiranya kabilah-kabilah itu mau menggunakan
akal sehat dan berpikir logis, niscaya kemauan Tulaihah dan
yang semacamnya akan runtuh dan seluruh Semenanjung akan berada
di bawah naungan Islam dan dalam suasana yang aman.
Sikap para kabilah terhadap Abu Bakr dan sebaliknya
Orang tak akan mendapatkan alasan lain melihat sikap keras kepala
dan ulah mereka berbalik dari Islam selain karena fanatik kesukuan dan
mau tetap bertahan dengan status baduinya dan kekuasaannya sendiri,
seperti sudah disebutkan di atas, di samping sikap mereka memang sudah
sangat berlebihan, sehingga tak ada jalan lain untuk mengendalikannya
kecuali dengan kekerasan. Kalau mereka sudah dipukul mundur tatkala
hendak menyerang Medinah, atau kemudian dikosongkan dari tempattempat
mereka itu, sudah menjadi watak orang-orang badui berupaya
hendak membalas dendam. Dan untuk melaksanakan balas dendamnya
itu mereka bergabung kepada Banu Asad dan kepada Tulaihah. Barangkali
dengan bantuan mereka coreng di keningnya yang sangat hina akan
terangkat. Tetapi semua itu tak dapat mengembalikan harga diri mereka.
Abu Bakr sendiri samasekali sudah tidak punya sifat kesukuan semacam
itu dan jauh dari segala yang ada hubungannya dengan itu. Dengan
sepenuh hati dan pikiran serta kemauan yang keras ia hanya ingin
melaksanakan langkah yang sudah digariskan oleh Rasulullah. Itulah
kebijaksanaan politiknya yang sudah diumumkannya ketika ia dibaiat,
dan yang terns dipertahankan hingga akhir hayat menemui Tuhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar