MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT
dan menjauhi
mereka. Kalau tidak karena kemudian tampil Suhail bin Amr di tengah-tengah mereka
dengan mengatakan — setelah menerangkan tentang kematian Nabi — bahwa
"Islam sekarang sudah bertambah kuat, dan barang siapa masih menyangsikan
kami, akan kami penggal lehernya," niscaya mereka masih akan maju-mundur.
Tetapi di samping ancamannya itu Suhail masih memberikan harapan, yang ternyata
besar juga pengaruhnya. la menambahkan: "Ya, sungguh, Allah pasti
menyempurnakan kamnia-Nya kepada kamu sekalian, seperti kata Rasulullah Sallallahu
'alaihi wasallam." Ternyata kata-kata itu lebih besar pengaruhnya
dalam hati mereka daripada ancaman. Itu jugalah yang membuat mereka surut dari
maksud hendak mcmbangkang. Baik penduduk Medinah maupun pcnduduk Mekah dari
kalangan Kuraisy, setelah melihat kenyataan ini akhirnya mereka menerima Abu
Bakr. Hadis Rasulullah yang telah diingatkan oleh Suhail membuat mereka puas.
Mereka kembali kepada Islam dan menaati ajaran-ajarannya.
Sikap Saqif di Ta 'if
Demikian juga
pihak Saqif di Ta'if mereka bersiap-siap mau murtad. Usman bin Abi al-As, kuasa
Nabi di sana berkata kepada mereka: "Saudara-saudara dari Saqif, kamu adalah
orang-orang yang terakhir masuk Islam, janganlah menjadi yang pertama
murtad!" Mereka teringat pada sikap Nabi terhadap mereka sesudah perang
Hunain dan teringat juga adanya ikatan keturunan dan keluarga antara mereka
dengan pihak Mekah, maka mereka pun kembali kepada Islam. Mungkin kedudukan Abu
Bakr sebagai khalifah dan dukungan penduduk Mekah kepadanya memberi pengaruh
juga kepada masyarakat Saqif, sama dengan yang di Mekah.
Kabilah-kabilah yang lain
Juga
kabilah-kabilah yang tinggal di antara Mekah, Medinah dan Ta'if keislamannya
sudah mantap. Mereka ini terdiri dari kabilahkabilah Muzainah, Gifar, Juhainah,
Bali, Asyja', Aslam dan Khuza'ah. Sedang kabilah-kabilah lain masih belum
menentu. Di antara mereka, yang baru masuk Islam, ada yang murtad, ada yang
karena ajaran Islam belum meresap ke dalam hati mereka, dan ada pula yang
karena memang keyakinannya yang sudah kacau. Di samping itu, yang terbaik di antara
mereka ada yang tetap berpegang pada Islam namun tidak menyukai kekuasaan
Medinah, baik oleh kalangan Muhajirin atau Ansar. Mereka itulah yang menganggap
zakat itu sebagai pajak yang dibebankan Medinah kepada mereka. Jiwa mereka yang
mau bebas dari segala kekuasaan menentang. Sejak masuk Islam mereka mau
melaksanakan kewajiban itu hanya kcpada Rasulullah yang sudah menerima wahyu,
dan yang menjadi pilihan Allah sebagai Nabi di antara hamba-Nya. Tetapi karena
Nabi sudah berpulang ke rahmatullah, maka tak ada dari penduduk Medinah yang
patut dimuliakan. Selain Nabi, mereka tidak berhak memungut zakat. Kabilah-kabilah
yang merasa keberatan menunaikan zakat ialah mereka yang tidak jauh dari Medinah,
terdiri dari kabilah Abs dan Dubyan serta kabilah-kabilah lain yang bergabung
dengan mereka, yakni Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah. Mereka yang tinggal
jauh dari Medinah lebih gigih lagi menentang. Sebagian besar mereka mengikuti orang-orang
yang mendakwakan diri nabi, seperti Tulaihah di kalangan Banu Asad, Sajah dari
Banu Tamim, Musailimah di Yamamah dan Zut- Taj Laqit bin Malik di Oman, di
samping sejumlah besar pengikutpengikut Aswad al-Ansi di Yaman. Mereka menjadi
pengikutnya hanya sampai waktu orang itu sudah mati. Sesudah itu mereka masih
bersikeras dengan. mengobarkan fitnah dan pembangkangan hingga berakhirnya perang
Riddah.
Faktor-faktor yang mendorong
pergolakan
Terjadinya
pergolakan di kota-kota dan di daerah-daerah pedalaman terhadap kekuasaan
Kuraisy itu serta berbaliknya mereka dari Islam, bukan karena letak
geografisnya dengan Medinah saja, tetapi karena faktor-faktor masyarakat Arab
dan unsur-unsur asing lainnya, yang bekasnya tampak sekali pada saat-saat
terakhir masa Rasulullah. Islam tersebar dan masuk ke daerah-daerah yang jauh
dari Mekah dan Medinah di semenanjung itu baru setelah penaklukan Mekah serta terjadinya
ekspcdisi Hunain dan pengepungan Ta'if. Sampai pada waktu itu kegiatan
Rasulullah terbatas di sekitar kedua kota suci itu, Mekah dan Medinah. Islam
baru keluar perbatasan Mekah tak lama sebelum hijr'ah ke Yasrib (Medinah). Sampai
sesudah hijrah pun selama beberapa tahun berikutnya kegiatan Nabi tetap tertuju
untuk menjaga kebebasan dakwah Islam di tempat yang baru ini. Setelah kaum
Muslimin berhasil menghilangkan kekuasaan Yahudi di Yasrib, dan sesudah
memperoleh kemenangan di Mekah, barulah orang-orang itu mau menerima agama yang
benar ini. Utusan-utusan berdatangan dari segenap penjuru Semenanjung untuk
menyatakan telah masuk Islam. Nabi pun mengutus wakil-wakilnya untuk
mengajarkan dan memperdalam ajaran Islam serta sekaligus memungut zakat atau
sedekah.
Faktor-faktor penyebab
murtadnya masyarakat Arab
Wajar saja bila
agama ini tidak dapat mengakar ke dalam hati kabilahkabilah itu seperti yang
sudah dihayati oleh penduduk Mekah dan Medinah serta masyarakat Arab yang berdekatan
di sekitarnya. Di tempat asalnya Islam memerlukan waktu dua puluh tahun penuh
untuk menjadi stabil. Selama itu pula lawan-lawannya terus berusaha mati-matian
melancarkan permusuhan, yang berlangsung hingga selama beberapa tahun. Akibat
dari semua itu, kemudian permusuhan berakhir dengan kemenangan di tangan Islam.
Ajaran-ajarannya sekarang dapat dirasakan dan meresap ke dalam hati orang-orang
Arab Mekah, Ta'if, Medinah serta tempat-tempat dan kabilah-kabilah berdekatan
yang dapat berhubungan dengan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Tetapi mereka
yang berada jauh dari daerah yang pernah menyaksikan kegiatan Muhammad selama
bertahun-tahun terus-menerus itu, mengajak orang kepada ajaran Allah dan agama
Allah, agama baru itu tidak membekas pada mereka. Bahkan mereka memberontak dan
berusaha hendak kembali kepada kebebasan politik dan agamanya yang lama.
Faktor-faktor asing
Dalam
membangkitkan pergolakan ini faktor-faktor asing sebenarnya tidak pula kurang
pengaruhnya daripada faktor-faktor setempat. Mekah dan Medinah serta para
kabilah di sekitarnya samasekali tidak mau tunduk pada kekuasaan Persia atau
Rumawi yang ketika itu memang sedang menguasai dunia. Bagian utara Semenanjung
itu bersambung dengan Syam, sebelah selatannya bersambung dengan Persia dan
berdekatan dengan Abisinia (Etiopia), dan keduanya sudah berada di bawah pengaruh
kedua imperium itu. Bahkan kawasan itu dan beberapa keamiran
sudah berada di
bawah kekuasaan mereka. Dengan demikian tidaklah mengherankan jika pihak yang
merasa punya pengaruh dan kekuasaan itu mati-matian berusaha hendak menentang
agama baru ini dengan segala cara, dengan jalan propaganda politik, menganjurkan
kekuasaan otonomi, dan dengan propaganda agama, kadang untuk kepentingan pihak
Nasrani, kadang untuk kepentingan pihak Yahudi dan adakalanya untuk kepentingan
paganisma Arab. Kegiatan segala faktor itu tampak jelas pengaruhnya bcgitu
tersebar berita tentang kematian Nabi. Dengan cukup berhati-hati kegiatan itu
sebenarnya memang sudah mulai tampak sebelum Rasulullah wafat. Sementara kita
membaca buku ini pengaruh demikian itu akan kita lihat jelas. Faktor-faktor
setempat dan asing itu sendiri sudah merupakan logika yang cukup menarik untuk
dipercaya, dan logika itulah yang disebarluaskan oleh para penganjurnya di antara
berbagai kabilah, sehingga dengan mudah mereka memberontak dan mengobarkan
fitnah.
Logika kaum murtad dan mereka
yang menolak menunaikan zakat
Mereka yang
enggan menunaikan kewajiban zakat berkata di antara sesama mereka: Kalau kaum
Muhajirin dan Ansar sudah berselisih mengenai kedaulatan, dan Rasulullah wafat
tidak meninggalkan wasiat siapa yang akan menggantikannya, maka sudah
seharusnya kita mempertahankan kemerdekaan kita sendiri justru demi menjaga
Islam agama kita. Dan seperti kalangan Muhajirin dan Ansar, kita pun berhak
menentukan pilihan siapa yang akan bertindak menggantikan Rasulullah di antara
kita. Adapun bahwa kita hams tunduk kepada Abu Bakr atau kepada yang lain,
bukanlah itu yang dikehendaki agama, juga Qur'an tidak mengajarkan demikian.
Kita wajib taat kepada orang yang kita serahi urusan kita sendiri. Barangkali
mereka yang berpikiran serupa itu masih dapat dimaafkan mcngingat Rasulullah
sendiri memang mengakui adanya sebagian kekuasaan otonomi pada beberapa daerah
Arab dan kabilah itu. Mereka berpikir untuk mengambil kemerdekaan itu
sepenuhnya setelah Nabi wafat. Badhan, gubernur Persia di Yaman tetap memegang
kekuasaan setelah ia menyatakan dirinya masuk Islam dan meninggalkan agama Majusi.
Para amir yang lain, seperti di Bahrain, Hadramaut dan yang lain,
dibiarkan dalam kekuasaan masing-masing setelah mereka beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Zakat yang dipungut dari sebagian penduduk daerah itu dibagikan
kepada orang-orang miskin di daerah itu juga. Keharusan membayar jizyah yang
ditentukan oleh Islam hanya berlaku terhadap Ahli Kitab. Masyarakat Arab
Muslimin seperti penduduk Medinah, kenapa mereka membayar zakat kepada penguasa
Medinah! Kenapa mereka tidak mempertahankan hubungannya dengan Medinah dalam
arti hubungan kesatuan agama yang tak ada hubungannya dengan kekuasaan politik!
Soalnya Medinah sudah lebih dulu mengenal Islam sehingga mereka lebih tahu
tentang segala kewajiban dan ajaran-ajaran Islam. Mereka tinggal mengutus orang
ke daerah-daerah dan kepada kabilah-kabilah lain untuk mengajarkan agama,
seperti dulu dilakukan oleh Rasulullah, sehingga hubungan mereka satu sama lain
lebih menyerupai perserikatan antar-umat Islam. Satu sama lain tidak saling
dirugikan dan tidak mencari jalan untuk melanggar kemerdekaan pihak lain. Pikiran
ini yang berkecamuk pada sebagian kabilah yang berdekatan dengan Medinah, Mekah
dan Ta'if. Sedang penduduk Yaman dan selatan Semenanjung di seberangnya, begitu
juga kawasan-kawasan lain yang jauh dari pusat kedudukan Islam, mereka banyak
yang menerima Islam sebagai penghormatan saja atas kekuasaan Muhammad yang
dalam waktu pendek tersebar luas hingga mencapai perbatasan imperium Rumawi dan
Persia. Penyebarannya yang begitu cepat memang sangat mengagumkan, sehingga
setiap kabilah itu berturut-turut mengirimkan utusan ke Medinah menyatakan
kepada Nabi bahwa mereka dan kabilahkabilah lain yang tergabung ke dalamnya
masuk Islam. Tetapi dengan tersebarnya berita bahwa Nabi wafat, tidak heran
jika iman mereka jadi goyah dan mereka berbalik murtad dari agama yang barti saja
mereka terima. Juga tidak heran jika mereka kemudian membangkang terhadap agama
ini lalu terbawa oleh orang-orang yang mengobarkan fitnah dan api permusuhan
atas nama fanatisma dan kecongkakan Arabnya.
Nabi-nabi palsu bermunculan
Banyak di antara
mereka yang tertipu oleh orang yang pertama mendakwakan diri sebagai nabi dan
mendapat wahyu, seperti wahyu yang diterima oleh Muhammad. Belum lama setelah
masuk Islam mereka merasa sudah salah langkah. Bahkan ada yang merasa demikian
sementara Nabi sendiri masih hidup, masih berada di tengah-tengah mereka. Di
kalangan Banu Asad banyak orang yang menyambut Tulaihah yang mendakwakan dirt
nabi dan mendapat dukungan ketika ia meramalkan adanya tempat mata air tatkala
golongannya sedang dalam perjalanan hampir mati kehausan. Kalangan Banu Hanifah
banyak juga yang menyambut Musailimah ketika ia mengutus dua orang pengikutnya
kepada Muhammad, memberitahukan bahwa Musailimah juga nabi seperti dia, dan
bahwa separuh bumi ini buat dia dan separuh buat Kuraisy, tetapi Kuraisy
golongan yang tidak suka berlaku adil. Juga penduduk Yaman mengenal nama Aswad
al-Ansi yang bergelar "Zul-Khimar" — "orang yang
berkudung", tatkala orang ini menguasai Yaman dan mengusir wakil Nabi.
Tetapi mereka oleh Rasulullah tidak begitu dihiraukan, dengan keyakinan bahwa
kebenaran yang ada dalam agama Allah ini sangat kuat untuk menangkis kebohongan
mereka, dan dengan keimanan yang sudah kuat orang-orang yang beriman itu akan
mampu membasmi mereka.
Aswad yang mendakwakan diri
nabi
Mereka yang mendakwakan
diri nabi itu menyadari posisi mereka terhadap Rasulullah. Di antara mereka tak
ada yang memberontak seperti yang dilakukan oleh Aswad al-Ansi. Konon ia
mendakwakan diri nabi lalu tampil dan terbunuh ketika Nabi masih ada. Tetapi
sebagian scjarawan ada yang menyebutkan bahwa ia mengambil cara seperti kedua rekannya
itu, menunggu sampai Rasulullah wafat, kemudian baru mereka mcmberontak melawan
Islam. Dalam buku Tdrikh-nya. al-Ya'qubi menuturkan: "Aswad bin
Inza al-Ansi sudah mendakwakan dirinya nabi sejak masa Rasulullah. Setelah Abu
Bakr dilantik ia muncul dan mendapat pengikut beberapa orang. Ia dibunuh oleh
Qais bin Maksyuh al-Muradi dan Fairuz ad-Dailami yang memasuki rumahnya dan
mendapatkannya sedang mabuk lalu dibunuh." Mengutip salah satu sumber
at-Tabari mengatakan: "Perang pembangkangan pertama setelah Nabi Sallallahu
'alaihi wasallam wafat ialah perang yang dilancarkan oleh Ansi, dan perang
Ansi itu terjadi di Yaman." Pada akhir hayat Nabi Semenanjung itu memang
belum tenteram. Belum semua kcadaan sudah stabil di bawah satu panji dan dalam
satu agama. Di bawah tanah masih tersimpan bibit-bibit fitnah dan
pembangkangan. Tanda-tanda pergolakan di bagian timur laut dan di selatan seluruhnya
masih menyala dan tidak akan dapat dipadamkan tanpa adanya kekuatan rohani yang
kemudian dilimpahkan Allah kepada Rasul- Nya dan ternyata membawa kemenangan.
Bahkan kemenangan ini pun belum dapat membungkam Musailimah dan Aswad al-Ansi
dari usahausaha mendakwakan diri nabi di kalangan masyarakatnya itu. Maksud mereka
supaya di kalangan Banu Hanifah dan di Yaman serta kelompokkelompok Arab yang
lain ada juga .nabinya, seperti di kalangan Kuraisy. Kalau tidak karena
kcarifan Rasulullah serta pandangannya yang jauh dan tepat serta karunia Allah
kcpadanya dan kepada Islam, niscaya api fitnah itu akan terus berkobar dan
apinya akan membakar habis orangorang itu semua, sementara ia masih hidup.
Yaman sebelum pergolakan Ansi
Besar dugaan
bahwa pergolakan Ansi itu terjadi pada akhir masa Rasulullah. Bcnar tidaknya
dugaan ini, yang jelas terjadinya itu pada masa Abu Bakr. Cerita pemberontakan
seperti yang dituturkan para scjarawan itu termasuk aneh, yang cukup meminta
perhatian kita, dan sekaligus dapat mengungkapkan segi-segi psikologisnya. Hal
ini mendorong orang untuk memikirkannya lebih dalam. Dari beberapa utusan
Rasulullah yang dikirim kepada para raja, ada seorang di antaranya yang diutus
kepada Kisra Persia, mengajaknya masuk Islam. Setelah surat Nabi itu
diterjemahkan, Kisra sangat berang, dan memerintahkan kepada Bazan, penguasa
Persia di Yaman supaya kepala orang yang di Hijaz itu dikirimkan kepadanya.
Ketika itu Rumawi sudah dapat mengalahkan Kisra dan keadaannya pun raemang
sudah lemah. Setelah Bazan menerima surat atasannya itu, dikirimkannya surat
itu kepada Muhammad, dan Muhammad juga membalas dengan memberitahukan bahwa
Syiruya (Khavad II) sekarang sudah menggantikan Kisra bapaknya, dan sekaligus
dimintanya ia menganut Islam dan tetap sebagai penguasanya di Yaman. Berita kekacauan
di Persia dan Syiruya yang naik takhta serta kemenangan Rumawi atas Persia itu
sudah pula sampai kepada Bazan. Oleh karena itu dengan cepat ia menerima seruan
Muhammad, dan orang Persia itu sekarang bertindak sebagai wakil Nabi atas
bangsa Yaman, setelah sebelumnya sebagai wakil Persia. Sesudah Bazan meninggal
kekuasaannya oleh Rasulullah diberikan kepada beberapa orang, di antaranya Syahr
Bazan diberi tugas tanggung jawab atas kota San'a dan sekitarnya. Ada pula
orang-orang Yaman sendiri dan yang lain sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu
'alaihi wasallam dari Medinah. Sementara para penguasa itu sedang mengatur daerahnya
masing-masing, tiba-tiba datang surat dari Aswad al-Ansi mengancam agar mereka
menycrahkan semua kekuasaan itu ke tangannya, sebab dialah yang lebih berhak.
Dari sinilari kemudian timbul gejala fitnah dan kekacauan yang pertama. Aswad
ini seorang dukun yang tinggal di Yaman bagian selatan, seorang tukang sihir
yang dapat membuat bcrmacam-macam muslihat, dan mempcngaruhi penduduk dengan
kata-katanya. Ia mcndakwakan diri nabi dan juga menamakan dirinya
"Rahman," sama halnya dengan Musailimah yang menamakan dirinya
"Rahman Yamamah."2 Ia mengaku memelihara setan yang dapat mengalahkan
segala macam, dan juga dapat mengalahkan segala rencana musuh. Ia tinggal dalam
sebuah gua Khabban di Mazhij. Orang-orang awam dalam jumlah besar banyak yang datang
kepadanya karena tertarik pada kata-katanya, dan terpesona oleh apa yang
katanya adalah perkataan setannya.
1 Mengenai nama
ini, Bazan atau Badhan pendapat orang tidak sama.
2 Menurut Lisdnul
'Arab kata "rahman" mcngandung beberapa arti, dan nama
Allah yang tak dapat disifatkan pada yang lain, scperti "rahim".
Lisdnul 'Arab juga menyebutkan, bahwa kata rahman ini berasal dari
kata bahasa Ibrani dan rahim dari kata bahasa Arab. Beberapa Orientalis
menyebutkan bahwa sebelum Islam kata rahman ini nama dewa di
Semenanjung Arab bagian selatan, dan terdapat dalam naskah-naskah mereka tetapi
di Hijaz sendiri tidak dikenal. Aswad mengepalai kelompok itu setelah ia
membuat kerusuhan. lalu pergi ke Najran dan menyingkirkan Khalid bin Sa'id dan
Amr bin Hazm wakil Muslimin di daerah itu. Penduduk Najran yang merasa
terpesona oleh kemenangan Aswad segera bergabung. Mereka sama-sama pergi ke
San'a dan ia berhadapan dengan Syahr bin Bazan yang kemudian dibunuhnya dan
pasukannya dikalahkan. Kaum Muslimin yang tinggal di kota itu lari, dipimpin
oleh Mu'az bin Jabal, menyusul Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm ke Medinah.
Dengan kemenangannya itu Aswad menjadi raja Yaman. Sekarang orang-orang dari
pedalaman dan dari kota, dari sahara Hadramaut, Ta'if, Bahrain dan Ahsa sampai
ke Aden tunduk di bawah perintahnya.
Beberapa faktor penyebab
pergolakan
Yang
menghcrankan, kctika Aswad menghadapi Syahr bin Bazan di San'a hanya dengan
tujuh ratus orang pasukan berkuda. Ada yang bergabung kepadanya dari Mazhij dan
ada pula yang dari Najran. Dengan jumlah pasukan yang bcgitu kecil, dukun sihir
itu mendapat kemenangan melawan penduduk kawasan terscbut dan berkembang cepat
sekali scperti jilatan api, tak ada kekuatan yang dapat melawannya. Kalau kita hendak
menafsirkan peristiwa itu, barangkali kita dapat mengatakan, bahwa
negeri-negeri itu memang sedang berada di bawah kekuasaan Persia. Setelah itu
kemudian di bawah kaum Muslimin yang datang dari Hijaz. Kita pun tahu permusuhan
yang sudah ada sejak lama berakar antara Yaman dengan Hijaz. Setelah Aswad
tampil menuntut Yaman untuk orang Yaman, tak ada orang yang mengadakan
perlawanan. Pihak Persia tak dapat membela Syahr dan ayahnya, dan orang Hijaz
pun tak ada di negeri itu yang akan membantu kaum Muslimin dari ulah dan tipu
muslihat Aswad.
Tetapi dapat
juga ditafsirkan dari segi lain, yakni negeri ini memang sudah menjadi ajang
berbagai macam agama: Yahudi, Nasrani dan Majusi. Agama-agama ini berdekatan
pula dengan berhala-berhala dan peribadatan masyarakat Arab. Di samping itu
Islam yang baru saja singgah di Yaman, ajaran-ajarannya belum dapat dikatakan
sudah kuat merasuk ke dalam hati warga penduduk negeri itu. Setelah nabi palsu itu
muncul di tengah-tengah mereka dengan membangkitkan rasa kegolongan, mengajak
mereka dengan berdalih ia telah mengusir kekuasaan dari negerinya itu, segera sekali mereka
menyambut ajakan itu. Tak ada jalan bagi kaum Muslimin selain melarikan diri,
dan bagi orang-orang
Persia yang masih ada di tempat itu tak ada jalan lain daripada tunduk atau
mati.
Sikap Rasulullah
menghadapi ulah Aswad
Tatkala
berita-berita itu sampai kepada Muhammad di Medinah, ia tengah
mengadakan persiapan hendak menghadapi pihak Rumawi dan akan mengadakan
pembalasan terhadap Mu'tah sambil mengadakan konsolidasi
menghadapi bahaya yang sedang mengepung Semenanjung Arab itu dari
segenap penjuru. Untuk itu disiapkannya pasukan Usamah. Pasukan ini akan
dikerahkan ke Yaman untuk membungkam Aswad dan
pemberontakannya
itu dan mengembalikan kewibawaan kaum Muslimin
di sana, ataukah
akan meminta bantuan kaum Muslimin yang masih ada
di Yaman saja?
Kalau memang mampu, itulah pilihan yang lebih baik.
Atau kemenangan
pasukan Muslimin terhadap pasukan Rumawi — sebagai
pihak yang baru
saja mengalahkan Persia — harus dapat mengembalikan
Semenanjung itu
seperti keadaannya semula. Kalau tidak,
Muhammad akan
mengirimkan pasukannya untuk membungkam Aswad
dan yang semacam
Aswad itu. Pilihan terakhir ini agaknya yang lebih
meyakinkan
Muhammad. Ia lalu mengutus
Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat kepada
pemuka-pemuka
Muslimin di Yaman dengan perintah agar mereka
dapat
mengembalikan kewibawaan agama dan siap menghadapi perang
serta berusaha
menumpas Aswad dengan jalan membunuhnya atau menyerbunya,
dengan meminta
bantuan siapa saja yang dipandang mempunyai
keberanian dan
rasa agama. Cukup dengan keputusan itu yang
diambil Muhammad
mengenai Yaman. Perhatian selebihnya ia curahkan
untuk menyusun
pasukan Usamah dan mengalahkan kekuatan Rumawi.
Tak lama
kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit, dan ini mengakibatkan
tertundanya
keberangkatan pasukan Usamah.
Panglima,
menteri dan istri Aswad
Sementara itu
Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak kemenangannya
itu menyusun
segala kekuatan dengan mengangkat pemimpin-
pemimpin pasukan
dan penguasa-penguasa daerah di wilayahnya
masing-masing.
Dengan demikian kedaulatan dan kedudukannya terasa
sudah lebih
kuat. Dari pesisir Yaman sampai ke Aden tunduk kepadanya,
begitu juga
daerah-daerah pegunungan dan lembah-lembah di San'a
sampai ke Ta'if.
Untuk angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin
Abd Yagus
sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat
Fairuz dan
Dazweh. Keduanya orang Persia. Dia sendiri kemudian
kawin dengan
Azad, bekas istri Syahr bin Bazan. Perempuan ini sepupu
Fairuz. Dengan
demikian orang Arab dan orang Persia berada di bawah
panjinya. Merasa dirinya
sudah begitu besar dan kuat, terbayang olehnya
bahwa seluruh
bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya tinggal raemerintah
dan akan
ditaati. Tetapi unsur-unsur yang semula memberikan
kemcnangan
kepadanya itu sekarang mengadakan persekongkolan hendak
menjatuhkannya.
Soalnya setelah merasa dirinya kuat, ia menganggap
enteng
orang-orang semacam Qais, Fairuz dan Dazweh, dan melihat
kepada kedua
orang yang terakhir itu dan semua orang Persia sebagai
orang-orang yang
merencanakan makar kepadanya.
Istrinya yang
juga orang Persia mengetahui hal itu dari dia. Darah
kegolongannya
pun mulai bergejolak. Rasa dengki sudah mulai menarinari
terhadap dukun
buruk muka yang telah membunuh suaminya yang
masih muda
sesama orang Persia dan yang memang dicintainya sepenuh
hati itu. Dengan
naluri keperempuanannya ia dapat menyembunyikan
perasaan hatinya
kepada sang suami dan menurutkan segala kehendaknya
sebagai betina
yang setia, sehingga laki-laki itu pun makin lekat
kepadanya dan
makin mengharapkan kesetiaannya yang lebih besar
lagi. Tetapi
Aswad merasa, bahwa orang-orang di sekitarnya itu, kedua
menteri dan
panglima perangnya, dengan segala kemurahan hati yang
mereka
perlihatkan, tidak benar-benar setia kepadanya, karena angkatan
bersenjata
adalah yang harus diwaspadai dan patut dikhawatirkan.
Ia pernah
memanggil Qais bin Abd Yagus dan diberitahukan bahwa
setannya telah
membisikkan kepadanya dengan mengatakan: "Engkau
menaruh
kepercayaan dan bermurah hati kepada Qais. Kelak bila ia
sudah begitu
akrab dengan kau dan mempunyai kedudukan yang kuat
seperti kau, dia
akan menjadi lawanmu, merampas kerajaanmu dengan
melakukan
pengkhianatan." Tetapi Qais menjawab: "Demi Zul-Khimar,
itu bohong,
baginda sungguh agung dan mulia di mataku sehingga tak
akan pernah hal
serupa itu terlintas dalam pikiranku." Aswad menatap
Qais dari kepala
sampai ke ujung kakinya, lalu katanya: "Sungguh
biadab kau! Kau
anggap raja berbohong! Raja berkata benar dan sekarang
aku tahu bahwa
kau harus menyesal atas segala yang pernah
kaulakukan."
Berkomplot
hendak menghancurkan Aswad
Qais keluar dari
tempat itu dengan membawa perasaan serba ragu
terhadap segala
yang ada dalam hatinya. Ketika bertemu dengan Fairuz
dan Dazweh ia
menceritakan pertemuannya dengan Aswad dan meminta
pendapat mereka.
"Kita harus berhati-hati," jawab mereka. Sementara
mereka dalam
keadaan serupa itu, tiba-tiba Aswad memanggil mereka
dan mengancam,
karena mereka juga berkomplot dengan kawan-kawannya terhadap
dirinya. Mereka keluar dari tempat Aswad dan menemui Qais. Mereka
kini curiga dan sedang dalam bahaya besar.
Berita tentang
segala yang terjadi dalam istana Aswad itu akhirnya
sampai juga
kepada kaum Muslimin yang ada di Yaman atau di tempattempat
berdekatan dan
mereka menyinggung juga surat Nabi kepada
mereka. Kepada
Qais dan kawan-kawannya itu mereka mengutus orang
memberitahukan
bahwa mengcnai Aswad mereka sepaham. Dengan
diam-diam kaum
Muslimin yang berada di Najran dan di tempat-tempat
lain sudah tahu
mengenai berita-berita itu. Mereka menulis surat kepada
teman-temannya
yang dekat dengan Aswad bahwa mereka siap di
bawah perintah
untuk membunuh orang itu. Tetapi teman-teman itu
meminta mereka
jangan tergesa-gesa dan supaya menunggu di tempat
masing-masing,
dan jangan melakukan sesuatu yang akan menimbulkan
kecurigaan Aswad
dan orang-orangnya terhadap mereka.
Istrinya
terlibat dalam komplotan dan terbunuhnya Aswad
Itulah pendapat
orang-orang yang dekat dengan Aswad, sebab menurut
pendapat mereka
melakukan pembunuhan gelap akan lebih menjamin
keberhasilanriya
daripada menghadapinya dengan perang. Azad,
istrinya, juga
sudah melibatkan diri dalam komplotan itu meski ia purapura
memperlihatkan
cintanya yang lebih besar kepada Aswad. Dia
sudah
menyediakan diri mengadakan hubungan dengan Fairuz, Dazweh
dan Qais dan
bersama-sama dengan mereka mcngatur siasat untuk melakukan
pembunuhan itu.
Dia yang mcnunjukkan kepada mereka kamar
tidur suaminya
serta diperlihatkannya juga bahwa di sekitar istana tempat
ia tinggal
bersama suaminya itu diadakan pcnjagaan di segenap penjuru,
kecuali di-
bagian bclakang kamar itu. Bila malam sudah tiba mereka
supaya membuat lubang
dan masuk dari lubang itu ke dalam kamarnya.
Di situ musuh
mereka itu dibunuh. Dengan demikian mereka dan perempuan
itu dapat
melepaskan diri.
Terbunuhnya
Aswad
Rencana itu
mereka laksanakan. Di waktu subuh mereka saling memanggil
dengan sandi
yang sudah sama-sama mereka sepakati, dan mereka
berseru secara
Islam sambil ramai-ramai mengatakan: Kami
bersaksi bahwa
Muhammad Rasulullah, dan bahwa si Abhalah — yaitu
nama Aswad
al-Ansi — pembohong. Kepala orang itu dilemparkan, dan
para pengawal
istana segera mengepung mereka. Orang ramai bersorak
di kota dan
dalam subuh buta itu orang keluar bcramai-ramai. Scbentar
keadaan jadi
kacau tapi kemudian tenang kembali setelah Qais, Fairuz
dan Dazweh
menguasai keadaan. Baik dalam keadaan tenang atau
dalam keadaan
kacau sebelumnya besar sekali pengaruhnya buat Azad.
Terbunuhnya
Aswad itu sebelum Rasulullah wafat atau sesudahnya?
Dalam hal ini
pendapat orang tidak sama. Di atas sudah kita sebutkan
sumber yang dari
Ya'qubi. Tetapi Tabari dan Ibn Asir menyebutkan
bahwa Aswad mati
sebelum Rasulullah berpulang ke rahmatullah, dan
bahwa pada malam
kejadian itu Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam sudah
menerima wahyu
tatkala berkata: "Al-Ansi terbunuh, dibunuh oleh seorang
laki-laki yang
mendapat berkah dari kcluarga orang-orang yang
penuh
berkah." Ditanya siapa yang membunuh, ia menjawab: "Dibunuh
oleh
Fairuz." Sumber lain
menyebutkan bahwa berita kematian Aswad itu bam
sampai ke
Medinah setelah Rasulullah wafat, dan bahwa itulah berita
baik pertama
yang sampai kepada Abu Bakr ketika ia di Medinah.
Selanjutnya
sumber itu menyebutkan, bahwa Fairuz berkata: "Setelah
Aswad kami bunuh
keadaan kita kembali seperti semula, di tangan
Mu'az bin Jabal,
dan dia yang mengimami salat kami. Tinggal harapan
bagi kami; orang
yang kami benci sudah tak ada, kccuali pasukan berkuda
teman-teman
Aswad. Kemudian setelah datang berita kematian
Nabi, di
mana-mana timbul kegelisahan."
Bagaimana timbul
kegelisahan dan kenapa gelisah? Penjelasan mengenai
hal ini di luar
bidang bagian ini, dan rasanya sudah cukup apa
yang disebutkan
di atas. Peristiwa-peristiwa itu akan tampak nanti bila
kita sampai pada
perjuangan Abu Bakr menghadapi Perang Riddah atau
kaum pembangkang
yang murtad.
Kita menguraikan
cerita tentang Aswad dan perlawanannya terhadap
kaum Muslimin di
Yaman ini dengan agak panjang lebar karena
adanya
sumber-sumber yang masih simpang siur bahwa dia mengadakan
pembangkangan
itu pada masa Rasulullah. Sedang yang mengenai Yaman
pada masa Abu
Bakr, cerita Aswad dan pemberontakannya sampai
terbunuhnya itu
kita lewatkan, dan kita akan memasuki apa yang terjadi
sesudah itu,
yang akan kita uraikan pada waktunya nanti.
Seluruh daerah
selatan dibakar api pemberontakan
Pergolakan Yaman
ini termasuk gejala pembangkangan yang paling
dahsyat terhadap
agama baru di tanah Arab ketika Nabi wafat. Tetapi
Yamamah dan
kabilah-kabilah yang ada di seberang Teluk Persia pada
masa itu juga
sudah terancam api pemberontakan. Kaum Musljmin memang
harus penuh
waspada, kadang perlu berpura-pura dan kadang harus
tegas, untuk
menjaga kekuasaan dan kewibawaan mereka. Yang demi-
kian ini tidak
mengherankan mengingat keadaan mereka yang di kota
dan di pedalaman
jauh dari tempat turunnya wahyu di Mekah dan
Medinah.
Hubungan mereka dengan Persia disertai hubungan dagang
dan mereka
mengakui keunggulan Persia dalam kebudayaan. Jadi tidak
mengherankan
jika dalam hal ini Persia turut melempar batu sembunyi
tangan dalam
menggerakkan pemberontakan terhadap agama baru dan
penguasa baru
itu.
Musailimah bin
Habib di Yamamah
Tentang
Musailimah bin Habib yang mengutus dua orang membawa
surat kepada
Muhammad di Medinah, sudah kita singgung. Isi
surat itu:
"Dari Musailimah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah.
Salam sejahtera.
Kemudian daripada itu, saya sudah bersekutu dengan
kau dalam soal
ini. Bumi ini buat kami separuh dan buat Kuraisy separuh.
Tetapi Kuraisy
golongan yang tidak suka berlaku adil."
Nabi bertanya
kepada kedua utusan itu setelah mendengarkan bunyi
surat tersebut:
"Bagaimana pendapatmu?" Kedua orang itu berkata: Pendapat kami
seperti yang sudah dikatakannya. Nabi menatap marah kepada kedua orang itu
seraya katanya: Demi Allah, kalau tidak karena utusan itu tak boleh dibunuh
niscaya kupenggal lehermu. Kemudian Nabi membalas surat Musailimah: "Bismillahir-rahmanir-rahim.
Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailimah pembohong. Kemudian daripada itu,
bahwa bumi ini milik Allah, diwariskan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya
di antara hamba-hamba-Nya yang bertakwa."
Siasat
Rasulullah menghadapi pergolakan
Rasulullah dapat
menangkap ancaman yang tersembunyi dalam surat Musailimah itu, maka ia mengutus
Nahar ar-Rahhal, orang yang sudah mendalami ajaran agama untuk mengacaukan
Musailimah dan untuk mengajar kaum Muslimin yang tinggal di Yamamah memperdalam
pengetahuan Islam. Akan kita lihat nanti bagaimana Nahar menggabungkan diri
kepada Musailimah dan memberikan pengakuannya bahwa orang itu sekutu Muhammad
dalam risalahnya. Oleh karena itu, pengaruh Musailimah akan makin besar dan ajakannya
makin tersebar luas. Di samping itu, kemenangan Aswad di Yaman gemanya mendapat
sambutan di Yamamah dan sambutan demikian ini memperkuat posisi Musailimah dan
menyudutkan kaum Muslimin. Tetapi politik Rasulullah tidak ditujukan untuk
menumpas pengacauan itu sebelum tampak serius, dengan keyakinan bahwa Allah
akan memberikan kemenangan dalam melawan Rumawi di utara, dan kemenangan itu
dampaknya akan besar sekali dalam menumpas bibit-bibit fitnah di seluruh
kawasan Arab itu.
Siasat
Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam tertuju untuk melindungi semua
perbatasan wilayah Arab di utara dari serbuan Heraklius dan pasukannya.
Heraklius yang telah mengalahkan imperium Persia, dan yang telah berhasil
mengembalikan Salib Besar (The True Cross) ke Baitulmukadas (Yerusalem),
serbuan dan kebengisannya sangat ditakutkan. Pasukan Muslimin di Mu'tah sudah
pernah bangkit tetapi tidak mampu melawan kekuatan Rumawi, meskipun tidak
sampai kalah. Perang Tabuk memang berhasil baik, tetapi tidak berarti tanah
Arab sudah aman dari ancaman pasukan Rumawi. Kalau pasukan Muslimin sudah dapat
mengalahkan kekuatan Rumawi dalam pertempuran yang begitu sengit dan kuat itu,
soalnya karena keteguhan kabilah-kabilah Arab yang tersebar di berbagai tempat.
Tetapi setelah tugas mereka selesai mau tak mau pimpinan dikembalikan. Hal
demikian terjadi karena kaum Muslimin sudah merasuk ke segenap penjuru Semenanjung
itu dari utara sampai ke selatan, dan mereka menjadi suatu kekuatan yang harus
diperhitungkan. Baik Musailimah di Yamamah, Laqit di Oman ataupun Tulaihah di
kalangan Banu Asad tidak berani terang-terangan melancarkan permusuhan.
Menunggu
kesempatan
Tetapi Laqit dan
Tulaihah, seperti juga Musailimah, sedang menunggu kesempatan dalam menyatakan
pembangkangannya untuk menghantam Muslimin. Mereka bertiga — di tempat mereka
masing-masing — menyebarkan propaganda tanpa ramai-ramai dan tanpa menyerang
Nabi yang dari Kuraisy itu dan tanpa pula merendahkan kenabiannya. Tetapi propaganda
mereka mengatakan bahwa Muhammad itu seorang nabi yang diutus untuk golongannya
dan mereka pun juga nabi seperti dia dan diutus untuk golongan mereka pula masing-masing.
Mereka menginginkan agar golongan mereka itu mendapat bimbingan (hidayah),
seperti dia juga yang menginginkan golongannya mendapat petunjuk. Dengan cara-cara
yang tidak seberani Aswad al-Ansi tapi tidak pula kurang cerdiknya, mereka
telah menyiapkan udara panas dan suasana yang menggelisahkan di sekitar kaum
Muslimin yang berada di tengah-tengah mereka, dengan mengobarkan api fitnah
dalam sekam. Begitu berita kematian Nabi tersiar di negeri-negeri Arab, bibit
fitnah itu sudah mulai merebak ke segenap penjuru. Fitnah itu bergerak dalam
bermacam-macam bentuk dan gayanya sesuai dengan faktorfaktor yang
menggerakkannya. Hal ini nanti akan kita jelaskan lebih lanjut. Tetapi sekarang
kita ingin melihat orang-orang yang mengakungaku nabi itu dalam hal-hal yang
erat sekali hubungannya dengan rencana hcndak menghancurkan Islam ketika Nabi
wafat. Yang pertama dalam hal ini, ketika Rasulullah wafat, bibit fitnah itu
segera menyebar ke segenap Semenanjung, bahkan hampir sebagian besaraya akan
ikut bergolak. Kita sudah melihat bagaimana kekuasaan Aswad yang makin kuat dan
menyebar dari ujung paling selatan di Hadramaut sampai ke daerah Mekah dan
Ta'if. Kemudian kita lihat juga bagaimana Musailimah dan Tulaihah mengincar
kehancuran kaum Muslimin. Daerah-daerah yang kini mengadakan perlawanan
terhadap agama yang dibawa Muhammad dan kekuasaannya itu ialah negerinegeri di
kawasan Semenanjung itu, yang kebudayaannya paling tinggi dan terkaya, dan yang
paling banyak berhubungan dengan Persia. Tidak heran bila pembangkangan serupa
itu meminta perhatian Khalifah pertama itu, dan akan memikirkannya
matang-matang dalam mengatur siasat untuk mengembalikannya ke dalam pangkuan
Islam serta untuk memulihkan keamanan dan keselamatan umum.
Membangkitkan
semangat atas nama agama
Yang kedua yang
dapat dijadikan indikasi ialah hasutan Aswad danrencana Musailimah dan
Tulaihah, bahwa kegelisahan agama pada waktu itu akan memudahkan mereka membangkitkan
semangat kegolongan atas nama agama. Hal itu bukan disebabkan oleh fanatisma
orang terhadap salah satu agama, tetapi kebalikannya, disebabkan oleh tak
adanya kestabilan keyakinan agama yang dapat memuaskan jiwa mereka dan membuat
mereka hidup tenteram. Agama-agama Nasrani, Yahudi, Majusi dan paganisma, semua
berdekatan dengan mereka. Masing-masing juga punya pembela-pembela, terang-terangan
atau sembunyi. Tetapi semua itu masih merupakan bahan perdebatan: mana yang
benar, mana yang lebih mendekati kenyataan membawa kebaikan dan kebahagiaan
kepada manusia. Inilah yang telah melapangkan jalan bagi mereka yang
mendakwakan diri nabi itu untuk diperlihatkan kepada orang serta menipu mereka dengan
berbagai cara untuk memperkuat kcnabiannya. Dengan cara itu nabi-nabi palsu itu
berhasil mengumpulkan orang banyak untuk dijadikan pengikutnya dan untuk
menjaga keberhasilan mereka yang pertama.
Faktor regional
salah satu penyebabnya
Mendakwakan diri
sebagai nabi dan kepercayaan orang akan hal itu bukan unsur yang pokok yang
menyebabkan para nabi palsu itu berhasil. Kita sudah melihat bahwa Aswad
menggunakan faktor lain untuk itu, dan yang terutama ialah kebencian orang-orang
Yaman kepada Persia dan kemudian kepada Hijaz. Kita akan melihat bahwa sepak
terjang Musailimah dan Tulaihah itu memperkuat apa yang sudah kita sebut- kan.
Andaikata Islam sudah kuat tertanam dalam hati dan sudah sampai pada akidah dan
keimanan, niscaya mereka tidak akan mendapat dukungan. Akidah yang sudah
berakar kuat dapat menguasai jiwa orang, yang jarang dapat dibandingkan dengan
kekuatan apa pun. Tetapi yang jelas, penduduk kawasan itu belura lagi beriman,
meskipun sudah masuk Islam. Setelah mereka mendapat jalan untuk meninggalkan
Islamatas nama golongan atau nama apa saja tanpa ada kebenaran yang dapat melindungi
keimanan mereka, cepat-cepat mereka mengikuti Aswad atau siapa saja yang
mendakwakan diri nabi. Yang lebih memperkuat pendapat kita ini ialah bahwa
Mekah dan Ta'if tetap dalam Islam. Memang benar bahwa penduduk Yaman sudah mulai
menerima Islam dan merasa senang dengan penguasanya sejak Bazan menganut Islam,
dan hal itu sebelum Islam merasuk benar ke dalam hati penguasa di Mekah dan di Ta'if.
Tetapi selama Rasulullah dalam dakwahnya yang mula-mula tinggal di Mekah selama
lebih dari sepuluh tahun itu, dan sementara itu hubungannya dengan Ta'if,
pengaruh agama telah masuk juga ke dalam hati penduduk Mekah dan Ta'if. Tidak
demikian halnya dengan Bazan dan orang-orang Persia di sekitarnya yang ada di
Yaman. Ajaran-ajaran Rasulullah lebih kuat bcrbekas di Mekah dan di
Ta'if—meskipun kcduanya pernah mcmbcrontak — daripada ajaran-ajaran Mu'az bin
Jabal di Yaman, walaupun berada sepenuhnya dalam perlindungan Bazan.
Pengaruh
pergolakan Aswad di negeri-negeri sekitar Yaman Yang ketiga,
yang akan kita ringkaskan saja, ialah bahwa pergolakan di Yaman itu telah
membcri semangat kepada Yamamah dan kcpada Banu Asad untuk juga bergolak
setelah Nabi wafat. Sebenarnya Tulaihah dan Musailimah takut menghadapi
kekuatan kaum Muslimin, dan menurut pendapat mereka tidak mungkin dapat
melawannya. Oleh karena itu mereka tidak memberontak. Tetapi setelah Aswad
berani mengangkat senjata dan berhasil sehingga menimbulkan ketakutan di kalangan
kaum Muslimin, keberanian demikian itu menular kepada Tulaihah dan Musailimah,
dan lebih berani lagi mereka setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah.
Sekiranya Aswad tidak bertingkah dan membuat kekacauan, yang lain tentu masih
akan malu-malu untuk memulai, dan tak seorang pun akan berani melawan kaum
Muslimin. Dengan kematian Aswad itu pergolakan tidak dengan sendirinya berhenti,
yang apinya sudah dicetuskan di segenap Semenanjung Arab. Malah api itu masih
tetap menyala, dan makin membara setelah
Rasulullah wafat.
Pendapat
kalangan Orientalis dan sebabnya
Gejala demikian
itulah pada waktu itu di negeri-negeri Arab yang memperkuat argumen sebagian
Orientalis, dengan perbedaan tingkat kehidupan yang jarang terdapat
persamaannya dengan negeri-negeri lain, dengan segala akibatnya yang telah menimbulkan
pelbagai pcrmusuhan yang tak pernah pula reda sepanjang sejarah. Kehidupan kota
dan kehidupan pedalaman di kawasan ini berdampingan demikian rupa secara mencolok
sekali. Adanya perbedaan kota-pedalaman di daerah-daerah semacam itulah yang
menyebabkan persatuan golongan tidak mudah dicapai. Di samping itu, kehidupan pedalaman
yang mau tunduk kepada seorang penguasa seperti di kota, merupakan hal yang
mustahil atau hampir mustahil. Kebebasan pribadi seorang badui di pedalaman tak
dapat ditukar dengan apa pun, demikian juga kabilah di pedalaman menganggap adalah
kehidupannya. Setiap unsur yang akan mengurangi kebebasan itu dipandang sebagai
suatu permusuhan yang harus dicegah. Inilah dan segala yang berhubungan dengan
inilah penyebab yang telah menimbulkan permusuhan bebuyutan sepanjang sejarah —
antara Yaman dengan penduduk daerah utara. Kalangan Orientalis dengan pendapatnya
itu mengatakan, bahwa perbedaan watak penduduk pedalaman dengan orang kota
serta permusuhan yang timbul antara utara dengan selatan, besar sekali
pengaruhnya terhadap pergolakan orang-orang Arab pinggiran, tak lama sebelum Nabi
wafat dan pada tahun pertama kepemimpinan Abu Bakr. Islam adalah agama tauhid
dalam arti akidah. Oleh karena itu ia membasmi segala macam penyembahan
berhala. Keimanan kepada Allah Yang Mahatunggal dan Esa tersebar ke segenap
penjuru negeri Arab. Tidakkah mereka merasa khawatir kesatuan iman kepada Allah
itu kelak akan menjalar menjadi kesatuan politik yang berarti akan merugikan
kebebasan warga Arab pedalaman dan akibatnya membangkitkan permusuhan lama?
Itulah yang berkecamuk dalam pikiran mereka menurut pendapat para Orientalis
itu, dan itu pula yang membawa Yaman dan yang lain waktu itu bergolak.
Pengaruh unsur
asing dalam menyulut pergolakan
Lepas dari benar
tidaknya argumen itu, kita tak dapat menutup mata dari adanya unsur asing yang
juga ikut menggerakkan hingga terjadi pergolakan dan pemurtadan orang-orang
Arab itu. Raja Persia dan Kaisar Rumawi sudah melihat surat Muhammad kepada
mereka dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain untuk menganut Islam. Hal
ini mendorong mereka untuk sekuat tenaga berusaha menyebarkan api fitnah di
negeri-negeri yang tak akan ada unsur apa pun yang akan dapat menyatukan dan
memperkuat mereka selain agama baru ini. Satusatunya cara untuk melemahkan
mereka dan membuat mereka porakporanda ialah dengan jalan menghasut. Apa pun
motif yang mendorong Aswad mengadakan pengacauan, kemudian disusul oleh
Tulaihah dan Musailimah serta pemberontakan warga Arab pedalaman tcrhadap kewibawaan
Muslimin sampai ke dekat kota Medinah, yang jelas ialah bahwa wafatnya Nabi
menjadi sebab timbulnya fitnah itu. Bagaimana siasat Abu Bakr menghadapi
pengacauan dan kemudian membasminya itu? Bagaimana ia mampu mengalahkan segala
anasir fitnah dan pengacauan itu dan mempersatukan kembali segenap warga Arab
Muslimin? Dan bagaimana ia merintis kedaulatan Islam agar para khalifahnya
dapat tegak di atas dasar yang kukuh dan kuat? Inilah yang ingin kita lihat dan
kita kaji dalam buku ini. Segala ancaman pemberontakan yang kini tersebar di
negeri-negeri Arab bukan tidak diketahui oleh Abu Bakr dan sahabat-sahabatnya dari
kalangan Muhajirin dan Ansar. Bagaimana tidak akan mereka ketahui, bahaya besar
yang pernah mereka alami di Saqifah Banu Sa'idah itu seharusnya sudah menjadi
pelajaran buat mereka. Adakah segenap perhatian Khalifah Rasulullah itu akan
dicurahkan ke soal itu saja, dan meninggalkan politik Rasulullah dalam hal ini?
Ataukah akan meneruskan garis Rasulullah dalam mengamankan perbatasan kawasan
Arab dengan Rumawi itu, dengan menyerahkan segala kerusuhan di dalam negeri pada
perkembangan?
Perintah pertama
oleh Khalifah Pertama
Perintah pertama
yang dikeluarkan selesai pelantikan sebagai Khalifah ialah: "Teruskan
pengiriman pasukan Usamah." Usamah ialah pemimpin pasukan yang diperintahkan
oleh Nabi persiapannya dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar untuk menghadapi Rumawi,
setelah terjadi bentrokan antara keduanya di Mu'tah dan Tabuk, sebab Nabi 'alaihis-salam
selalu khawatir pihak Rumawi akan menyerbu Muslimin sebagai akibat pertentangan
antara agama yang baru ini dengan mereka yang beragama Nasrani. Lebih-lebih
lagi karena mereka telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina
setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Medinah, Taima', Fadak dan daerah-daerah lain
yang dulu mereka tempati. Barangkali dengan kejadian di Mu'tah dan Tabuk itu
perhatiannya hendak melindungi perbatasan Arab-Rumawi lebih ditingkatkan. Ketika
pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur,
seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah.
Kemudian Khalid bin al-Walid menarik mundur pasukannya hingga selamat kembali
ke Medinah meskipun tidak membawa kemenangan. Dalam perang Tabuk Rasulullah
sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan
peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan,
tanpa terjadi pertempuran. Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi
antara Muslimin dengan Rumawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah
bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam
mengamankan perbatasan Semenanjung Arab itu dari serangan pasukan Rumawi, yang
ketika itu merupakan adikuasa.
Pesan Rasulullah
kepada Usamah
Usamah bin Zaid
ketika itu masih muda sekali, belum lagi mencapai usia dua puluh tahun. Tetapi
Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi
kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah. Pemuda ini belum
terbiasa dengan beban tanggung jawab yang begitu berat. Muhammad memerintahkan Usamah
agar menjejakkan kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina, dan
menyerang musuh Tuhan dan musuhnya itu pada pagi hari dengan serangan yang
gencar serta menghujani mereka dengan api. Hal ini supaya diteruskan tanpa
berhenti sebelum beritanya sampai lebih dulu kepada musuh. Bila berhasil ia
harus segera kembali dengan hasil kemenangannya itu.
Kecintaan Nabi
kepada Usamah
Sejak hari
pertama penunjukan anak muda seperti Usamah memimpin pasukan dengan kaum Muhajirin
dan Ansar terkemuka itu termasuk ke dalamnya, sudah banyak orang yang
menggerutu. Memang benar sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi,
sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra
kesayangannya." Begitu besar kecintaan Nabi kepadanya sehingga ia pernah
didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Mekah dalam tahun kedelapan
Hijri dan diajaknya ia masuk ke dalam Ka'bah. Memang benar, sejak kecil Usamah sudah
punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan
pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Medinah karena usianya yang
masih terlalu muda. Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain
dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang
mengeluh itu melihatnya tidak sama. Peristiwa itu lain dan memegang pimpinan
militer dengan mengikutkan Abu Bakr, Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya ke
dalamnya, lain lagi."Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah.
Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan
ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan,
seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan." Setelah sakit
Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan
bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah Sallallahu 'alaihi
wasallam makin berat saya dan yang lain turun ke Medinah. Ketika saya masuk
hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat
tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia
mendoakan saya." Ketika Nabi sadar sesaat sebelum wafat pagi hari itu,
Usamah meminta izin akan berangkat dengan pasukannya. Nabi mengizinkan. Tetapi tak
seberapa lama tersiar berita Rasulullah wafat, Usamah dan pasukannya kembali
lagi ke Medinah. Kemudian Usamah bersama-sama dengan keluarga bertugas menyiapkan
pemakaman. Dia dan Syuqran pembantu Nabi menuangkan air ke tubuh Rasulullah dan
Ali memandikannya, berikut baju yang dipakainya.
Abu Bakr bertekad
meneruskan pengiriman pasukan Usamah
Setelah ada
perintah dari Abu Bakr pengiriman Usamah diteruskan selesai pelantikan, kaum
Muslimin masih juga menggerutu. Mereka berusaha mencari jalan keluar dari
situasi yang tidak menyenangkan Harfiah, 'wahai manusia,'.Keluhan mereka itu
sampai juga kepada Nabi ketika ia dalam sakitnya yang terakhir sementara pasukan
Usamah sudah berada di Jurf, siap akan berangkat. Nabi meminta istri-istrinya
menyiramkan air kepadanya tujuh kirbat untuk menurunkan demam panasnya.
Kemudian ia pergi ke mesjid, dan setelah membaca hamdalah dan mendoakan para
korban Uhud, katanya: itu. Sebagian melihat adanya perbedaan pendapat yang dulu
antara Muhajirin dengan Ansar dalam soal Khalifah, serta berita-berita yang
raasuk ke Medinah tentang warga Arab di pedalaman, orang-orang Yahudi dan
Nasrani dan hasutan mereka setelah Nabi wafat agar menyerang kaum Muslimin dan
agamanya. Mereka berkata, ditujukan kepada Abu Bakr: "Mereka itu
pemukapemuka Muslimin dan kaulihat orang-orang Arab pedalaman itu sudah memberontak
kepadamu, tidak patut kau memilah-milah jamaah Muslimin." Tetapi Abu Bakr
menjawab: "Demi nyawa Abu Bakr, sekiranya ada serigala akan menerkamku,
niscaya akan kuteruskan pengiriman pasukan Usamah ini seperti yang
diperintahkan Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekalipun di kota ini
sudah tak ada orang lagi selain aku, pasti kulaksanakan juga." Disebutkan
juga bahwa setelah Usamah melihat keadaan yang demikian, ia meminta kepada Umar
bin Khattab agar memintakan izin kepada Abu Bakr untuk membawa pasukannya itu
kembali, supaya dapat membantu Abu Bakr dalam menghadapi kaum musyrik jangan sampai
menyergap kaum Muslimin. Orang-orang Ansar berkata kepada Umar: "Kalau
harus juga kita meneruskan perjalanan, sampaikan permintaan kami supaya yang
memimpin kita ini orang yang lebih tua usianya dari Usamah." Umar
menyampaikan pesan Usamah itu kepada Abu Bakr. Tetapi mendengar itu Abu Bakr
marah. "Sekiranya yang akan menyergapku itu anjing dan serigala,"
katanya "aku tidak akan mundur dari keputusan yang sudah diambil oleh
Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam." Mengenai pesan kaum Ansar
yang meminta agar Usamah digantikan oleh orang yang lebih tua usianya, Abu Bakr
melompat dari duduknya dan memegang janggut Umar seraya berkata marah:
"Celaka kau Umar! Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam yang
menempatkan dia, lalu aku yang akan mencabutnya?!" Ketika kemudian Umar
kembali dan mereka menanyakan hasil pembicaraannya, Umar berkata:
"Teruskan! Karena usul kalian itulah Khalifah Rasulullah marah kepadaku."
"Apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan " Peristiwa
dengan beberapa sumbernya yang berbeda-beda ini memberikan gambaran kepada kita
tentang politik Abu Bakr mula-mula ia memangku jabatan sebagai Khalifah. Politik
itu dapat disimpulkan dari kata-katanya tatkala Fatimah putri Rasulullah
meminta warisan ayahnya."Demi Allah, apa pun yang dikerjakan oleh
Rasulullah akan kukerjakan." Dan dia sudah membuat suatu pengumuman ketika
ia berkata kepada orang banyak: "Teruskan pengiriman pasukan Usamah. Jangan
seorang pun dari anggota pasukan Usamah yang tinggal di Medinah; harus pergi
bergabung ke markasnya di Jurf." Dia berdiri di tengah-tengah mereka
berpidato setelah mengirimkan kembali sebagian orang yang menentang itu: "Saudara-saudara,
aku seperti kamu sekalian. Aku tidak tahu, adakah kamu akan menugaskan aku
melakukan sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah. Allah telah memilih Muhammad
untuk semesta alam dan dibebaskan dari segala cacat. Tetapi aku hanya seorang
pengikut, bukan pembaru. Kalau aku benar, ikutilah aku, dan kalau aku sesat
luruskanlah. Rasulullah wafat tiada seorang pun merasa dirugikan dan teraniaya.
Padaku juga ada setan yang akan menjerumuskan aku. Kalau yang demikian terjadi,
jauhkanlah aku..." Kemudian ia menyuruh orang melakukan segala perbuatan
yang baik sebelum ajal datang menjemput, dan supaya mengambil pelajaran dari
bapak-bapak dan saudara-saudara, dan janganlah iri hati terhadap yang hidup
kecuali seperti terhadap yang sudah mati. 'Aku hanya seorang pengikut, bukan pembaru;
apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan.' Inilah politik
Khalifah Pertama itu. Kebijakan yang patut dicontoh dari Abu Bakr melebihi dari
siapa pun. Seperti sudah kita lihat, ia mendampingi Rasulullah sejak pertama
kali kerasulannya hingga Allah memanggilnya ke sisi-Nya. Keimanannya kepada
Allah dan kepada Rasul-Nya tak pernah goyah. Karena hubungannya secara mental
dan rohani dengan Rasulullah, dia mengetahui melebihi apa yang diketahui orang
lain, dan hanya Rasulullah yang mengatakan tentang sahabatnya ini dua hari
sebelum kematiannya: "Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati
dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Sekiranya ada dari hamba Allah yang
akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah khalilku.
Tetapi persaudaraan dan persahabatan dalam iman, sampai tiba saatnya Allah
mempertemukan kita." Kita sudah melihat persahabatan dan persaudaraannya
serta imannya semasa hidup Nabi, yang semuanya itu tak dapat ditandingi baik oleh
Umar, Ali atau siapa pun dari kalangan Muslimin yang paling dekat hubungannya
dan pertalian kerabatnya dengan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Sudah
tentu ia mengikuti Nabi karena keikhlasan hati yang keluar dari keimanan dan kesadarannya,
iman yang membuat begitu tenang bahwa apa yang diikutinya dari Rasulullah sudah
tidak salah. Kesadarannya itu membuat dia menempuh jalan yang menurut hematnya
pasti dulu telah ditempuh oleh Rasulullah.
Abu Bakr melepas
pasukan Usamah
Setelah Umar
kembali ke Jurf, semua orang sudah tahu mengenai pesan Abu Bakr yang dibawanya.
Mau tak mau mereka harus tunduk kepada Khalifah. Setelah itu Abu Bakr pun pergi
mengunjungi markas pasukan itu. Ketika memberangkatkan dan melepas pasukan itu
ia berjalan kaki, sementara Usamah di atas kendaraan, untuk menanamkan kesan
kepada mereka tentang kepemimpinan Usamah yang harus diterima dan ditaati.
Tetapi agaknya Usamah merasa malu melihat orang tua yang penuh wibawa dan
sahabat Rasulullah serta penggantinya memerintah Muslimin itu berjalan kaki di
sebelahnya sedang hewan tunggangannya dituntun oleh Abdur-Rahman bin Auf dari
belakang. "Oh Khalifah Rasulullah," kata Usamah. "Tuan harus
naik, kalau tidak saya akan turun." "Demi Allah, jangan turun!"
Abu Bakr berkata. "Dan demi Allah aku tidak akan naik. Aku hanya menjejakkan
kaki di debu sejenak demi perjuangan di jalan Allah!" Setelah tiba saatnya
akan melepas pasukan itu ia berkata kepada Usamah: "Kalau menurut
pendapatmu Umar perlu diperbantukan kepadaku silakan." Usamah mengizinkan
Umar meninggalkan pasukannya dan kembali (ke Medinah) bersama Abu Bakr. Kiranya
apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang masih menggerutu itu setelah
menyaksikan peristiwa ini, padahal baru kemarin mereka membaiat Abu Bakr untuk
mengurus kaum Muslimin besar kecil. Mereka yang tadinya tunduk terpaksa,
setelah tindakan Abu Bakr yang sungguh bijaksana itu tak ada jalan lain harus
menerima juga; kalau tidak mereka akan menjadi buah mulut orang dan dituduh
mementingkan diri sendiri. Kekhawatiran kita pada penilaian orang terhadap diri
kita serta hukumannya yang dijatuhkan kepada kita serin g mempengaruhi tingkah
laku dan perbuatan kita, sama dengan berkuasanya kepuasan pribadi kita,
meskipun sebab dan motifnya berbeda.
Pesan Abu Bakr
kepada pasukan Usamah
Bila sudah tiba
saatnya Abu Bakr melepas pasukan, ia berdiri di depan mereka menyampaikan
pidatonya: "Saudara-saudara, ikutilah sepuluh pesan saya ini dan harus
Saudarasaudara perhatikan: Jangan berkhianat, jangan korupsi, jangan mengecoh dan
jangan menganiaya. Janganlah membunuh anak-anak, orang lanjut usia atau
perempuan. Janganlah menebang atau membakar kebun kurma, jangan memotong pohon
yang sedang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi atau unta kecuali untuk
dimakan. Kamu akan melewati golongan manusia yang mengabdikan diri tinggal
dalam biara; biarkan mereka, jangan diganggu. Kamu akan singgah pada suatu
golongan yang akan menghidangkan pelbagai macam makanan, maka jika di antaranya
ada yang kamu makan, sebutlah nama Allah. Juga kamu akan menjumpai beberapa
golongan manusia, di bagian atas kepala mereka berlubang dan membiarkan
sekelilingnya seperti pita, sapulah itu sekali dengan pedangmu. Terjunlah kamu dengan
nama Allah, semoga Allah memberi perlindungan kepada kamu dari kematian dan
penyakit." Kepada Usamah yang sudah mulai bergerak dengan pasukannya ia
berkata: "Kerjakan apa yang diperintahkan Nabi Sallallahu 'alaihi
wasallam kepadamu. Mulailah dari daerah Quda'ah, kemudian masuk ke Abil. Jangan
kaukurangi sedikit pun perintah Rasulullah. Jangan ada yang kautinggalkan apa
yang sudah dipesankan kepadamu."
Perjalanan
pasukan menuju Balqa'
Sementara
pasukan Usamah berangkat, Abu Bakr dan Umar kembali ke Medinah. Dengan dipimpin
oleh seorang komandan muda pasukan itu berangkat mengarungi padang pasir dan
sahara gersang di puncak musim panas bulan Juni. Sesudah dua puluh hari
perjalanan ia
sampai ke Balqa'
dan di tempat itulah Mu'tah, di tempat itu pula Zaid
bin Harisah dan
kedua sahabatnya Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah
bin Rawahah
gugur sebagai syahid. Di sini Usamah dan pasukannya
bermarkas dan
memulai serangannya ke Abil dengan menyebarkan pasukan
berkudanya ke
daerah-daerah kabilah di Quda'ah. Musuh-musuh
Allah dan
Rasul-Nya yang mau merintangi jalannya habis disapunya
tanpa belas
kasihan lagi. Semboyan Muslimin dalam perang ketika itu:
"Mati untuk
kemenangan." Selama dalam
perang pasukan Muslimin berhasil membunuh dan
menawan serta
membakar kota-kota yang mengadakan perlawanan.
Rampasan perang
yang mereka peroleh pun tidak sedikit. Dengan demikian
Usamah sudah
dapat menuntut balas atas kematian ayahnya dan
kaum Muslimin di
Mu'tah, dan sekaligus telah pula melaksanakan pe rintah
Rasulullah untuk menapakkan kudanya ke perbatasan Balqa' dan
Darum di bumi
Palestina, menyergap musuh-musuh Allah dan Rasul-
Nya itu di pagi
buta, membunuh mereka dan membakar dengan api.
Semua itu
dilaksanakan sampai selesai secara silih berganti sebelum
pihak musuh
menyadari. Setelah
menyelesaikan tugasnya itu Usamah kembali dengan pasukannya
ke Medinah
membawa kemenangan dengan menunggang
kuda yang dulu
dinaiki ayahnya ketika terbunuh di atas kuda itu juga.
Pasukan yang
sudah sukses itu kembali ke Medinah. la tidak lalu
tergila-gila
dengan kemenangan itu, dengan menelusuri jejak musuhnya
atau menyerbu
perbatasan Rumawi dan terus menerobos sampai ke
sarang-sarang
mereka. la kembali sementara usia mudanya bertambah
agung dengan
kemenangannya itu. Kaum Muhajirin dan Ansar yang
tadinya
menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sekarang merasa
bangga dengan
perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar
biasa di medan
perang. Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang
apa yang
dikatakan oleh Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam: "Dia
sudah pantas
memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas
memegang
pimpinan."
Pemimpin-pemimpin
militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan
bahwa Usamah
akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya,
karena politik
yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang
dalam pikiran
semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan
perbatasan
kawasan Arab dengan Rumawi, tidak menyinggung
Rumawi sendiri
yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk
orang-orang
Yahudi atau yang, lain yang perrtah berkomplot terhadap
kaum Muslimin. Wajar saja bila
Rumawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta
pengaruh
kekuasaannya yang besar itu namanya masih menggoncangkan
semua bangsa.
Tetapi hal itu tidak mengubah perselisihan yang ada
antara pihak
Arab dengan Rumawi sebagai pihak yang berkuasa sampai
tahun-tahun
terakhir masa hidup Nabi. Bukankah Dihyah al-Kalbi sudah
pergi membawa
surat Nabi kepada Heraklius, dan Heraklius sedang
dalam puncak
kejayaannya pada tahun ketujuh Hijri itu, atau tiga tahun
sebelum Nabi
wafat? Dia sudah menyaksikan sendiri betapa kuatnya
kerajaan Rumawi
waktu itu! Dan orang-orang Yahudi, bukankah pada
tahun ketujuh
Hijri itu mereka juga sudah berangkat ke Palestina menyusul
kekalahan mereka
di Khaibar, Fadak dan Taima'? Hati mereka
memikul dendam
kepada Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Mereka
bersekongkol menghasut
pihak Rumawi agar menyerbu Muslimin
dengan membawa
sukses seperti sudah terbukti ketika memerangi Persia
yang juga telah
berhasil. Sudah tentu
pihak Muslimin akan menjaga perbatasannya sendiri
dari serbuan
Rumawi. Dan Usamah setelah mendapat kemenangan
menghadapi
musuh, ia menarik pasukannya kembali ke Medinah untuk
mendampingi Abu
Bakr bersama-sama dengan kaum Muslimin yang
lain, tanpa
bermaksud hendak menyerang Rumawi. Tak seorang pun
membayangkan
bahwa perang itu akan pecah juga setelah dua tahun
kemudian,
dimulai oleh Abu Bakr sesuai dengan jalannya peristiwa, dan
diselesaikan
oleh para penggantinya yang kemudian, dan dengan demikian
dapat
menghancurkan imperium Rumawi yang selama berabadabad
ditakuti
sehingga semua bangsa tunduk di bawah telapak kakinya.
Abu Bakr
menyambut Usamah di luar kota Medinah
Dengan pasukan
yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan Abu
Bakr
menyambutnya di luar kota Medinah. Abu Bakr datang menyongsongnya
bersama-sama
sejumlah Muhajirin dan Ansar terkemuka untuk
menyambutnya.
Semua mereka dalam suasana gembira, ditambah lagi
dengan penduduk
Medinah yang menyusul Abu Bakr dan rombongannya.
Mereka bersorak
sorai gembira sebagai penghargaan atas keberanian
Usamah dan
pasukannya itu. Begitu ia memasuki kota Medinah dengan
kemenangan yang
membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju mesjid
melakukan salat
syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya
dan kepada
Muslimin. Pasukan itu
pulang kembali ke Medinah setelah empat puluh hari,
ada juga yang
menyebutkan sesudah tujuh puluh hari sejak keluar dari
kota itu. Ada beberapa
Orientalis yang berupaya hendak meremehkan dan
memperkecil arti
ekspedisi itu, termasuk luapan gembira dan penghargaan
kaum Muslimin
atas mereka yang telah membawa kemenangan
itu. Orientalis
V. Vacca, editor "Usamah" dalam Da'iratul Ma 'arif allslamiyah
mengatakan
"Kemenangan Usamah ini telah membawa kegembiraan
dalam hati
penduduk Medinah setelah dirisaukan oleh adanya
perang
"Riddah." Kemenangan itu menjadi begitu penting, tidak sesuai
dengan nilai
yang sebenarnya. Bahkan kemudian dianggap sebagai pembuka
jalan adanya
serangan yang ditujukan ke Syam."
Memang benar
peperangan ini tidak besar dibandingkan dengan arti
perang zaman
sekarang, juga tidak besar dibandingkan dengan beberapa
peperangan yang
pernah terjadi waktu itu. Usamah memang membatasi
serangannya yang
mendadak terhadap kabilah-kabilah itu dan merampas
mereka tanpa
harus menemui pasukan Rumawi. Tetapi yang jelas, peristiwa
ini membawa
pengaruh besar dalam kehidupan kaum Muslimin,
dan dalam
kehidupan orang-orang Arab yang berpikir hendak mengadakan
pemberontakan,
dan dalam kehidupan Rumawi sendiri yang bermaksud
melebarkan
sayapnya sampai ke perbatasan. Musuh-musuh
mereka dari
kalangan Arab yang mendengar berita ekspedisi itu berkata:
"Kalau
mereka tidak punya kekuatan tentu tidak akan mengirimkan
pasukan yang
akan menimbulkan rasa iri pada kabilah-kabilah yang
kuat yang jauh
dari mereka."
Pengaruh gerakan
Usamah terhadap pihak Arab dan Rumawi
Ketika berita
ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius, ia terkejut
sekali. Ia
segera mengirimkan pasukan yang berkekuatan besar ke
Balqa'. Ini
suatu bukti yang nyata bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa
ekspedisi ini
benar-benar diperhitungkan, baik oleh Rumawi maupun
oleh orang-orang
Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara
— selain Dumat
al-Jandal1 (Dumatul Jandal) — tidak lagi menghasut
untuk menyerbu
Medinah.
Selain di bagian
utara, di seluruh Semenanjung Arab itu keadaannya
tidak demikian.
Di atas sudah kita lihat, bahwa kabilah-kabilah di
tempat-tempat
lain semua mau membangkang pada saat-saat terakhir
kehidupan Nabi,
dan kita lihat pula ada sebagian mereka yang mendakwakan
diri nabi. Kalau
tidak karena rasa takut yang menguasai
kabilah-kabilah
dan mereka yang mengaku-ngaku nabi itu karena sikap
Rasulullah yang
tegas serta keberanian kaum Muslimin di samping iman
mereka yang
tangguh, niscaya akan banyak daerah yang akan mengadakan
pembangkangan.
Setelah Muhammad kembali ke sisi Tuhannya,
orang-orang Arab
itu banyak yang murtad, baik secara bersama-sama
atau
masing-masing kabilah sendiri-sendiri. Di sana sini kaum munafik
bermunculan,
orang-orang Yahudi dan Nasrani bersiap-siap. Pihak Muslimin
sendiri memang
dalam kegelisahan setelah Nabi tiada, sedang jumlah
mereka tidak
banyak. Sebaliknya pihak musuh tidak sedikit jumlahnya.
Menghadapi hal
demikian perlu ada suatu politik yang tegas dan bijaksana,
yang akan dapat
mengembalikan segala sesuatunya ke tempat semula,
membela agama
Allah sejak dari awal pertumbuhannya.
Dan inilah yang
telah dilakukan oleh Abu Bakr tatkala mengerahkan
pahlawan-pahlawan
Islam itu menghadapi kaum murtad dan para
pembangkang
terhadap agama Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar