Sabtu, 17 Maret 2012

MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT



MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT
dan menjauhi mereka. Kalau tidak karena kemudian tampil Suhail bin Amr di tengah-tengah mereka dengan mengatakan — setelah menerangkan tentang kematian Nabi — bahwa "Islam sekarang sudah bertambah kuat, dan barang siapa masih menyangsikan kami, akan kami penggal lehernya," niscaya mereka masih akan maju-mundur. Tetapi di samping ancamannya itu Suhail masih memberikan harapan, yang ternyata besar juga pengaruhnya. la menambahkan: "Ya, sungguh, Allah pasti menyempurnakan kamnia-Nya kepada kamu sekalian, seperti kata Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam." Ternyata kata-kata itu lebih besar pengaruhnya dalam hati mereka daripada ancaman. Itu jugalah yang membuat mereka surut dari maksud hendak mcmbangkang. Baik penduduk Medinah maupun pcnduduk Mekah dari kalangan Kuraisy, setelah melihat kenyataan ini akhirnya mereka menerima Abu Bakr. Hadis Rasulullah yang telah diingatkan oleh Suhail membuat mereka puas. Mereka kembali kepada Islam dan menaati ajaran-ajarannya.
Sikap Saqif di Ta 'if
Demikian juga pihak Saqif di Ta'if mereka bersiap-siap mau murtad. Usman bin Abi al-As, kuasa Nabi di sana berkata kepada mereka: "Saudara-saudara dari Saqif, kamu adalah orang-orang yang terakhir masuk Islam, janganlah menjadi yang pertama murtad!" Mereka teringat pada sikap Nabi terhadap mereka sesudah perang Hunain dan teringat juga adanya ikatan keturunan dan keluarga antara mereka dengan pihak Mekah, maka mereka pun kembali kepada Islam. Mungkin kedudukan Abu Bakr sebagai khalifah dan dukungan penduduk Mekah kepadanya memberi pengaruh juga kepada masyarakat Saqif, sama dengan yang di Mekah.
Kabilah-kabilah yang lain
Juga kabilah-kabilah yang tinggal di antara Mekah, Medinah dan Ta'if keislamannya sudah mantap. Mereka ini terdiri dari kabilahkabilah Muzainah, Gifar, Juhainah, Bali, Asyja', Aslam dan Khuza'ah. Sedang kabilah-kabilah lain masih belum menentu. Di antara mereka, yang baru masuk Islam, ada yang murtad, ada yang karena ajaran Islam belum meresap ke dalam hati mereka, dan ada pula yang karena memang keyakinannya yang sudah kacau. Di samping itu, yang terbaik di antara mereka ada yang tetap berpegang pada Islam namun tidak menyukai kekuasaan Medinah, baik oleh kalangan Muhajirin atau Ansar. Mereka itulah yang menganggap zakat itu sebagai pajak yang dibebankan Medinah kepada mereka. Jiwa mereka yang mau bebas dari segala kekuasaan menentang. Sejak masuk Islam mereka mau melaksanakan kewajiban itu hanya kcpada Rasulullah yang sudah menerima wahyu, dan yang menjadi pilihan Allah sebagai Nabi di antara hamba-Nya. Tetapi karena Nabi sudah berpulang ke rahmatullah, maka tak ada dari penduduk Medinah yang patut dimuliakan. Selain Nabi, mereka tidak berhak memungut zakat. Kabilah-kabilah yang merasa keberatan menunaikan zakat ialah mereka yang tidak jauh dari Medinah, terdiri dari kabilah Abs dan Dubyan serta kabilah-kabilah lain yang bergabung dengan mereka, yakni Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah. Mereka yang tinggal jauh dari Medinah lebih gigih lagi menentang. Sebagian besar mereka mengikuti orang-orang yang mendakwakan diri nabi, seperti Tulaihah di kalangan Banu Asad, Sajah dari Banu Tamim, Musailimah di Yamamah dan Zut- Taj Laqit bin Malik di Oman, di samping sejumlah besar pengikutpengikut Aswad al-Ansi di Yaman. Mereka menjadi pengikutnya hanya sampai waktu orang itu sudah mati. Sesudah itu mereka masih bersikeras dengan. mengobarkan fitnah dan pembangkangan hingga berakhirnya perang Riddah.
Faktor-faktor yang mendorong pergolakan
Terjadinya pergolakan di kota-kota dan di daerah-daerah pedalaman terhadap kekuasaan Kuraisy itu serta berbaliknya mereka dari Islam, bukan karena letak geografisnya dengan Medinah saja, tetapi karena faktor-faktor masyarakat Arab dan unsur-unsur asing lainnya, yang bekasnya tampak sekali pada saat-saat terakhir masa Rasulullah. Islam tersebar dan masuk ke daerah-daerah yang jauh dari Mekah dan Medinah di semenanjung itu baru setelah penaklukan Mekah serta terjadinya ekspcdisi Hunain dan pengepungan Ta'if. Sampai pada waktu itu kegiatan Rasulullah terbatas di sekitar kedua kota suci itu, Mekah dan Medinah. Islam baru keluar perbatasan Mekah tak lama sebelum hijr'ah ke Yasrib (Medinah). Sampai sesudah hijrah pun selama beberapa tahun berikutnya kegiatan Nabi tetap tertuju untuk menjaga kebebasan dakwah Islam di tempat yang baru ini. Setelah kaum Muslimin berhasil menghilangkan kekuasaan Yahudi di Yasrib, dan sesudah memperoleh kemenangan di Mekah, barulah orang-orang itu mau menerima agama yang benar ini. Utusan-utusan berdatangan dari segenap penjuru Semenanjung untuk menyatakan telah masuk Islam. Nabi pun mengutus wakil-wakilnya untuk mengajarkan dan memperdalam ajaran Islam serta sekaligus memungut zakat atau sedekah.
Faktor-faktor penyebab murtadnya masyarakat Arab
Wajar saja bila agama ini tidak dapat mengakar ke dalam hati kabilahkabilah itu seperti yang sudah dihayati oleh penduduk Mekah dan Medinah serta masyarakat Arab yang berdekatan di sekitarnya. Di tempat asalnya Islam memerlukan waktu dua puluh tahun penuh untuk menjadi stabil. Selama itu pula lawan-lawannya terus berusaha mati-matian melancarkan permusuhan, yang berlangsung hingga selama beberapa tahun. Akibat dari semua itu, kemudian permusuhan berakhir dengan kemenangan di tangan Islam. Ajaran-ajarannya sekarang dapat dirasakan dan meresap ke dalam hati orang-orang Arab Mekah, Ta'if, Medinah serta tempat-tempat dan kabilah-kabilah berdekatan yang dapat berhubungan dengan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Tetapi mereka yang berada jauh dari daerah yang pernah menyaksikan kegiatan Muhammad selama bertahun-tahun terus-menerus itu, mengajak orang kepada ajaran Allah dan agama Allah, agama baru itu tidak membekas pada mereka. Bahkan mereka memberontak dan berusaha hendak kembali kepada kebebasan politik dan agamanya yang lama.
Faktor-faktor asing
Dalam membangkitkan pergolakan ini faktor-faktor asing sebenarnya tidak pula kurang pengaruhnya daripada faktor-faktor setempat. Mekah dan Medinah serta para kabilah di sekitarnya samasekali tidak mau tunduk pada kekuasaan Persia atau Rumawi yang ketika itu memang sedang menguasai dunia. Bagian utara Semenanjung itu bersambung dengan Syam, sebelah selatannya bersambung dengan Persia dan berdekatan dengan Abisinia (Etiopia), dan keduanya sudah berada di bawah pengaruh kedua imperium itu. Bahkan kawasan itu dan beberapa keamiran
sudah berada di bawah kekuasaan mereka. Dengan demikian tidaklah mengherankan jika pihak yang merasa punya pengaruh dan kekuasaan itu mati-matian berusaha hendak menentang agama baru ini dengan segala cara, dengan jalan propaganda politik, menganjurkan kekuasaan otonomi, dan dengan propaganda agama, kadang untuk kepentingan pihak Nasrani, kadang untuk kepentingan pihak Yahudi dan adakalanya untuk kepentingan paganisma Arab. Kegiatan segala faktor itu tampak jelas pengaruhnya bcgitu tersebar berita tentang kematian Nabi. Dengan cukup berhati-hati kegiatan itu sebenarnya memang sudah mulai tampak sebelum Rasulullah wafat. Sementara kita membaca buku ini pengaruh demikian itu akan kita lihat jelas. Faktor-faktor setempat dan asing itu sendiri sudah merupakan logika yang cukup menarik untuk dipercaya, dan logika itulah yang disebarluaskan oleh para penganjurnya di antara berbagai kabilah, sehingga dengan mudah mereka memberontak dan mengobarkan fitnah.
Logika kaum murtad dan mereka yang menolak menunaikan zakat
Mereka yang enggan menunaikan kewajiban zakat berkata di antara sesama mereka: Kalau kaum Muhajirin dan Ansar sudah berselisih mengenai kedaulatan, dan Rasulullah wafat tidak meninggalkan wasiat siapa yang akan menggantikannya, maka sudah seharusnya kita mempertahankan kemerdekaan kita sendiri justru demi menjaga Islam agama kita. Dan seperti kalangan Muhajirin dan Ansar, kita pun berhak menentukan pilihan siapa yang akan bertindak menggantikan Rasulullah di antara kita. Adapun bahwa kita hams tunduk kepada Abu Bakr atau kepada yang lain, bukanlah itu yang dikehendaki agama, juga Qur'an tidak mengajarkan demikian. Kita wajib taat kepada orang yang kita serahi urusan kita sendiri. Barangkali mereka yang berpikiran serupa itu masih dapat dimaafkan mcngingat Rasulullah sendiri memang mengakui adanya sebagian kekuasaan otonomi pada beberapa daerah Arab dan kabilah itu. Mereka berpikir untuk mengambil kemerdekaan itu sepenuhnya setelah Nabi wafat. Badhan, gubernur Persia di Yaman tetap memegang kekuasaan setelah ia menyatakan dirinya masuk Islam dan meninggalkan agama Majusi. Para amir yang lain, seperti di Bahrain, Hadramaut dan yang lain, dibiarkan dalam kekuasaan masing-masing setelah mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Zakat yang dipungut dari sebagian penduduk daerah itu dibagikan kepada orang-orang miskin di daerah itu juga. Keharusan membayar jizyah yang ditentukan oleh Islam hanya berlaku terhadap Ahli Kitab. Masyarakat Arab Muslimin seperti penduduk Medinah, kenapa mereka membayar zakat kepada penguasa Medinah! Kenapa mereka tidak mempertahankan hubungannya dengan Medinah dalam arti hubungan kesatuan agama yang tak ada hubungannya dengan kekuasaan politik! Soalnya Medinah sudah lebih dulu mengenal Islam sehingga mereka lebih tahu tentang segala kewajiban dan ajaran-ajaran Islam. Mereka tinggal mengutus orang ke daerah-daerah dan kepada kabilah-kabilah lain untuk mengajarkan agama, seperti dulu dilakukan oleh Rasulullah, sehingga hubungan mereka satu sama lain lebih menyerupai perserikatan antar-umat Islam. Satu sama lain tidak saling dirugikan dan tidak mencari jalan untuk melanggar kemerdekaan pihak lain. Pikiran ini yang berkecamuk pada sebagian kabilah yang berdekatan dengan Medinah, Mekah dan Ta'if. Sedang penduduk Yaman dan selatan Semenanjung di seberangnya, begitu juga kawasan-kawasan lain yang jauh dari pusat kedudukan Islam, mereka banyak yang menerima Islam sebagai penghormatan saja atas kekuasaan Muhammad yang dalam waktu pendek tersebar luas hingga mencapai perbatasan imperium Rumawi dan Persia. Penyebarannya yang begitu cepat memang sangat mengagumkan, sehingga setiap kabilah itu berturut-turut mengirimkan utusan ke Medinah menyatakan kepada Nabi bahwa mereka dan kabilahkabilah lain yang tergabung ke dalamnya masuk Islam. Tetapi dengan tersebarnya berita bahwa Nabi wafat, tidak heran jika iman mereka jadi goyah dan mereka berbalik murtad dari agama yang barti saja mereka terima. Juga tidak heran jika mereka kemudian membangkang terhadap agama ini lalu terbawa oleh orang-orang yang mengobarkan fitnah dan api permusuhan atas nama fanatisma dan kecongkakan Arabnya.
Nabi-nabi palsu bermunculan
Banyak di antara mereka yang tertipu oleh orang yang pertama mendakwakan diri sebagai nabi dan mendapat wahyu, seperti wahyu yang diterima oleh Muhammad. Belum lama setelah masuk Islam mereka merasa sudah salah langkah. Bahkan ada yang merasa demikian sementara Nabi sendiri masih hidup, masih berada di tengah-tengah mereka. Di kalangan Banu Asad banyak orang yang menyambut Tulaihah yang mendakwakan dirt nabi dan mendapat dukungan ketika ia meramalkan adanya tempat mata air tatkala golongannya sedang dalam perjalanan hampir mati kehausan. Kalangan Banu Hanifah banyak juga yang menyambut Musailimah ketika ia mengutus dua orang pengikutnya kepada Muhammad, memberitahukan bahwa Musailimah juga nabi seperti dia, dan bahwa separuh bumi ini buat dia dan separuh buat Kuraisy, tetapi Kuraisy golongan yang tidak suka berlaku adil. Juga penduduk Yaman mengenal nama Aswad al-Ansi yang bergelar "Zul-Khimar" — "orang yang berkudung", tatkala orang ini menguasai Yaman dan mengusir wakil Nabi. Tetapi mereka oleh Rasulullah tidak begitu dihiraukan, dengan keyakinan bahwa kebenaran yang ada dalam agama Allah ini sangat kuat untuk menangkis kebohongan mereka, dan dengan keimanan yang sudah kuat orang-orang yang beriman itu akan mampu membasmi mereka.

Aswad yang mendakwakan diri nabi
Mereka yang mendakwakan diri nabi itu menyadari posisi mereka terhadap Rasulullah. Di antara mereka tak ada yang memberontak seperti yang dilakukan oleh Aswad al-Ansi. Konon ia mendakwakan diri nabi lalu tampil dan terbunuh ketika Nabi masih ada. Tetapi sebagian scjarawan ada yang menyebutkan bahwa ia mengambil cara seperti kedua rekannya itu, menunggu sampai Rasulullah wafat, kemudian baru mereka mcmberontak melawan Islam. Dalam buku Tdrikh-nya. al-Ya'qubi menuturkan: "Aswad bin Inza al-Ansi sudah mendakwakan dirinya nabi sejak masa Rasulullah. Setelah Abu Bakr dilantik ia muncul dan mendapat pengikut beberapa orang. Ia dibunuh oleh Qais bin Maksyuh al-Muradi dan Fairuz ad-Dailami yang memasuki rumahnya dan mendapatkannya sedang mabuk lalu dibunuh." Mengutip salah satu sumber at-Tabari mengatakan: "Perang pembangkangan pertama setelah Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam wafat ialah perang yang dilancarkan oleh Ansi, dan perang Ansi itu terjadi di Yaman." Pada akhir hayat Nabi Semenanjung itu memang belum tenteram. Belum semua kcadaan sudah stabil di bawah satu panji dan dalam satu agama. Di bawah tanah masih tersimpan bibit-bibit fitnah dan pembangkangan. Tanda-tanda pergolakan di bagian timur laut dan di selatan seluruhnya masih menyala dan tidak akan dapat dipadamkan tanpa adanya kekuatan rohani yang kemudian dilimpahkan Allah kepada Rasul- Nya dan ternyata membawa kemenangan. Bahkan kemenangan ini pun belum dapat membungkam Musailimah dan Aswad al-Ansi dari usahausaha mendakwakan diri nabi di kalangan masyarakatnya itu. Maksud mereka supaya di kalangan Banu Hanifah dan di Yaman serta kelompokkelompok Arab yang lain ada juga .nabinya, seperti di kalangan Kuraisy. Kalau tidak karena kcarifan Rasulullah serta pandangannya yang jauh dan tepat serta karunia Allah kcpadanya dan kepada Islam, niscaya api fitnah itu akan terus berkobar dan apinya akan membakar habis orangorang itu semua, sementara ia masih hidup.
Yaman sebelum pergolakan Ansi
Besar dugaan bahwa pergolakan Ansi itu terjadi pada akhir masa Rasulullah. Bcnar tidaknya dugaan ini, yang jelas terjadinya itu pada masa Abu Bakr. Cerita pemberontakan seperti yang dituturkan para scjarawan itu termasuk aneh, yang cukup meminta perhatian kita, dan sekaligus dapat mengungkapkan segi-segi psikologisnya. Hal ini mendorong orang untuk memikirkannya lebih dalam. Dari beberapa utusan Rasulullah yang dikirim kepada para raja, ada seorang di antaranya yang diutus kepada Kisra Persia, mengajaknya masuk Islam. Setelah surat Nabi itu diterjemahkan, Kisra sangat berang, dan memerintahkan kepada Bazan, penguasa Persia di Yaman supaya kepala orang yang di Hijaz itu dikirimkan kepadanya. Ketika itu Rumawi sudah dapat mengalahkan Kisra dan keadaannya pun raemang sudah lemah. Setelah Bazan menerima surat atasannya itu, dikirimkannya surat itu kepada Muhammad, dan Muhammad juga membalas dengan memberitahukan bahwa Syiruya (Khavad II) sekarang sudah menggantikan Kisra bapaknya, dan sekaligus dimintanya ia menganut Islam dan tetap sebagai penguasanya di Yaman. Berita kekacauan di Persia dan Syiruya yang naik takhta serta kemenangan Rumawi atas Persia itu sudah pula sampai kepada Bazan. Oleh karena itu dengan cepat ia menerima seruan Muhammad, dan orang Persia itu sekarang bertindak sebagai wakil Nabi atas bangsa Yaman, setelah sebelumnya sebagai wakil Persia. Sesudah Bazan meninggal kekuasaannya oleh Rasulullah diberikan kepada beberapa orang, di antaranya Syahr Bazan diberi tugas tanggung jawab atas kota San'a dan sekitarnya. Ada pula orang-orang Yaman sendiri dan yang lain sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dari Medinah. Sementara para penguasa itu sedang mengatur daerahnya masing-masing, tiba-tiba datang surat dari Aswad al-Ansi mengancam agar mereka menycrahkan semua kekuasaan itu ke tangannya, sebab dialah yang lebih berhak. Dari sinilari kemudian timbul gejala fitnah dan kekacauan yang pertama. Aswad ini seorang dukun yang tinggal di Yaman bagian selatan, seorang tukang sihir yang dapat membuat bcrmacam-macam muslihat, dan mempcngaruhi penduduk dengan kata-katanya. Ia mcndakwakan diri nabi dan juga menamakan dirinya "Rahman," sama halnya dengan Musailimah yang menamakan dirinya "Rahman Yamamah."2 Ia mengaku memelihara setan yang dapat mengalahkan segala macam, dan juga dapat mengalahkan segala rencana musuh. Ia tinggal dalam sebuah gua Khabban di Mazhij. Orang-orang awam dalam jumlah besar banyak yang datang kepadanya karena tertarik pada kata-katanya, dan terpesona oleh apa yang katanya adalah perkataan setannya.
1 Mengenai nama ini, Bazan atau Badhan pendapat orang tidak sama.
2 Menurut Lisdnul 'Arab kata "rahman" mcngandung beberapa arti, dan nama Allah yang tak dapat disifatkan pada yang lain, scperti "rahim". Lisdnul 'Arab juga menyebutkan, bahwa kata rahman ini berasal dari kata bahasa Ibrani dan rahim dari kata bahasa Arab. Beberapa Orientalis menyebutkan bahwa sebelum Islam kata rahman ini nama dewa di Semenanjung Arab bagian selatan, dan terdapat dalam naskah-naskah mereka tetapi di Hijaz sendiri tidak dikenal. Aswad mengepalai kelompok itu setelah ia membuat kerusuhan. lalu pergi ke Najran dan menyingkirkan Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm wakil Muslimin di daerah itu. Penduduk Najran yang merasa terpesona oleh kemenangan Aswad segera bergabung. Mereka sama-sama pergi ke San'a dan ia berhadapan dengan Syahr bin Bazan yang kemudian dibunuhnya dan pasukannya dikalahkan. Kaum Muslimin yang tinggal di kota itu lari, dipimpin oleh Mu'az bin Jabal, menyusul Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm ke Medinah. Dengan kemenangannya itu Aswad menjadi raja Yaman. Sekarang orang-orang dari pedalaman dan dari kota, dari sahara Hadramaut, Ta'if, Bahrain dan Ahsa sampai ke Aden tunduk di bawah perintahnya.
Beberapa faktor penyebab pergolakan
Yang menghcrankan, kctika Aswad menghadapi Syahr bin Bazan di San'a hanya dengan tujuh ratus orang pasukan berkuda. Ada yang bergabung kepadanya dari Mazhij dan ada pula yang dari Najran. Dengan jumlah pasukan yang bcgitu kecil, dukun sihir itu mendapat kemenangan melawan penduduk kawasan terscbut dan berkembang cepat sekali scperti jilatan api, tak ada kekuatan yang dapat melawannya. Kalau kita hendak menafsirkan peristiwa itu, barangkali kita dapat mengatakan, bahwa negeri-negeri itu memang sedang berada di bawah kekuasaan Persia. Setelah itu kemudian di bawah kaum Muslimin yang datang dari Hijaz. Kita pun tahu permusuhan yang sudah ada sejak lama berakar antara Yaman dengan Hijaz. Setelah Aswad tampil menuntut Yaman untuk orang Yaman, tak ada orang yang mengadakan perlawanan. Pihak Persia tak dapat membela Syahr dan ayahnya, dan orang Hijaz pun tak ada di negeri itu yang akan membantu kaum Muslimin dari ulah dan tipu muslihat Aswad.
Tetapi dapat juga ditafsirkan dari segi lain, yakni negeri ini memang sudah menjadi ajang berbagai macam agama: Yahudi, Nasrani dan Majusi. Agama-agama ini berdekatan pula dengan berhala-berhala dan peribadatan masyarakat Arab. Di samping itu Islam yang baru saja singgah di Yaman, ajaran-ajarannya belum dapat dikatakan sudah kuat merasuk ke dalam hati warga penduduk negeri itu. Setelah nabi palsu itu muncul di tengah-tengah mereka dengan membangkitkan rasa kegolongan, mengajak mereka dengan berdalih ia telah mengusir kekuasaan dari negerinya itu, segera sekali mereka menyambut ajakan itu. Tak ada jalan bagi kaum Muslimin selain melarikan diri, dan bagi orang-orang Persia yang masih ada di tempat itu tak ada jalan lain daripada tunduk atau mati.
Sikap Rasulullah menghadapi ulah Aswad
Tatkala berita-berita itu sampai kepada Muhammad di Medinah, ia tengah mengadakan persiapan hendak menghadapi pihak Rumawi dan akan mengadakan pembalasan terhadap Mu'tah sambil mengadakan konsolidasi menghadapi bahaya yang sedang mengepung Semenanjung Arab itu dari segenap penjuru. Untuk itu disiapkannya pasukan Usamah. Pasukan ini akan dikerahkan ke Yaman untuk membungkam Aswad dan
pemberontakannya itu dan mengembalikan kewibawaan kaum Muslimin
di sana, ataukah akan meminta bantuan kaum Muslimin yang masih ada
di Yaman saja? Kalau memang mampu, itulah pilihan yang lebih baik.
Atau kemenangan pasukan Muslimin terhadap pasukan Rumawi — sebagai
pihak yang baru saja mengalahkan Persia — harus dapat mengembalikan
Semenanjung itu seperti keadaannya semula. Kalau tidak,
Muhammad akan mengirimkan pasukannya untuk membungkam Aswad
dan yang semacam Aswad itu. Pilihan terakhir ini agaknya yang lebih
meyakinkan Muhammad. Ia lalu mengutus Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat kepada
pemuka-pemuka Muslimin di Yaman dengan perintah agar mereka
dapat mengembalikan kewibawaan agama dan siap menghadapi perang
serta berusaha menumpas Aswad dengan jalan membunuhnya atau menyerbunya,
dengan meminta bantuan siapa saja yang dipandang mempunyai
keberanian dan rasa agama. Cukup dengan keputusan itu yang
diambil Muhammad mengenai Yaman. Perhatian selebihnya ia curahkan
untuk menyusun pasukan Usamah dan mengalahkan kekuatan Rumawi.
Tak lama kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit, dan ini mengakibatkan
tertundanya keberangkatan pasukan Usamah.
Panglima, menteri dan istri Aswad
Sementara itu Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak kemenangannya
itu menyusun segala kekuatan dengan mengangkat pemimpin-
pemimpin pasukan dan penguasa-penguasa daerah di wilayahnya
masing-masing. Dengan demikian kedaulatan dan kedudukannya terasa
sudah lebih kuat. Dari pesisir Yaman sampai ke Aden tunduk kepadanya,
begitu juga daerah-daerah pegunungan dan lembah-lembah di San'a
sampai ke Ta'if. Untuk angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin
Abd Yagus sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat
Fairuz dan Dazweh. Keduanya orang Persia. Dia sendiri kemudian
kawin dengan Azad, bekas istri Syahr bin Bazan. Perempuan ini sepupu
Fairuz. Dengan demikian orang Arab dan orang Persia berada di bawah
panjinya. Merasa dirinya sudah begitu besar dan kuat, terbayang olehnya
bahwa seluruh bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya tinggal raemerintah
dan akan ditaati. Tetapi unsur-unsur yang semula memberikan
kemcnangan kepadanya itu sekarang mengadakan persekongkolan hendak
menjatuhkannya. Soalnya setelah merasa dirinya kuat, ia menganggap
enteng orang-orang semacam Qais, Fairuz dan Dazweh, dan melihat
kepada kedua orang yang terakhir itu dan semua orang Persia sebagai
orang-orang yang merencanakan makar kepadanya.
Istrinya yang juga orang Persia mengetahui hal itu dari dia. Darah
kegolongannya pun mulai bergejolak. Rasa dengki sudah mulai menarinari
terhadap dukun buruk muka yang telah membunuh suaminya yang
masih muda sesama orang Persia dan yang memang dicintainya sepenuh
hati itu. Dengan naluri keperempuanannya ia dapat menyembunyikan
perasaan hatinya kepada sang suami dan menurutkan segala kehendaknya
sebagai betina yang setia, sehingga laki-laki itu pun makin lekat
kepadanya dan makin mengharapkan kesetiaannya yang lebih besar
lagi. Tetapi Aswad merasa, bahwa orang-orang di sekitarnya itu, kedua
menteri dan panglima perangnya, dengan segala kemurahan hati yang
mereka perlihatkan, tidak benar-benar setia kepadanya, karena angkatan
bersenjata adalah yang harus diwaspadai dan patut dikhawatirkan.
Ia pernah memanggil Qais bin Abd Yagus dan diberitahukan bahwa
setannya telah membisikkan kepadanya dengan mengatakan: "Engkau
menaruh kepercayaan dan bermurah hati kepada Qais. Kelak bila ia
sudah begitu akrab dengan kau dan mempunyai kedudukan yang kuat
seperti kau, dia akan menjadi lawanmu, merampas kerajaanmu dengan
melakukan pengkhianatan." Tetapi Qais menjawab: "Demi Zul-Khimar,
itu bohong, baginda sungguh agung dan mulia di mataku sehingga tak
akan pernah hal serupa itu terlintas dalam pikiranku." Aswad menatap
Qais dari kepala sampai ke ujung kakinya, lalu katanya: "Sungguh
biadab kau! Kau anggap raja berbohong! Raja berkata benar dan sekarang
aku tahu bahwa kau harus menyesal atas segala yang pernah
kaulakukan."
Berkomplot hendak menghancurkan Aswad
Qais keluar dari tempat itu dengan membawa perasaan serba ragu
terhadap segala yang ada dalam hatinya. Ketika bertemu dengan Fairuz
dan Dazweh ia menceritakan pertemuannya dengan Aswad dan meminta
pendapat mereka. "Kita harus berhati-hati," jawab mereka. Sementara
mereka dalam keadaan serupa itu, tiba-tiba Aswad memanggil mereka
dan mengancam, karena mereka juga berkomplot dengan kawan-kawannya terhadap dirinya. Mereka keluar dari tempat Aswad dan menemui Qais. Mereka kini curiga dan sedang dalam bahaya besar.
Berita tentang segala yang terjadi dalam istana Aswad itu akhirnya
sampai juga kepada kaum Muslimin yang ada di Yaman atau di tempattempat
berdekatan dan mereka menyinggung juga surat Nabi kepada
mereka. Kepada Qais dan kawan-kawannya itu mereka mengutus orang
memberitahukan bahwa mengcnai Aswad mereka sepaham. Dengan
diam-diam kaum Muslimin yang berada di Najran dan di tempat-tempat
lain sudah tahu mengenai berita-berita itu. Mereka menulis surat kepada
teman-temannya yang dekat dengan Aswad bahwa mereka siap di
bawah perintah untuk membunuh orang itu. Tetapi teman-teman itu
meminta mereka jangan tergesa-gesa dan supaya menunggu di tempat
masing-masing, dan jangan melakukan sesuatu yang akan menimbulkan
kecurigaan Aswad dan orang-orangnya terhadap mereka.
Istrinya terlibat dalam komplotan dan terbunuhnya Aswad
Itulah pendapat orang-orang yang dekat dengan Aswad, sebab menurut
pendapat mereka melakukan pembunuhan gelap akan lebih menjamin
keberhasilanriya daripada menghadapinya dengan perang. Azad,
istrinya, juga sudah melibatkan diri dalam komplotan itu meski ia purapura
memperlihatkan cintanya yang lebih besar kepada Aswad. Dia
sudah menyediakan diri mengadakan hubungan dengan Fairuz, Dazweh
dan Qais dan bersama-sama dengan mereka mcngatur siasat untuk melakukan
pembunuhan itu. Dia yang mcnunjukkan kepada mereka kamar
tidur suaminya serta diperlihatkannya juga bahwa di sekitar istana tempat
ia tinggal bersama suaminya itu diadakan pcnjagaan di segenap penjuru,
kecuali di- bagian bclakang kamar itu. Bila malam sudah tiba mereka
supaya membuat lubang dan masuk dari lubang itu ke dalam kamarnya.
Di situ musuh mereka itu dibunuh. Dengan demikian mereka dan perempuan
itu dapat melepaskan diri.
Terbunuhnya Aswad
Rencana itu mereka laksanakan. Di waktu subuh mereka saling memanggil
dengan sandi yang sudah sama-sama mereka sepakati, dan mereka
berseru secara Islam sambil ramai-ramai mengatakan: Kami
bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah, dan bahwa si Abhalah — yaitu
nama Aswad al-Ansi — pembohong. Kepala orang itu dilemparkan, dan
para pengawal istana segera mengepung mereka. Orang ramai bersorak
di kota dan dalam subuh buta itu orang keluar bcramai-ramai. Scbentar
keadaan jadi kacau tapi kemudian tenang kembali setelah Qais, Fairuz
dan Dazweh menguasai keadaan. Baik dalam keadaan tenang atau
dalam keadaan kacau sebelumnya besar sekali pengaruhnya buat Azad.
Terbunuhnya Aswad itu sebelum Rasulullah wafat atau sesudahnya?
Dalam hal ini pendapat orang tidak sama. Di atas sudah kita sebutkan
sumber yang dari Ya'qubi. Tetapi Tabari dan Ibn Asir menyebutkan
bahwa Aswad mati sebelum Rasulullah berpulang ke rahmatullah, dan
bahwa pada malam kejadian itu Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam sudah
menerima wahyu tatkala berkata: "Al-Ansi terbunuh, dibunuh oleh seorang
laki-laki yang mendapat berkah dari kcluarga orang-orang yang
penuh berkah." Ditanya siapa yang membunuh, ia menjawab: "Dibunuh
oleh Fairuz." Sumber lain menyebutkan bahwa berita kematian Aswad itu bam
sampai ke Medinah setelah Rasulullah wafat, dan bahwa itulah berita
baik pertama yang sampai kepada Abu Bakr ketika ia di Medinah.
Selanjutnya sumber itu menyebutkan, bahwa Fairuz berkata: "Setelah
Aswad kami bunuh keadaan kita kembali seperti semula, di tangan
Mu'az bin Jabal, dan dia yang mengimami salat kami. Tinggal harapan
bagi kami; orang yang kami benci sudah tak ada, kccuali pasukan berkuda
teman-teman Aswad. Kemudian setelah datang berita kematian
Nabi, di mana-mana timbul kegelisahan."
Bagaimana timbul kegelisahan dan kenapa gelisah? Penjelasan mengenai
hal ini di luar bidang bagian ini, dan rasanya sudah cukup apa
yang disebutkan di atas. Peristiwa-peristiwa itu akan tampak nanti bila
kita sampai pada perjuangan Abu Bakr menghadapi Perang Riddah atau
kaum pembangkang yang murtad.
Kita menguraikan cerita tentang Aswad dan perlawanannya terhadap
kaum Muslimin di Yaman ini dengan agak panjang lebar karena
adanya sumber-sumber yang masih simpang siur bahwa dia mengadakan
pembangkangan itu pada masa Rasulullah. Sedang yang mengenai Yaman
pada masa Abu Bakr, cerita Aswad dan pemberontakannya sampai
terbunuhnya itu kita lewatkan, dan kita akan memasuki apa yang terjadi
sesudah itu, yang akan kita uraikan pada waktunya nanti.
Seluruh daerah selatan dibakar api pemberontakan
Pergolakan Yaman ini termasuk gejala pembangkangan yang paling
dahsyat terhadap agama baru di tanah Arab ketika Nabi wafat. Tetapi
Yamamah dan kabilah-kabilah yang ada di seberang Teluk Persia pada
masa itu juga sudah terancam api pemberontakan. Kaum Musljmin memang
harus penuh waspada, kadang perlu berpura-pura dan kadang harus
tegas, untuk menjaga kekuasaan dan kewibawaan mereka. Yang demi-
kian ini tidak mengherankan mengingat keadaan mereka yang di kota
dan di pedalaman jauh dari tempat turunnya wahyu di Mekah dan
Medinah. Hubungan mereka dengan Persia disertai hubungan dagang
dan mereka mengakui keunggulan Persia dalam kebudayaan. Jadi tidak
mengherankan jika dalam hal ini Persia turut melempar batu sembunyi
tangan dalam menggerakkan pemberontakan terhadap agama baru dan
penguasa baru itu.
Musailimah bin Habib di Yamamah
Tentang Musailimah bin Habib yang mengutus dua orang membawa
surat kepada Muhammad di Medinah, sudah kita singgung. Isi
surat itu: "Dari Musailimah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah.
Salam sejahtera. Kemudian daripada itu, saya sudah bersekutu dengan
kau dalam soal ini. Bumi ini buat kami separuh dan buat Kuraisy separuh.
Tetapi Kuraisy golongan yang tidak suka berlaku adil."
Nabi bertanya kepada kedua utusan itu setelah mendengarkan bunyi
surat tersebut: "Bagaimana pendapatmu?" Kedua orang itu berkata: Pendapat kami seperti yang sudah dikatakannya. Nabi menatap marah kepada kedua orang itu seraya katanya: Demi Allah, kalau tidak karena utusan itu tak boleh dibunuh niscaya kupenggal lehermu. Kemudian Nabi membalas surat Musailimah: "Bismillahir-rahmanir-rahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailimah pembohong. Kemudian daripada itu, bahwa bumi ini milik Allah, diwariskan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya yang bertakwa."
Siasat Rasulullah menghadapi pergolakan
Rasulullah dapat menangkap ancaman yang tersembunyi dalam surat Musailimah itu, maka ia mengutus Nahar ar-Rahhal, orang yang sudah mendalami ajaran agama untuk mengacaukan Musailimah dan untuk mengajar kaum Muslimin yang tinggal di Yamamah memperdalam pengetahuan Islam. Akan kita lihat nanti bagaimana Nahar menggabungkan diri kepada Musailimah dan memberikan pengakuannya bahwa orang itu sekutu Muhammad dalam risalahnya. Oleh karena itu, pengaruh Musailimah akan makin besar dan ajakannya makin tersebar luas. Di samping itu, kemenangan Aswad di Yaman gemanya mendapat sambutan di Yamamah dan sambutan demikian ini memperkuat posisi Musailimah dan menyudutkan kaum Muslimin. Tetapi politik Rasulullah tidak ditujukan untuk menumpas pengacauan itu sebelum tampak serius, dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan kemenangan dalam melawan Rumawi di utara, dan kemenangan itu dampaknya akan besar sekali dalam menumpas bibit-bibit fitnah di seluruh kawasan Arab itu.
Siasat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam tertuju untuk melindungi semua perbatasan wilayah Arab di utara dari serbuan Heraklius dan pasukannya. Heraklius yang telah mengalahkan imperium Persia, dan yang telah berhasil mengembalikan Salib Besar (The True Cross) ke Baitulmukadas (Yerusalem), serbuan dan kebengisannya sangat ditakutkan. Pasukan Muslimin di Mu'tah sudah pernah bangkit tetapi tidak mampu melawan kekuatan Rumawi, meskipun tidak sampai kalah. Perang Tabuk memang berhasil baik, tetapi tidak berarti tanah Arab sudah aman dari ancaman pasukan Rumawi. Kalau pasukan Muslimin sudah dapat mengalahkan kekuatan Rumawi dalam pertempuran yang begitu sengit dan kuat itu, soalnya karena keteguhan kabilah-kabilah Arab yang tersebar di berbagai tempat. Tetapi setelah tugas mereka selesai mau tak mau pimpinan dikembalikan. Hal demikian terjadi karena kaum Muslimin sudah merasuk ke segenap penjuru Semenanjung itu dari utara sampai ke selatan, dan mereka menjadi suatu kekuatan yang harus diperhitungkan. Baik Musailimah di Yamamah, Laqit di Oman ataupun Tulaihah di kalangan Banu Asad tidak berani terang-terangan melancarkan permusuhan.

Menunggu kesempatan
Tetapi Laqit dan Tulaihah, seperti juga Musailimah, sedang menunggu kesempatan dalam menyatakan pembangkangannya untuk menghantam Muslimin. Mereka bertiga — di tempat mereka masing-masing — menyebarkan propaganda tanpa ramai-ramai dan tanpa menyerang Nabi yang dari Kuraisy itu dan tanpa pula merendahkan kenabiannya. Tetapi propaganda mereka mengatakan bahwa Muhammad itu seorang nabi yang diutus untuk golongannya dan mereka pun juga nabi seperti dia dan diutus untuk golongan mereka pula masing-masing. Mereka menginginkan agar golongan mereka itu mendapat bimbingan (hidayah), seperti dia juga yang menginginkan golongannya mendapat petunjuk. Dengan cara-cara yang tidak seberani Aswad al-Ansi tapi tidak pula kurang cerdiknya, mereka telah menyiapkan udara panas dan suasana yang menggelisahkan di sekitar kaum Muslimin yang berada di tengah-tengah mereka, dengan mengobarkan api fitnah dalam sekam. Begitu berita kematian Nabi tersiar di negeri-negeri Arab, bibit fitnah itu sudah mulai merebak ke segenap penjuru. Fitnah itu bergerak dalam bermacam-macam bentuk dan gayanya sesuai dengan faktorfaktor yang menggerakkannya. Hal ini nanti akan kita jelaskan lebih lanjut. Tetapi sekarang kita ingin melihat orang-orang yang mengakungaku nabi itu dalam hal-hal yang erat sekali hubungannya dengan rencana hcndak menghancurkan Islam ketika Nabi wafat. Yang pertama dalam hal ini, ketika Rasulullah wafat, bibit fitnah itu segera menyebar ke segenap Semenanjung, bahkan hampir sebagian besaraya akan ikut bergolak. Kita sudah melihat bagaimana kekuasaan Aswad yang makin kuat dan menyebar dari ujung paling selatan di Hadramaut sampai ke daerah Mekah dan Ta'if. Kemudian kita lihat juga bagaimana Musailimah dan Tulaihah mengincar kehancuran kaum Muslimin. Daerah-daerah yang kini mengadakan perlawanan terhadap agama yang dibawa Muhammad dan kekuasaannya itu ialah negerinegeri di kawasan Semenanjung itu, yang kebudayaannya paling tinggi dan terkaya, dan yang paling banyak berhubungan dengan Persia. Tidak heran bila pembangkangan serupa itu meminta perhatian Khalifah pertama itu, dan akan memikirkannya matang-matang dalam mengatur siasat untuk mengembalikannya ke dalam pangkuan Islam serta untuk memulihkan keamanan dan keselamatan umum.

Membangkitkan semangat atas nama agama
Yang kedua yang dapat dijadikan indikasi ialah hasutan Aswad danrencana Musailimah dan Tulaihah, bahwa kegelisahan agama pada waktu itu akan memudahkan mereka membangkitkan semangat kegolongan atas nama agama. Hal itu bukan disebabkan oleh fanatisma orang terhadap salah satu agama, tetapi kebalikannya, disebabkan oleh tak adanya kestabilan keyakinan agama yang dapat memuaskan jiwa mereka dan membuat mereka hidup tenteram. Agama-agama Nasrani, Yahudi, Majusi dan paganisma, semua berdekatan dengan mereka. Masing-masing juga punya pembela-pembela, terang-terangan atau sembunyi. Tetapi semua itu masih merupakan bahan perdebatan: mana yang benar, mana yang lebih mendekati kenyataan membawa kebaikan dan kebahagiaan kepada manusia. Inilah yang telah melapangkan jalan bagi mereka yang mendakwakan diri nabi itu untuk diperlihatkan kepada orang serta menipu mereka dengan berbagai cara untuk memperkuat kcnabiannya. Dengan cara itu nabi-nabi palsu itu berhasil mengumpulkan orang banyak untuk dijadikan pengikutnya dan untuk menjaga keberhasilan mereka yang pertama.
Faktor regional salah satu penyebabnya
Mendakwakan diri sebagai nabi dan kepercayaan orang akan hal itu bukan unsur yang pokok yang menyebabkan para nabi palsu itu berhasil. Kita sudah melihat bahwa Aswad menggunakan faktor lain untuk itu, dan yang terutama ialah kebencian orang-orang Yaman kepada Persia dan kemudian kepada Hijaz. Kita akan melihat bahwa sepak terjang Musailimah dan Tulaihah itu memperkuat apa yang sudah kita sebut- kan. Andaikata Islam sudah kuat tertanam dalam hati dan sudah sampai pada akidah dan keimanan, niscaya mereka tidak akan mendapat dukungan. Akidah yang sudah berakar kuat dapat menguasai jiwa orang, yang jarang dapat dibandingkan dengan kekuatan apa pun. Tetapi yang jelas, penduduk kawasan itu belura lagi beriman, meskipun sudah masuk Islam. Setelah mereka mendapat jalan untuk meninggalkan Islamatas nama golongan atau nama apa saja tanpa ada kebenaran yang dapat melindungi keimanan mereka, cepat-cepat mereka mengikuti Aswad atau siapa saja yang mendakwakan diri nabi. Yang lebih memperkuat pendapat kita ini ialah bahwa Mekah dan Ta'if tetap dalam Islam. Memang benar bahwa penduduk Yaman sudah mulai menerima Islam dan merasa senang dengan penguasanya sejak Bazan menganut Islam, dan hal itu sebelum Islam merasuk benar ke dalam hati penguasa di Mekah dan di Ta'if. Tetapi selama Rasulullah dalam dakwahnya yang mula-mula tinggal di Mekah selama lebih dari sepuluh tahun itu, dan sementara itu hubungannya dengan Ta'if, pengaruh agama telah masuk juga ke dalam hati penduduk Mekah dan Ta'if. Tidak demikian halnya dengan Bazan dan orang-orang Persia di sekitarnya yang ada di Yaman. Ajaran-ajaran Rasulullah lebih kuat bcrbekas di Mekah dan di Ta'if—meskipun kcduanya pernah mcmbcrontak — daripada ajaran-ajaran Mu'az bin Jabal di Yaman, walaupun berada sepenuhnya dalam perlindungan Bazan.
Pengaruh pergolakan Aswad di negeri-negeri sekitar Yaman Yang ketiga, yang akan kita ringkaskan saja, ialah bahwa pergolakan di Yaman itu telah membcri semangat kepada Yamamah dan kcpada Banu Asad untuk juga bergolak setelah Nabi wafat. Sebenarnya Tulaihah dan Musailimah takut menghadapi kekuatan kaum Muslimin, dan menurut pendapat mereka tidak mungkin dapat melawannya. Oleh karena itu mereka tidak memberontak. Tetapi setelah Aswad berani mengangkat senjata dan berhasil sehingga menimbulkan ketakutan di kalangan kaum Muslimin, keberanian demikian itu menular kepada Tulaihah dan Musailimah, dan lebih berani lagi mereka setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah. Sekiranya Aswad tidak bertingkah dan membuat kekacauan, yang lain tentu masih akan malu-malu untuk memulai, dan tak seorang pun akan berani melawan kaum Muslimin. Dengan kematian Aswad itu pergolakan tidak dengan sendirinya berhenti, yang apinya sudah dicetuskan di segenap Semenanjung Arab. Malah api itu masih tetap menyala, dan  makin membara setelah Rasulullah wafat.
Pendapat kalangan Orientalis dan sebabnya
Gejala demikian itulah pada waktu itu di negeri-negeri Arab yang memperkuat argumen sebagian Orientalis, dengan perbedaan tingkat kehidupan yang jarang terdapat persamaannya dengan negeri-negeri lain, dengan segala akibatnya yang telah menimbulkan pelbagai pcrmusuhan yang tak pernah pula reda sepanjang sejarah. Kehidupan kota dan kehidupan pedalaman di kawasan ini berdampingan demikian rupa secara mencolok sekali. Adanya perbedaan kota-pedalaman di daerah-daerah semacam itulah yang menyebabkan persatuan golongan tidak mudah dicapai. Di samping itu, kehidupan pedalaman yang mau tunduk kepada seorang penguasa seperti di kota, merupakan hal yang mustahil atau hampir mustahil. Kebebasan pribadi seorang badui di pedalaman tak dapat ditukar dengan apa pun, demikian juga kabilah di pedalaman menganggap adalah kehidupannya. Setiap unsur yang akan mengurangi kebebasan itu dipandang sebagai suatu permusuhan yang harus dicegah. Inilah dan segala yang berhubungan dengan inilah penyebab yang telah menimbulkan permusuhan bebuyutan sepanjang sejarah — antara Yaman dengan penduduk daerah utara. Kalangan Orientalis dengan pendapatnya itu mengatakan, bahwa perbedaan watak penduduk pedalaman dengan orang kota serta permusuhan yang timbul antara utara dengan selatan, besar sekali pengaruhnya terhadap pergolakan orang-orang Arab pinggiran, tak lama sebelum Nabi wafat dan pada tahun pertama kepemimpinan Abu Bakr. Islam adalah agama tauhid dalam arti akidah. Oleh karena itu ia membasmi segala macam penyembahan berhala. Keimanan kepada Allah Yang Mahatunggal dan Esa tersebar ke segenap penjuru negeri Arab. Tidakkah mereka merasa khawatir kesatuan iman kepada Allah itu kelak akan menjalar menjadi kesatuan politik yang berarti akan merugikan kebebasan warga Arab pedalaman dan akibatnya membangkitkan permusuhan lama? Itulah yang berkecamuk dalam pikiran mereka menurut pendapat para Orientalis itu, dan itu pula yang membawa Yaman dan yang lain waktu itu bergolak.

Pengaruh unsur asing dalam menyulut pergolakan
Lepas dari benar tidaknya argumen itu, kita tak dapat menutup mata dari adanya unsur asing yang juga ikut menggerakkan hingga terjadi pergolakan dan pemurtadan orang-orang Arab itu. Raja Persia dan Kaisar Rumawi sudah melihat surat Muhammad kepada mereka dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain untuk menganut Islam. Hal ini mendorong mereka untuk sekuat tenaga berusaha menyebarkan api fitnah di negeri-negeri yang tak akan ada unsur apa pun yang akan dapat menyatukan dan memperkuat mereka selain agama baru ini. Satusatunya cara untuk melemahkan mereka dan membuat mereka porakporanda ialah dengan jalan menghasut. Apa pun motif yang mendorong Aswad mengadakan pengacauan, kemudian disusul oleh Tulaihah dan Musailimah serta pemberontakan warga Arab pedalaman tcrhadap kewibawaan Muslimin sampai ke dekat kota Medinah, yang jelas ialah bahwa wafatnya Nabi menjadi sebab timbulnya fitnah itu. Bagaimana siasat Abu Bakr menghadapi pengacauan dan kemudian membasminya itu? Bagaimana ia mampu mengalahkan segala anasir fitnah dan pengacauan itu dan mempersatukan kembali segenap warga Arab Muslimin? Dan bagaimana ia merintis kedaulatan Islam agar para khalifahnya dapat tegak di atas dasar yang kukuh dan kuat? Inilah yang ingin kita lihat dan kita kaji dalam buku ini. Segala ancaman pemberontakan yang kini tersebar di negeri-negeri Arab bukan tidak diketahui oleh Abu Bakr dan sahabat-sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Ansar. Bagaimana tidak akan mereka ketahui, bahaya besar yang pernah mereka alami di Saqifah Banu Sa'idah itu seharusnya sudah menjadi pelajaran buat mereka. Adakah segenap perhatian Khalifah Rasulullah itu akan dicurahkan ke soal itu saja, dan meninggalkan politik Rasulullah dalam hal ini? Ataukah akan meneruskan garis Rasulullah dalam mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Rumawi itu, dengan menyerahkan segala kerusuhan di dalam negeri pada perkembangan?

Perintah pertama oleh Khalifah Pertama
Perintah pertama yang dikeluarkan selesai pelantikan sebagai Khalifah ialah: "Teruskan pengiriman pasukan Usamah." Usamah ialah pemimpin pasukan yang diperintahkan oleh Nabi persiapannya dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar untuk menghadapi Rumawi, setelah terjadi bentrokan antara keduanya di Mu'tah dan Tabuk, sebab Nabi 'alaihis-salam selalu khawatir pihak Rumawi akan menyerbu Muslimin sebagai akibat pertentangan antara agama yang baru ini dengan mereka yang beragama Nasrani. Lebih-lebih lagi karena mereka telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Medinah, Taima', Fadak dan daerah-daerah lain yang dulu mereka tempati. Barangkali dengan kejadian di Mu'tah dan Tabuk itu perhatiannya hendak melindungi perbatasan Arab-Rumawi lebih ditingkatkan. Ketika pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Kemudian Khalid bin al-Walid menarik mundur pasukannya hingga selamat kembali ke Medinah meskipun tidak membawa kemenangan. Dalam perang Tabuk Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan, tanpa terjadi pertempuran. Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi antara Muslimin dengan Rumawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam mengamankan perbatasan Semenanjung Arab itu dari serangan pasukan Rumawi, yang ketika itu merupakan adikuasa.

Pesan Rasulullah kepada Usamah
Usamah bin Zaid ketika itu masih muda sekali, belum lagi mencapai usia dua puluh tahun. Tetapi Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah. Pemuda ini belum terbiasa dengan beban tanggung jawab yang begitu berat. Muhammad memerintahkan Usamah agar menjejakkan kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina, dan menyerang musuh Tuhan dan musuhnya itu pada pagi hari dengan serangan yang gencar serta menghujani mereka dengan api. Hal ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum beritanya sampai lebih dulu kepada musuh. Bila berhasil ia harus segera kembali dengan hasil kemenangannya itu.

Kecintaan Nabi kepada Usamah
Sejak hari pertama penunjukan anak muda seperti Usamah memimpin pasukan dengan kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka itu termasuk ke dalamnya, sudah banyak orang yang menggerutu. Memang benar sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi, sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra kesayangannya." Begitu besar kecintaan Nabi kepadanya sehingga ia pernah didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Mekah dalam tahun kedelapan Hijri dan diajaknya ia masuk ke dalam Ka'bah. Memang benar, sejak kecil Usamah sudah punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Medinah karena usianya yang masih terlalu muda. Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang mengeluh itu melihatnya tidak sama. Peristiwa itu lain dan memegang pimpinan militer dengan mengikutkan Abu Bakr, Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya ke dalamnya, lain lagi."Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah. Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan." Setelah sakit Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam makin berat saya dan yang lain turun ke Medinah. Ketika saya masuk hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia mendoakan saya." Ketika Nabi sadar sesaat sebelum wafat pagi hari itu, Usamah meminta izin akan berangkat dengan pasukannya. Nabi mengizinkan. Tetapi tak seberapa lama tersiar berita Rasulullah wafat, Usamah dan pasukannya kembali lagi ke Medinah. Kemudian Usamah bersama-sama dengan keluarga bertugas menyiapkan pemakaman. Dia dan Syuqran pembantu Nabi menuangkan air ke tubuh Rasulullah dan Ali memandikannya, berikut baju yang dipakainya.

Abu Bakr bertekad meneruskan pengiriman pasukan Usamah
Setelah ada perintah dari Abu Bakr pengiriman Usamah diteruskan selesai pelantikan, kaum Muslimin masih juga menggerutu. Mereka berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang tidak menyenangkan Harfiah, 'wahai manusia,'.Keluhan mereka itu sampai juga kepada Nabi ketika ia dalam sakitnya yang terakhir sementara pasukan Usamah sudah berada di Jurf, siap akan berangkat. Nabi meminta istri-istrinya menyiramkan air kepadanya tujuh kirbat untuk menurunkan demam panasnya. Kemudian ia pergi ke mesjid, dan setelah membaca hamdalah dan mendoakan para korban Uhud, katanya: itu. Sebagian melihat adanya perbedaan pendapat yang dulu antara Muhajirin dengan Ansar dalam soal Khalifah, serta berita-berita yang raasuk ke Medinah tentang warga Arab di pedalaman, orang-orang Yahudi dan Nasrani dan hasutan mereka setelah Nabi wafat agar menyerang kaum Muslimin dan agamanya. Mereka berkata, ditujukan kepada Abu Bakr: "Mereka itu pemukapemuka Muslimin dan kaulihat orang-orang Arab pedalaman itu sudah memberontak kepadamu, tidak patut kau memilah-milah jamaah Muslimin." Tetapi Abu Bakr menjawab: "Demi nyawa Abu Bakr, sekiranya ada serigala akan menerkamku, niscaya akan kuteruskan pengiriman pasukan Usamah ini seperti yang diperintahkan Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekalipun di kota ini sudah tak ada orang lagi selain aku, pasti kulaksanakan juga." Disebutkan juga bahwa setelah Usamah melihat keadaan yang demikian, ia meminta kepada Umar bin Khattab agar memintakan izin kepada Abu Bakr untuk membawa pasukannya itu kembali, supaya dapat membantu Abu Bakr dalam menghadapi kaum musyrik jangan sampai menyergap kaum Muslimin. Orang-orang Ansar berkata kepada Umar: "Kalau harus juga kita meneruskan perjalanan, sampaikan permintaan kami supaya yang memimpin kita ini orang yang lebih tua usianya dari Usamah." Umar menyampaikan pesan Usamah itu kepada Abu Bakr. Tetapi mendengar itu Abu Bakr marah. "Sekiranya yang akan menyergapku itu anjing dan serigala," katanya "aku tidak akan mundur dari keputusan yang sudah diambil oleh Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam." Mengenai pesan kaum Ansar yang meminta agar Usamah digantikan oleh orang yang lebih tua usianya, Abu Bakr melompat dari duduknya dan memegang janggut Umar seraya berkata marah: "Celaka kau Umar! Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam yang menempatkan dia, lalu aku yang akan mencabutnya?!" Ketika kemudian Umar kembali dan mereka menanyakan hasil pembicaraannya, Umar berkata: "Teruskan! Karena usul kalian itulah Khalifah Rasulullah marah kepadaku." "Apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan " Peristiwa dengan beberapa sumbernya yang berbeda-beda ini memberikan gambaran kepada kita tentang politik Abu Bakr mula-mula ia memangku jabatan sebagai Khalifah. Politik itu dapat disimpulkan dari kata-katanya tatkala Fatimah putri Rasulullah meminta warisan ayahnya."Demi Allah, apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan." Dan dia sudah membuat suatu pengumuman ketika ia berkata kepada orang banyak: "Teruskan pengiriman pasukan Usamah. Jangan seorang pun dari anggota pasukan Usamah yang tinggal di Medinah; harus pergi bergabung ke markasnya di Jurf." Dia berdiri di tengah-tengah mereka berpidato setelah mengirimkan kembali sebagian orang yang menentang itu: "Saudara-saudara, aku seperti kamu sekalian. Aku tidak tahu, adakah kamu akan menugaskan aku melakukan sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah. Allah telah memilih Muhammad untuk semesta alam dan dibebaskan dari segala cacat. Tetapi aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru. Kalau aku benar, ikutilah aku, dan kalau aku sesat luruskanlah. Rasulullah wafat tiada seorang pun merasa dirugikan dan teraniaya. Padaku juga ada setan yang akan menjerumuskan aku. Kalau yang demikian terjadi, jauhkanlah aku..." Kemudian ia menyuruh orang melakukan segala perbuatan yang baik sebelum ajal datang menjemput, dan supaya mengambil pelajaran dari bapak-bapak dan saudara-saudara, dan janganlah iri hati terhadap yang hidup kecuali seperti terhadap yang sudah mati. 'Aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru; apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan.' Inilah politik Khalifah Pertama itu. Kebijakan yang patut dicontoh dari Abu Bakr melebihi dari siapa pun. Seperti sudah kita lihat, ia mendampingi Rasulullah sejak pertama kali kerasulannya hingga Allah memanggilnya ke sisi-Nya. Keimanannya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya tak pernah goyah. Karena hubungannya secara mental dan rohani dengan Rasulullah, dia mengetahui melebihi apa yang diketahui orang lain, dan hanya Rasulullah yang mengatakan tentang sahabatnya ini dua hari sebelum kematiannya: "Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Sekiranya ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah khalilku. Tetapi persaudaraan dan persahabatan dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita." Kita sudah melihat persahabatan dan persaudaraannya serta imannya semasa hidup Nabi, yang semuanya itu tak dapat ditandingi baik oleh Umar, Ali atau siapa pun dari kalangan Muslimin yang paling dekat hubungannya dan pertalian kerabatnya dengan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Sudah tentu ia mengikuti Nabi karena keikhlasan hati yang keluar dari keimanan dan kesadarannya, iman yang membuat begitu tenang bahwa apa yang diikutinya dari Rasulullah sudah tidak salah. Kesadarannya itu membuat dia menempuh jalan yang menurut hematnya pasti dulu telah ditempuh oleh Rasulullah.

Abu Bakr melepas pasukan Usamah
Setelah Umar kembali ke Jurf, semua orang sudah tahu mengenai pesan Abu Bakr yang dibawanya. Mau tak mau mereka harus tunduk kepada Khalifah. Setelah itu Abu Bakr pun pergi mengunjungi markas pasukan itu. Ketika memberangkatkan dan melepas pasukan itu ia berjalan kaki, sementara Usamah di atas kendaraan, untuk menanamkan kesan kepada mereka tentang kepemimpinan Usamah yang harus diterima dan ditaati. Tetapi agaknya Usamah merasa malu melihat orang tua yang penuh wibawa dan sahabat Rasulullah serta penggantinya memerintah Muslimin itu berjalan kaki di sebelahnya sedang hewan tunggangannya dituntun oleh Abdur-Rahman bin Auf dari belakang. "Oh Khalifah Rasulullah," kata Usamah. "Tuan harus naik, kalau tidak saya akan turun." "Demi Allah, jangan turun!" Abu Bakr berkata. "Dan demi Allah aku tidak akan naik. Aku hanya menjejakkan kaki di debu sejenak demi perjuangan di jalan Allah!" Setelah tiba saatnya akan melepas pasukan itu ia berkata kepada Usamah: "Kalau menurut pendapatmu Umar perlu diperbantukan kepadaku silakan." Usamah mengizinkan Umar meninggalkan pasukannya dan kembali (ke Medinah) bersama Abu Bakr. Kiranya apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang masih menggerutu itu setelah menyaksikan peristiwa ini, padahal baru kemarin mereka membaiat Abu Bakr untuk mengurus kaum Muslimin besar kecil. Mereka yang tadinya tunduk terpaksa, setelah tindakan Abu Bakr yang sungguh bijaksana itu tak ada jalan lain harus menerima juga; kalau tidak mereka akan menjadi buah mulut orang dan dituduh mementingkan diri sendiri. Kekhawatiran kita pada penilaian orang terhadap diri kita serta hukumannya yang dijatuhkan kepada kita serin g mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan kita, sama dengan berkuasanya kepuasan pribadi kita, meskipun sebab dan motifnya berbeda.

Pesan Abu Bakr kepada pasukan Usamah
Bila sudah tiba saatnya Abu Bakr melepas pasukan, ia berdiri di depan mereka menyampaikan pidatonya: "Saudara-saudara, ikutilah sepuluh pesan saya ini dan harus Saudarasaudara perhatikan: Jangan berkhianat, jangan korupsi, jangan mengecoh dan jangan menganiaya. Janganlah membunuh anak-anak, orang lanjut usia atau perempuan. Janganlah menebang atau membakar kebun kurma, jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi atau unta kecuali untuk dimakan. Kamu akan melewati golongan manusia yang mengabdikan diri tinggal dalam biara; biarkan mereka, jangan diganggu. Kamu akan singgah pada suatu golongan yang akan menghidangkan pelbagai macam makanan, maka jika di antaranya ada yang kamu makan, sebutlah nama Allah. Juga kamu akan menjumpai beberapa golongan manusia, di bagian atas kepala mereka berlubang dan membiarkan sekelilingnya seperti pita, sapulah itu sekali dengan pedangmu. Terjunlah kamu dengan nama Allah, semoga Allah memberi perlindungan kepada kamu dari kematian dan penyakit." Kepada Usamah yang sudah mulai bergerak dengan pasukannya ia berkata: "Kerjakan apa yang diperintahkan Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam kepadamu. Mulailah dari daerah Quda'ah, kemudian masuk ke Abil. Jangan kaukurangi sedikit pun perintah Rasulullah. Jangan ada yang kautinggalkan apa yang sudah dipesankan kepadamu."
Perjalanan pasukan menuju Balqa'
Sementara pasukan Usamah berangkat, Abu Bakr dan Umar kembali ke Medinah. Dengan dipimpin oleh seorang komandan muda pasukan itu berangkat mengarungi padang pasir dan sahara gersang di puncak musim panas bulan Juni. Sesudah dua puluh hari perjalanan ia
sampai ke Balqa' dan di tempat itulah Mu'tah, di tempat itu pula Zaid
bin Harisah dan kedua sahabatnya Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah
bin Rawahah gugur sebagai syahid. Di sini Usamah dan pasukannya
bermarkas dan memulai serangannya ke Abil dengan menyebarkan pasukan
berkudanya ke daerah-daerah kabilah di Quda'ah. Musuh-musuh
Allah dan Rasul-Nya yang mau merintangi jalannya habis disapunya
tanpa belas kasihan lagi. Semboyan Muslimin dalam perang ketika itu:
"Mati untuk kemenangan." Selama dalam perang pasukan Muslimin berhasil membunuh dan
menawan serta membakar kota-kota yang mengadakan perlawanan.
Rampasan perang yang mereka peroleh pun tidak sedikit. Dengan demikian
Usamah sudah dapat menuntut balas atas kematian ayahnya dan
kaum Muslimin di Mu'tah, dan sekaligus telah pula melaksanakan pe rintah Rasulullah untuk menapakkan kudanya ke perbatasan Balqa' dan
Darum di bumi Palestina, menyergap musuh-musuh Allah dan Rasul-
Nya itu di pagi buta, membunuh mereka dan membakar dengan api.
Semua itu dilaksanakan sampai selesai secara silih berganti sebelum
pihak musuh menyadari. Setelah menyelesaikan tugasnya itu Usamah kembali dengan pasukannya
ke Medinah membawa kemenangan dengan menunggang
kuda yang dulu dinaiki ayahnya ketika terbunuh di atas kuda itu juga.
Pasukan yang sudah sukses itu kembali ke Medinah. la tidak lalu
tergila-gila dengan kemenangan itu, dengan menelusuri jejak musuhnya
atau menyerbu perbatasan Rumawi dan terus menerobos sampai ke
sarang-sarang mereka. la kembali sementara usia mudanya bertambah
agung dengan kemenangannya itu. Kaum Muhajirin dan Ansar yang
tadinya menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sekarang merasa
bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar
biasa di medan perang. Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang
apa yang dikatakan oleh Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam: "Dia
sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas
memegang pimpinan."
Pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan
bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya,
karena politik yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang
dalam pikiran semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan
perbatasan kawasan Arab dengan Rumawi, tidak menyinggung
Rumawi sendiri yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk
orang-orang Yahudi atau yang, lain yang perrtah berkomplot terhadap
kaum Muslimin. Wajar saja bila Rumawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta
pengaruh kekuasaannya yang besar itu namanya masih menggoncangkan
semua bangsa. Tetapi hal itu tidak mengubah perselisihan yang ada
antara pihak Arab dengan Rumawi sebagai pihak yang berkuasa sampai
tahun-tahun terakhir masa hidup Nabi. Bukankah Dihyah al-Kalbi sudah
pergi membawa surat Nabi kepada Heraklius, dan Heraklius sedang
dalam puncak kejayaannya pada tahun ketujuh Hijri itu, atau tiga tahun
sebelum Nabi wafat? Dia sudah menyaksikan sendiri betapa kuatnya
kerajaan Rumawi waktu itu! Dan orang-orang Yahudi, bukankah pada
tahun ketujuh Hijri itu mereka juga sudah berangkat ke Palestina menyusul
kekalahan mereka di Khaibar, Fadak dan Taima'? Hati mereka
memikul dendam kepada Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Mereka
bersekongkol menghasut pihak Rumawi agar menyerbu Muslimin
dengan membawa sukses seperti sudah terbukti ketika memerangi Persia
yang juga telah berhasil. Sudah tentu pihak Muslimin akan menjaga perbatasannya sendiri
dari serbuan Rumawi. Dan Usamah setelah mendapat kemenangan
menghadapi musuh, ia menarik pasukannya kembali ke Medinah untuk
mendampingi Abu Bakr bersama-sama dengan kaum Muslimin yang
lain, tanpa bermaksud hendak menyerang Rumawi. Tak seorang pun
membayangkan bahwa perang itu akan pecah juga setelah dua tahun
kemudian, dimulai oleh Abu Bakr sesuai dengan jalannya peristiwa, dan
diselesaikan oleh para penggantinya yang kemudian, dan dengan demikian
dapat menghancurkan imperium Rumawi yang selama berabadabad
ditakuti sehingga semua bangsa tunduk di bawah telapak kakinya.
Abu Bakr menyambut Usamah di luar kota Medinah
Dengan pasukan yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan Abu
Bakr menyambutnya di luar kota Medinah. Abu Bakr datang menyongsongnya
bersama-sama sejumlah Muhajirin dan Ansar terkemuka untuk
menyambutnya. Semua mereka dalam suasana gembira, ditambah lagi
dengan penduduk Medinah yang menyusul Abu Bakr dan rombongannya.
Mereka bersorak sorai gembira sebagai penghargaan atas keberanian
Usamah dan pasukannya itu. Begitu ia memasuki kota Medinah dengan
kemenangan yang membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju mesjid
melakukan salat syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya
dan kepada Muslimin. Pasukan itu pulang kembali ke Medinah setelah empat puluh hari,
ada juga yang menyebutkan sesudah tujuh puluh hari sejak keluar dari
kota itu. Ada beberapa Orientalis yang berupaya hendak meremehkan dan
memperkecil arti ekspedisi itu, termasuk luapan gembira dan penghargaan
kaum Muslimin atas mereka yang telah membawa kemenangan
itu. Orientalis V. Vacca, editor "Usamah" dalam Da'iratul Ma 'arif allslamiyah
mengatakan "Kemenangan Usamah ini telah membawa kegembiraan
dalam hati penduduk Medinah setelah dirisaukan oleh adanya
perang "Riddah." Kemenangan itu menjadi begitu penting, tidak sesuai
dengan nilai yang sebenarnya. Bahkan kemudian dianggap sebagai pembuka
jalan adanya serangan yang ditujukan ke Syam."
Memang benar peperangan ini tidak besar dibandingkan dengan arti
perang zaman sekarang, juga tidak besar dibandingkan dengan beberapa
peperangan yang pernah terjadi waktu itu. Usamah memang membatasi
serangannya yang mendadak terhadap kabilah-kabilah itu dan merampas
mereka tanpa harus menemui pasukan Rumawi. Tetapi yang jelas, peristiwa
ini membawa pengaruh besar dalam kehidupan kaum Muslimin,
dan dalam kehidupan orang-orang Arab yang berpikir hendak mengadakan
pemberontakan, dan dalam kehidupan Rumawi sendiri yang bermaksud
melebarkan sayapnya sampai ke perbatasan. Musuh-musuh
mereka dari kalangan Arab yang mendengar berita ekspedisi itu berkata:
"Kalau mereka tidak punya kekuatan tentu tidak akan mengirimkan
pasukan yang akan menimbulkan rasa iri pada kabilah-kabilah yang
kuat yang jauh dari mereka."
Pengaruh gerakan Usamah terhadap pihak Arab dan Rumawi
Ketika berita ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius, ia terkejut
sekali. Ia segera mengirimkan pasukan yang berkekuatan besar ke
Balqa'. Ini suatu bukti yang nyata bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa
ekspedisi ini benar-benar diperhitungkan, baik oleh Rumawi maupun
oleh orang-orang Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara
— selain Dumat al-Jandal1 (Dumatul Jandal) — tidak lagi menghasut
untuk menyerbu Medinah.
Selain di bagian utara, di seluruh Semenanjung Arab itu keadaannya
tidak demikian. Di atas sudah kita lihat, bahwa kabilah-kabilah di
tempat-tempat lain semua mau membangkang pada saat-saat terakhir
kehidupan Nabi, dan kita lihat pula ada sebagian mereka yang mendakwakan
diri nabi. Kalau tidak karena rasa takut yang menguasai
kabilah-kabilah dan mereka yang mengaku-ngaku nabi itu karena sikap
Rasulullah yang tegas serta keberanian kaum Muslimin di samping iman
mereka yang tangguh, niscaya akan banyak daerah yang akan mengadakan
pembangkangan. Setelah Muhammad kembali ke sisi Tuhannya,
orang-orang Arab itu banyak yang murtad, baik secara bersama-sama
atau masing-masing kabilah sendiri-sendiri. Di sana sini kaum munafik
bermunculan, orang-orang Yahudi dan Nasrani bersiap-siap. Pihak Muslimin
sendiri memang dalam kegelisahan setelah Nabi tiada, sedang jumlah
mereka tidak banyak. Sebaliknya pihak musuh tidak sedikit jumlahnya.
Menghadapi hal demikian perlu ada suatu politik yang tegas dan bijaksana,
yang akan dapat mengembalikan segala sesuatunya ke tempat semula,
membela agama Allah sejak dari awal pertumbuhannya.
Dan inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakr tatkala mengerahkan
pahlawan-pahlawan Islam itu menghadapi kaum murtad dan para
pembangkang terhadap agama Allah dan Rasul-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar